Mohon tunggu...
dendy muris
dendy muris Mohon Tunggu... Dosen - all the words that trapped in my mind

Seorang Dosen dan Mahasiswa Doktoral bidang Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Ranah Publik Habermas pada Ranah Publik Virtual

23 Juli 2021   12:43 Diperbarui: 23 Juli 2021   12:46 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mided (2000) pada Thurlow (2004:88) menyebutkan para peneliti CMC telah menempatkan gagasan Habermas tentang internet sebagai ruang 'virtual' di mana warga negara dapat mengartikulasikan politik berbasis masalah yang bertentangan dengan dominan suara ideologis dan politik. Douglas Kellner (1998) melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa internet telah menghasilkan ranah dan ruang publik baru untuk informasi, debat, dan partisipasi yang berpotensi untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan penyebaran gagasan kritis dan progresif.

Nasrullah (2012) mengatakan virtual space tidaklah sama dengan tipe media tradisional seperti radio, televisi atau penerbitan dan juga tidak pula sejenis dengan pengertian public spaces secara tradisional dalam kehidupan nyata. Ruang siber memberikan dan menyediakan fasilitas bagi para penggunanya untuk menemukan cara baru dalam berinteraksi. (Camp and Chien, 2000). Realitas di ruang siber inilah yang kemudian menjadikan internet sebagai ruang terbuka bagi siapa saja untuk berinteraksi atau sekadar mengkonstruksi diri dan siapapun yang melakukan koneksi maka secara otomatis ia sudah menjadi bagian dari atau anggota masyarakat jejaring (network society).

Dikatakan oleh Nasrullah (2012), public space tidak kemudian serta merta sama dengan public sphere sebagaimana dimaksud oleh Habermas. Karena, fungsi internet bisa dikatakan hanya sebagai medium yang dapat digunakan untuk berdiskusi atau bertukar ide maupun gagasan, hingga membangun wacana sebagai jawaban terhadap realitas politik. Namun, internet bisa menjadi medium yang dihubungkan dengan realitas masyarakat apa saja, tergantung dari pengguna yang mengaksesnya. Kemudian, Papacharissi (2002:11) menjelaskan "A virtual space enhances discussion; a virtual sphere enhances democracy". dari sisi penggunanya, internet telah mentransformasikan perannya secara beragam. Menurut Habermas (2006), peran internet telah memperluas sekaligus memfragmentasikan konteks komunikasi.

Di era digital, pembahasan tentang ranah publik pada saat bersamaan menjadi semakin relevan dan semakin problematis. Selama bertahun-tahun, konsep ruang publik telah diterapkan dan dikaitkan dengan isu-isu dalam teori media yang beragam seperti komodifikasi dan konsumerisme, kepemilikan dan budaya media. Validitas dan relevansi kritik post-modern terhadap konsep ruang publik Habermas tidak dapat disangkal, namun konsep ruang masih sangat berharga bagi teori media saat ini. Hal ini kemudian mengisyaratkan terjadinya komodifikasi pada ranah publik. Misalnya, awalnya menurut Habermas kemunculan pers dilandasi oleh komersialisasi partisipasi massa di ranah publik. Akibatnya, ranah publik yang 'diperluas' ini kehilangan banyak karakter politik aslinya yang mendukung komersialisme dan hiburan. Karakter ruang publik semakin dibatasi. Media saat ini lebih berfungsi sebagai kendaraan untuk menghasilkan dan mengelola konsensus dan mempromosikan budaya kapitalis daripada memenuhi fungsi aslinya sebagai organ debat publik. Hal ini membuktikan kondisi media massa saat ini, dimana menurut Habermas, media massa telah bermutasi menjadi organisasi kapitalis monopoli. Peran mereka dalam debat publik telah bergeser dari penyebaran informasi yang dapat dipercaya menjadi pembentukan opini publik.

Konsep ranah publik Habermas memberikan wawasan yang tajam tentang konstitusi normatif dan transformasi struktural ranah publik di era modern. Dengan merefleksikan implikasi normative ranah publik Habermas, bahwa pada dasarnya kekhususan normatif dari ranah publik borjuis berasal dari fakta bahwa ia memiliki potensi emansipatoris maka kita dapat melihat kolom komentar media sosial pada dasarnya menyediakan apa yang disebut public sphere. Hal ini untuk mengakui bahwa keberadaannya sangat bergantung pada kapasitasnya untuk mempromosikan keterlibatan sipil dalam proses komunikatif. Opini didalam ruang publik akan terbentuk opini publik sebagaimana yang terjadi didalam suatu diskusi pada kolom komentar di suatu pemberitaan media online.

Ranah publik dapat dikatakan masih hidup dan sehat, meskipun tidak akan pernah sama lagi. Wacana kedai kopi Habermas telah berkembang ke arah komunikasi yang dimediasi dalam jaringan elektronik: Masa depannya ada di media digital, yang menawarkan kemungkinan menarik karena jaringan digital meningkatkan dan mengubah struktur sosial. Dalam arti tertentu, ranah publik selalu virtual: maknanya terletak pada abstraksinya. Argumen klasik Habermas bahwa ranah publik kadang-kadang terancam oleh - laten - struktur kekuasaan yang mencoba menghambat dan mengontrol individu tidak diragukan lagi benar. Namun pada saat yang sama, kelompok dan individu memang dapat mencapai perubahan dengan tindakan komunikatif, dan teknologi komunikasi digital dapat memberdayakan mereka untuk melakukan sesuatu. Negara demokratis bagi Habermas terwujud apabila terdapat sebuah ranah publik yang netral bagi setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat, gagasan bahkan kritik atas kekuasaan.

Referensi

Calhoun, C. (2017). Facets of the Public Sphere: Dewey, Arendt, Habermas. Institutional Change in the Public Sphere. 

Flichy, Patrice. 2011. The Internet Imaginaire. USA: The MIT Press.

Habermas, J. (1989 [1962]). The Structural Transformation of the Public Sphere. Cambridge, MA: MIT Press.

Jenkins, Henry. 2006. Convergence culture: Where old and new media collide. New York University Press: New York.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun