Mohon tunggu...
Muhammad Dendy
Muhammad Dendy Mohon Tunggu... Seniman - menulis adalah obat hati

"saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan selalu ingin mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bicara Masalah Pengelolaan Ibu Kota, Indonesia Perlu Belajar dari Tokyo

27 Agustus 2019   13:13 Diperbarui: 27 Agustus 2019   13:49 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin Indonesia perlu Belajar dari Kota Tokyo

Ini adalah inti dari artikel ini, saya rasa Indonesia perlu belajar dari Tokyo,mungkin pembaca sudah tidak asing dengan kata Tokyo karena selain sebagai Metropolitan terbesar di dunia Tokyo adalah ibukota Negara jepang yang merupakan Negara pusat dari Indsutri otomotif dan inovasi dunia. Perlu di ketahui wilayah Megapolitan Tokyo memiliki populasi 30 juta jiwa yang dengan jumblah populasi tersebut itu berarti wilayah megapolitan Tokyo memiliki populasi penduduk yang lebih banyak dari penduduk Malaysia yang berjumblah 28 juta jiwa

Jepang juga memiliki system Negara keatuan seperti Indonesia, makannya itu tak heran Tokyo sebagai ibukota Negara di anggap terlalu gemuk. Karena seperti yang sudah saya sebut di awal didalam Negara kesatuan itu dimana pusat pemerintahan pusat disitu juga pusat ekonomi, perdagangan serta bisnis.

Menurut saya Tokyo lebih padat dari Jakarta, padahal pemerintah pusat Jepang bisa saja memindahkan ibukota ke Sapporo, hokaido atau kota-kota lain di Jepang. Dalam hal ini pemerintah jepang tetap mempertahankan Tokyo sebagai ibukota Jepang.

Pertanyaannya mengapa jepang masih bisa mempertahankan Tokyo sebagai ibukotanya dan mengapa jepang masih mempertahankan Tokyo sebagai ibukotanya?

Sebagai Negara yang masuk kategori Negara maju dan Negara ekonomi terbesar ke tiga, Jepang telah lama memperkuat angkutan massalnya sejak tahun 70 -an jepang sudah memiliki moda transportasi massal yang cukup memadai.

Meskipun Jepang adalah Negara otomotif terbesar di dunia tetapi Jepang sudah lama meninggalkan ketergantungan akan kendaraan pribadi. Mungkin jika para pembaca pernah memperhatikan setiap menonton film-film Jepang kita akan lihat jika orang-orang di desa umumnya menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan di perkotaan khususnya Tokyo mayoritas masyarakatnya menggunakan angkutan massal seperti kereta listrik, mrt dan lrt.

Jika para pembaca pernah menemukan hal-hal tersebut dalam film Jepang, itu bukanlah hanya cerita fiktif dalam film belaka itu adalah gambaran kehidupan nyata masyarakat Jepang, bahwa di Jepang yang menggunakan angkutan pribadi adalah mayoritas orang-orang desa sedangkan orang Tokyo memilih menggunakan kendaraan massal.

Sehingga dengan merubah kebiasaan masyarakatnya, maka Tokyo dapat dipertahankan sebagai ibukota negaranya, pemerintah Jepang memberlakukan harga parkir mobil serta tarif tol yang mahal dan memperkuat jaringan angkutan massal.

Seperti kita ketahui di kota Tokyo jaringan angkutan massal hampir meliputi seluruh wilayah megapolitan Tokyo, Jepang adalah contoh dimana selain membenahi Tokyo agar tetap layak jadi ibukota Negara, alasan Jepang tetap mempertahankan Tokyo adalah karena Tokyo adalah kota yang penuh dengan sejarah dalam perjalannan kebudayaannya.

Jika kita bandingkan dengan Jakarta, Tokyo hampir memiliki kesamaan dengan kepadatan penduduk dan kompleksnya permasalahan ibukota yang telah lama menggerogoti kota, meskipun berbeda secara tata kota dengan Tokyo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun