Mohon tunggu...
dendy muris
dendy muris Mohon Tunggu... Dosen - all the words that trapped in my mind

Seorang Dosen dan Mahasiswa Doktoral bidang Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Bourdieu tentang Social Capital dan Relevansinya pada Media Sosial

24 Juli 2021   16:32 Diperbarui: 7 Juni 2022   20:49 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut data wearesocial.com (2021), saat ini terdapat kurang lebih 4.2 miliar orang yang menggunakan media sosial di seluruh dunia. Dari data yang sama, dari total 274,9 juta jumlah penduduk indonesia, 61,8 % diantaranya merupakan pengguna aktif media sosial. Situs jejaring sosial (Social networking sites) adalah salah satu produk dari media sosial yang memungkinkan pengguna untuk berbagi media, memperbarui profil, membantu orang untuk saling terhubung dan bergabung dengan komunitas. 

Berdasarkan data statista tahun 2020, Facebok adalah situs jejaring sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia. Data statista tahun 2021 juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati negara ketiga dengan jumlah pengguna Facebook terbanyak setelah India dan Amerika Serikat. Popularitas Facebook menjangkau segala umur mulai dari anak kecil hingga lanjut usia.

Salah satu fitur yang dimiliki oleh situs jejaring sosial pada umumnya adalah fitur kolom komentar dan likes. Fitur ini yang kemudian membuat situs jejaring sosial seperti facebook menjadi interaktif. Saat berbagi foto atau video, pengguna dapat menyisipkan keterangan berupa tulisan deskripsi mengenai foto atau video tersebut. Kemudian pengguna lain dapat memberikan interaksi berupa komentar dan likes. Komentar dan likes diartikan sebagai bentuk ketertarikan dan apresiasi terhadap konten yang sudah dibuat.

 Seiter (2016) dalam artikelnya yang berjudul "The psychology of social media: why we like, comment and share online", mengatakan bahwa fitur like, comment dan unggah yang kita bagikan disosial media sering kali tidak terlihat tidak penting, namun padahal penting. Fitur tersebut memunculkan rasa ketagihan, keinginan, kecemasan dan kesenangan. Begitu juga dengan jumlah pengikut (follower atau subscriber) yang sering kali menjadi faktor pertimbangan untuk menilai bobot sebuah akun sosial media.

Dalam konteks media sosial, semakin banyak pengikut, komentar, like dan bentuk interaksi lainnya yang diterima di akun penggunanya, maka semakin besar bobot dan pengaruh kehadiran online mereka. Komponen inilah yang dikenal didalam praktisi media sosial sebagai digital social capital (khoros, 2018). Digital social capital (modal sosial digital), sesuai namanya terinspirasi dari teori social capital (teori modal sosial). Teori modal sosial menjadi sarana untuk menguji nilai sosial dalam jaringan komunikasi online. 

Teori modal sosial merupakan teori yang memiliki akar pemikiran yang bersumber dari banyak pakar. Teori ini bisa dibilang banyak bersumber dari awal pemikiran Karl Marx yang membuat kata "modal" bisa dipahami secara universal, sekaligus juga untuk memahami frasa "modal sosial". Modal sosial sebagai sebuah konsep biasanya digunakan untuk merujuk pada koneksi sosial.

Salah satu tokoh yang paling menonjol dalam memfokuskan analisisnya pada struktur jaringan yang memungkinkan koneksi sosial adalah Pierre Bourdieu. Bourdieu dikenal sebagai seorang intelektual publik yang berpengaruh didalam analisis-analisis sosial maupun filsafat di abad 21. Bourdieu Lahir pada tanggal 1 Agustus 1930 di Desa Denguin, Prancis dengan nama lengkap Pierre Felix Bordieu dan meninggal pada 23 Januari 2002 di Paris. Pierre Bourdieu menulis tentang berbagai bentuk modal di akhir abad ke-20. 

Pertama adalah tentang modal ekonomi (1986), modal yang secara langsung dapat diubah menjadi kekayaan. Kemudian Bourdieu menjelaskan dua bentuk modal lainnya: modal budaya dan modal sosial. Jenis modal sekunder ini memiliki nilai apabila mereka dapat dikonversi menjadi modal ekonomi (Bourdieu, 1986). Modal budaya mencakup perbedaan yang terlihat dan fisik, seperti gelar pendidikan dan buku, serta disposisi subjektif seseorang, yaitu kepribadian mereka yang telah dibentuk oleh pendidikan mereka. Sedangkan modal sosial terdapat dalam ranah hubungan sosial dan terdiri dari kewajiban sosial yang menyertai hubungan tersebut.

Modal sosial menurut Bourdieu adalah "aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable network of more or less institutionalized relationships of mutual acquaintance and recognition" (Bourdieu, 1986). Sejak itu, beberapa ahli lain juga mengajukan berbagai definisi tentang modal sosial (Coleman, 1988, 1990; Lin, 1982, 1999, 2001, Putnam, 1993, 1995, 2000). Beberapa ahli menyatakan bahwa modal sosial berasal dari jaringan dan hubungan sosial seperti keterlibatan dan partisipasi masyarakat (Bourdieu & Wacquant, 1992; Coleman, 1988, 1990; Portes, 1998; Putnam, 1993, 1995, 2000). 

