Percakapan ringan
"Aku sedang merunut almanak peristiwa reformasi, apakah bapak salah satu saksi?"
Aku hanya seorang tukang pintu, nak. Pekerjaanku memastikan sebuah pintu dapat tertutup dan terbuka sama baiknya. Tapi aku bukanlah pengukir pintu. Jika kamu mengetuk sebuah pintu, pastikan ia tuan rumah dan kamu sedang bertamu. Pintu yang macet bermula dari engsel yang berkarat atau kendur. Saat itulah kamu akan mengingat jasaku. Namun aku tak memiliki mata kunci. hanya sebuah gerinda untuk meratakan kayu.
"Apa bedanya dengan pengukir pintu?"
Mereka hanya mempercantik muka pintu. Mengukirnya dengan presisi dan estetika. semakin bagus penampilannya ia akan semakin mahal. Semakin sulit juga kau dekati, karena pemilik pintu ini bukanlah orang yang sembarangan. Rumahnya jadi semacam kastil. semakin eksotis, dan mistis.
"Aku hanya temukan sedikit petunjuk di kamus lama."
Mungkin kamusmu sudah menua, sudah banyak lupa.
"Menurutmu aku harus kemana mencari jejaknya?"
Cobalah sesekali melihat genangan mata di setiap Kamis senja.
"Kau bisa mengantarku?"
Kalian saja yang muda, saya sedang sibuk mengubur batu, membuat jendela.
Pada senja yang memerah
yang tertinggal pada senja yang merah
adalah pendar ingatan
pada setiap kelok labirin
yang membujur
senyap senyummu
diantara menara
masjid, kuil, gedung pustaka
dan raksasa lainnya
yang berdiri kaku dan membiru
pada makar yang mengancam
di punggung reyot dipan abah
di antara iblis berjubah
yang menggoda lisan
para filsuf bayaran
pada potongan sajak
kehilangan
jejak para perindu
yang menyimpan bara
pada sekam yang telah berselimut salju
pada sesap ujung
wewangi doa seorang paderi
yang melanglang limbung
sehela abu
dan kau tebar
di laut mati
gentayangi pesan untuk kembali
pada peraduan istana pasir
yang terisak laku resik
semewah ketabahan martir
taman kota mungil
hidroponik
suratan pena pada prosa
tentang akhir cerita
yang tak kuasa berakhir sendiri
di luar niscaya
dan kau masih tekun bercerita pada gulita:
yang tertumpas pada senja yang merah
adalah getir langit
yang tak mampu naungi
serpih anak awan
terburai silih mengasingkan
adalah genangan kecil
murni matamu
yang ingin kuselami
sejak azali
meski bulirnya bermuara
ke ufuk yang tak terukur
meski sang fajar
tenggelam bentuk di palung terjauh,
melebur
(Bojongsoang, 2018)