Peluang Prabowo capres memang masih terbuka lebar, karena jika memang bisa meyakinkan PKS untuk bergabung bersamanya dan tentu saja sudah pasti PKS juga menginginkan kadernya untuk mengisi posisi Cawapres.
Berdasarkan keterangan dari Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda, ada tren kenaikan elektabilitas Jokowi-Prabowo sejak akhir tahun 2017 lalu. Dimana pada november 2017 lalu, elektabilitas Jokowi berada pada angka 51,8 persen.
Namun pada survey terakhir Poltracking, elektabilitas Jokowi naik menjadi 55,9 persen, atau naik 4,1 persen. Sedangkan Prabowo yang merupakan rival jokowi sejak pilpres 2014 lalu, pada November 2017 mengantongi 27 persen.
Namun kini elektabilitas Prabowo naik menjadi 29,9 persen. Atau naik 2,9 persen pada februari 2018.
Berdasarkan tren elektabilitas hasil survey Poltracking diatas, tentu membuat laga ulang atau "rematch" alias laga ulang antara Jokowi dan Prabowo masih sangat mungkin terjadi. Karena jika memang beberapa bulan kedepan elektabilitas Jokowi maupun Prabowo akan ada tren kenaikan seperti diatas, maka peluang calon alternatif bisa saja terkikis sehingga akan ada laga ulang antara Jokowi-Prabowo seperti yang sudah diprediksi oleh Fadli Zon.
 Capres alternatif, mungkinkah?
Ada yang menarik dari temuan survey Indo barometer yang terbaru. Jika diatas Poltracking memetakan potensi suara akan terdominasi oleh Jokowi dan Prabowo, tetapi Indo barometer berkata lain.
Sebagaimana hasil survey Indo Barometer yang saya kutip dari kompas.com Kamis (15/2/2018).
Anies menjadi lawan terberat Jokowi dengan elektabilitas 12,1 persen. Di bawah Anies ada nama mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (7,8 persen).
Kemudian putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (5,3 persen).
Itu berarti Anies kini elektabilitasnya telah tembus dua digit, yang mana hampir menyamai elektabilitas Prabowo. Jika diatas berdasarkan temuan lembaga survey Poltracking Jokowi digdaya dengan memiliki elektabilitas 55,9 persen.