Modal sosial secara sederhana dapat diartikan sebagai kumpulan sumber daya yang terikat pada keanggotaan dalam kelompok tertentu. Kelompok itu sendiri menyediakan sumber daya ini, dan mereka berfungsi sebagai kredensial, sumber pengaruh, status, atau nilai (Bourdieu, 1986). Sumber daya ini dipertukarkan, dan dapat memperkuat hubungan yang ada dalam kelompok. Oleh karena itu, interaksi sosial yang terjadi memelihara dan memperkuat hubungan sosial dan kedudukan sosial melalui pertukaran modal sosial. Melalui interaksi sosial online, individu membuat ekspresi modal sosial yang secara khusus mempengaruhi dan memperluas hubungan mereka. Oleh sebab modal sosial digital muncul sebagai bentuk baru dalam interaksi online.

Berangkat dari pemahaman awal tentang modal sosial tersebut, maka kita dapat mengkaji modal sosial di era internet saat ini, khususnya dalam penggunaan media sosial. Dalam hal ini, modal sosial dapat dipahami dengan cara baru secara online. Modal sosial sebagai kumpulan sumber daya yang terhubung ke keanggotaan dalam kelompok tertentu, dapat dihasikan di media sosial dan melalui hubungan dan interaksi yang dimiliki individu. Di ruang media sosial, para pengguna mereka tidak acuh tak acuh, melainkan mereka membuat penilaian yang membedakan tentang interaksi mereka seperti seberapa banyak jumlah likes dan komentar yang diperoleh. 

Melalui interaksi sosial online, individu membuat modal sosial sebagai prestasi individu yang secara khusus mempengaruhi dan memperluas hubungan mereka. Bentuk-bentuk baru modal sosial digital ini harus muncul dalam interaksi online bagi agen untuk mendapatkan perbedaan, validitas, dan hierarki di dunia digital, karena internet terdiri dari bidang baru tempat agen masuk, di mana mereka ada, dan dari mana mereka dihasilkan. habitus baru yang berorientasi digital. Oleh sebab itu, kita bisa mengkaitkan secara khusus konsep Bourdieu tentang perbedaan, bidang, dan habitus dan apropriasi mereka ke era digital di mana kita hidup.

Pengukuran modal sosial digital individu di media sosial telah menjadi area penyelidikan yang penting. Modal sosial digital dapat diukur pada individu atau tingkat kelompok, yang mencirikan hubungan yang melekat antara individu. Kehadiran media sosial membawa perkembangan lebih lanjut mengenai teori dan pengembangan teknik pengukuran modal sosial yang diterapkan, diantaranya untuk membedakan antara konteks online dan offline. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Williams (2006) yang menciptakan Internet Social Capital Scale (ISCS), yang terdiri dari dua skala yang diusulkan untuk mengukur bridging, dan bonding social capital. ISCS telah digunakan sebagai ukuran modal sosial dalam beberapa penelitian selanjutnya.

Pada media sosial, modal sosial juga sering disebut sebagai mata uang sosial (social currency). Mata uang sosial sering digunakan saat ini untuk merujuk pada pengaruh online individu dan akses ke influencer yang berasal dari kehadiran mereka di situs media sosial seperti LinkedIn, Twitter, dan Facebook. Istilah ini menjadi lebih populer karena alat pelacak, digital analitik, dan teknologi lainnya memudahkan untuk melacak dan membandingkan mata uang sosial. Mata uang sosial juga sering kali dibahas dalam dunia pemasaran digital (digital marketing). Dalam pemasaran digital, mata uang sosial digunakan untuk mengukur kredibilitas dan pengaruh kehadiran digital suatu merek.

Siapa sangka awal pemikiran Bourdieu tentang modal sosial menjadi tonggak pemikiran dalam studi dan praktik modal sosial digital di media sosial khususnya dunia pemasaran digital saat ini. Salah satunya adalah modal sosial digital menjadi mata uang sosial dalam ruang lingkup pengaruh. Misalnya, bagi seorang influencer, memiliki banyak follower dan mendapatkan banyak likes dan komentari menjadi investasi yang memiliki nilai ekonomi. Dalam ekonomi digital saat ini, modal sosial terutama di media sosial menjadi lebih berharga bagi pengguna media sosial baik individu, publik figur maupun suatu merek.

DAFTAR PUSTAKA

Coleman, J. S. (1988). Social capital in the creation of human capital. American Journal of Sociology, 94, S95-S120. Coleman, J. S. (1990). Foundations of social theory. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Bourdieu, P. (1985). The Forms of Capital. In J. Richardson (Ed.), Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education (pp. 241-258). New York: Greenwood.

Bourdieu, P. The Forms of Capital. In Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education; Richardson, J.G., Ed.; Greenwood Press: New York, NY, USA, 1986.

Bourdieu P (1998) Practical Reason. Stanford, CA: Stanford University Press.

Delfanti, A., Arvidsson. (2019). Introduction to Digital Media. Wiley Blackwell.

Lin, N. (1982). Social resources and instrumental action. In P. V. Marsden & N. Lin (Eds.), Social Structure and Network Analysis (pp. 131-145). Beverly Hills, CA: Sage.

Lin, N. (1999). Building a network theory of social capital. Connections, 22(1), 28-51.

Lin, N. (2001). Social capital: A theory of social structure and action. Cambridge: Cambridge University Press.

Nasrullah (2016). R. Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi. Bandung. Simbiosa Rekatama Media

Putnam, R. D. (1993). Making democracy work: Civic traditions in modern Italy. Princeton NJ: Princeton University Press.

Putnam, R. D. (1995). Bowling alone: America's declining social capital. Journal of Democracy, 6(1), 65-78.

Putnam, R. D. (2000). Bowling alone: The collapse and revival of American community. NY: Simon & Schuster.

Seiter (2016). The Psychology of Social Media: Why we like, comment and share online. 

Williams, D. (2006). On and off the 'Net: Scales for social capital in an online era. Journal of Computer-Mediated Communication, 11(2), 593-628.

www.statista.com

khoros.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun