Dari sisi target, ada target penggunaan 23% EBT dari total energi nasional pada tahun 2025 mendatang. Sayangnya sampai 2021, capaian bauaran energi untuk EBT ini baru 11,5%. Capaiannya masih jauh.Â
Meskipun demikian, upaya mendorong penggunaan EBT, mungkin tidak cukup kalau hanya berasal dari pemerintah dan BUMN . Keterlibatan pihak swasta, jelas diperlukan. Beberapa pengembangan energi biomassa, angin, tenaga surya, dan matahari sebagian muncul dari inisiatif pihak swasta.
Untuk biomassa misalnya, saya pernah bertemu dengan pencetus gagasan pembangunan pembangkit listrik biomassa bambu di Mentawai yang mengungkapkan semangatnya ketika telah merealisasikan ide tersebut. Saya ikut merasakan kebahagiaannya untuk bisa berperan melistriki masyarakat di Kepulauan Siberut, Mentawai, Sumbar. Melistriki kawasan terpencil, sekaligus memberdayakan ekonomi lokal setempat. Program yang akan direplikasinya ke daerah lain, dengan sumber biomassa lainnya.
Tantangannya? Pendanaan. Inilah kemudian perlu kehadiran pemerintah, diantaranya melalui peran bank sentral. Bank Indonesia beberapa tahun belakangan memang terus mendorong investasi hijau melalui pembiayaan berwawasan lingkungan. Caranya, berupaya mendorong para pelaku industri keuangan untuk berkontribusi melakukan pembiayaan proyek yang berwawasan lingkungan. Investasi hijau.
Dengan kebijakan di bidang makroprudensial yang akomodatif, Bank Indonesia dapat ikut mendorong perbankan berperan lebih besar lagi memberikan porsi pembiayaan investasi EBT. Tentunya dengan sejumlah insentif yang diberikan untuk mempercepatnya.Â
Dengan demikian, Indonesia mungkin dapat berkontribusi lebih cepat terhadap net-zero emission dunia melalui transisi EBT. Â Sekaligus mengajak masyarakat global melalui dorongan pembiayaan ke EBT oleh bank sentral masing-masing negara dunia untuk bersama-sama melakukan penurunan emisi gas rumah kaca.
Manfaat lain transisi EBT Â dengan upaya menjaga lingkungan untuk menurunkan emisi karbon adalah peluang jual beli kredit karbon. Proyek-proyek investasi hijau, berluang menghasilkan kredit karbon yang bisa dijual. Â Kegiatan ini akan melibatkan pihak pembeli, penjual, dan lembaga perdagangan karbon yang salah satunya sudah ada marketplacenya.
KTT G-20 yang tengah berlangsung saat ini di Indonesia adalah momentumnya. Upaya pemulihan pasca-pandemi Covid-19, sebagaimana tema yang diusung yakni "Recover Together, Recover Stronger", salah satunya bisa mewujud dengan upaya bersama melakukan transisi ke EBT.
Upaya bersama terutama melalui dukungan pembiayaan, tentu akan sangat besar manfaatnya. Lebih jauh lagi, penciptaan iklim investasi hijau akan menarik lembaga keuangan internasional melakukan pembiayaan ke Indonesia. Lembaga keuangan internasional, terutama yang ahdir dalam KTT G20 Â kini sudah semakin peduli terhadap pembiayaan yang bersifat green investment.
Kebanggaan menjadi Tuan Rumah KTT G20 dan Potensi Devisa
Sebagai orang Indonesia, saya merasa bangga dengan Presidensi G20 Indonesia. Â Sejak 1 Desember 2021 hingga November 2022, Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20. Â
Pertama kalinya kita  dipercaya memegang Presidensi G20 sejak lahirnya forum tersebut di tahun 1990. Serah terima atau handover Presidensi G20 Indonesia dilakukan pada 31 Oktober 2021, saat KTT G20 di Roma, Italia.Â