Mohon tunggu...
Muhammad Dendy
Muhammad Dendy Mohon Tunggu... Seniman - menulis adalah obat hati

"saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan selalu ingin mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penggantian Panglima TNI dan Pilpres 2019

6 Desember 2017   18:08 Diperbarui: 6 Desember 2017   18:11 3600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu penggantian Panglima TNI semakin menguat pada akhir tahun ini, Panglima TNI yang saat ini dijabat oleh Jenderal Gatot Nurmantyo diperkirakan akan digantikan dalam waktu dekat ini. Seperti diketahui, masa pensiun Jenderal Gatot masih kurang lebih 3 bulan lagi, yaitu Maret 2018 mendatang.

Menteri Sekertaris Negara Praktikno pada Senin 4 Desember 2017 lalu telah menyampaikan surat pengajuan kepada wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon. Menurut Fadli, Jenderal Gatot akan diberhentikan dengan hormat.

Fadli menjelaskan, dalam surat tersebut, pemerintah menyampaikan keinginan penggantian panglima TNI tersebut di proses dalam waktu cepat dan tidak lama. Penggantian Panglima TNI diharapkan akan disahkan sebelum masa sidang DPR berakhir pada 13 Desember 2017.

Kandidat kuat pengganti Jenderal Gatot sudah kuat dugaan akan digantikan Oleh Marsekal Hadi Thahjanto, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).

Memang penunjukkan Marsekal Hadi Tjahjanto masuk akal, karena syarat untuk mejadi panglima TNI harus berpangkat jenderal bintang 4. Meskipun ada 2 kandidat lainnya sebenarnya yang layak untuk menjadi kandidat panglima TNI. Yaitu Laksamana TNI Ade Supandi yang kini menjabat Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL). Dan Jenderal Mulyono, yang saat ini menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD).

Tetapi hambatan kedua jenderal lainnya adalah usia yang mendekati pensiun. Jenderal Mulyono kini telah berusia 56 tahun yang akan pensiun 2 tahun lagi. Sedangkan Laksamana TNI Ade Supandi telah berusia 57 tahun, dimana masa dinasnya tinggal 1 tahun lagi.

Sehingga Marsekal Hadi adalah yang paling muda, karena masih berusia 54 tahun. Dimana persyaratan menjadi panglima TNI, minimal masih tersisa 3 tahun masa dinasnya. Karena idealnya Panglima TNI diganti selama 3 tahun sekali.

Selain itu, rotasi pembagian jatah antara Angakat Udara (AU), Angakatan Darat (AD), dan Angkatan Laut (AL). Menginggat selama ini Panglima TNI selalu berasal dari Angkatan Darat. Sehingga ini mungkin akan memberikan kesempatan Angkatan Udara untuk memimpin TNI. Setelah dahulu perwira tinggi Angkata Udara pernah menjabat panglima TNI. Yakni Marsekal TNI Djoko Suyanto yang menjabat Panglima TNI pada 2006-2007.

Angin segar bagi angkatan udara

Kesempatan Angkatan Udara yang kali ini dengan adanya penunjukkan KSAU Marsekal Hadi sebagai Panglima TNI, tentu adalah angin segar bagi angkatan udara. Mengapa? Karena selama ini angkatan udara kurang mendominasi dalam tubuh TNI.

Berdasarkan jumlah personil, Angkatan Darat memiliki pasukan aktif 483.000, Angkatan Laut 74.000 personil. Serta Angkatan Udara hanya memiliki 34.000 personil.

Sehingga tentu saja Angkatan Udara adalah salah satu cabang di tubuh TNI yang memiliki jumlah personil yang paling sedikit. Jadi tidah heranlah jika Angkatan Udara kurang mendominasi di TNI selama ini.

Selama ini memang isu rotasi kepemimpinan Panglima TNI di tubuh Mabes TNI selalu menjadi salah satu isu dari demokratisasi ditubuh TNI. Yang mana kesempatan Angkatan Laut dan Udara dalam memimpin TNI adalah salah satu wujud dari demokratisasi dalam tubuh TNI itu sendiri.

Pengangkatan Marsekal Hadi, tentu adalah suatu hal yang sangat dinanti bagi kalangan prajurit Angkatan Udara yang menginginkan peran dan pengaruhnya dianggap ada di tubuh TNI. Yang mana selama ini kepemimpinan Panglima TNI selalu didominasi oleh kalangan dari Angkatan Darat.

Penggantian Jenderal Gatot dan Pilpres 2019

Ini yang paling menarik, dan jauh lebih menarik dibandingkan isu rotasi kepemimpinan TNI antara AD, AL, dan AU. Nama Jenderal Gatot tentu sudah memiliki tempat tersendiri di dalam hati masyarakat Indonesia, karena memang selama menjabat panglima TNI Jenderal Gatot selalu melaukan manuver yang membuat popularitasnya melambung.

Isu penggantian panglima TNI selalu dikaitkan dengan Peta Politik Pilpres 2019, karena memang nama Jenderal Gatot selalu masuk dalam bursa capres 2019. Masuknya nama Jenderal Gatot daam bursa capres tentu membuat Gatot akan diperhitungkan dalam pilpres 2019.

Mungkinkah dengan berakhirnya Jenderal Gatot sebagai panglima TNI akan menghentikan popularitasnya? Ini tentu saja bisa terjadi, karena selama ini Jenderal Gatot yang menjabat sebagai panglima TNI, tentu memiliki panggung untuk menaikkan popularitasnya. Dan bisa saja ini akan menjadi akhir popularitasnya atau sebaliknya malah menambah popularitasnya.

Jika kita sedikit flashback pada saat populernya Jenderal Moeldoko, nama Moeldoko sempat melambung mengisi bursa capres 2014. Akan tetapi, entah kenapa ketika Jenderal Moeldoko tidak lagi menjabat panglima TNI, namanya seakan memudar. Padahal ia sempat menjadi kuda hitam Pilpres 2014.

Apakah Jenderal Gatot akan memiliki nasib sama dengan Jenderal Moeldoko? Bisa saja, karena tanpa memiliki kendaraan politik yaitu dalam hal ini partai Politik. Kiprah Jenderal Gatot bisa saja memiliki nasib yang sama dengan jenderal Moeldoko, yang sempat melambung namanya.

Berbeda dengan mantan perwira tinggi lainnya seperti, Jenderal Wiranto dan Prabowo yang memiliki partai politik yang bisa menjadi "Panggung Politik-nya". Jika memang benar Jenderal Gatot ingin terjun kedalam dunia politik nasional, maka ia harus memilih antara Kubu Prabowo dan Jokowi. Mengingat Jenderal Gatot saat ini telah menjadi calon alternatif yang semakin diperhitungkan.

Memang banyak yang berspekulasi pemberhentian Jenderal Gatot ada keganjilan, menginggat masa pensiun Jenderal Gatot yang masih maret 2018. Tetapi pada hari rabu ini fit and profer test calon panglima TNI baru yaitu Marsekal Hadi, mulai dilakukan.

Itu berarti jika Benar Presiden memang terburu-buru ingin mengganti sang panglima TNI secara dini. Sebaiknya secepatnya mungkin, karena apapun itu, nama Marsekal Hadi saat ini telah populer dan digadang menjadi calon terkuat panglima TNI. Jika berlarut-larut, maka akan ada dualisme kepemimpinan dalam tubuh TNI itu sendiri. Itu adalah makna yang saya tangkap dari penyataan Jenderal Gatot kemarin yang ingin presiden segera mengganti dirinya secepatnya jika ingin memensiunkannya dari jabatan panglima TNI secara dini.

Nama gatot yang kian populer dan mulai mendapatkan tempat di mata masyarakat, mungkinkah gatot akan menjadi matahari baru?

Fenomena matahari kembar memang bukanlah hal yang baru saja terjadi dalam dunia politik. Dimulai dari populernya nama SBY ketika menjabat Menkopulhukam di era kabinet Gotong Royong Presiden Megawati. Dan populernya nama Anies Baswedan dalam kabinet kerja era Presiden Jokowi.Adalah contoh matahari kembar dalam struktur pemerintahan bisa saja selalu timbul pada sosok lain.

Dalam hal ini dalam pemerintahan dan politik Jokowi adalah matahari itu. Dimana sebagai sosok yang populer secara elektabilitas dan Popularitas. Jokowi seakan sosok sentral dalam politik dan pemerintahan di Indonesia saat ini.

Akan tetapi ada suatu ganjalan, Jenderal Gatot perlahan tapi pasti mulai menyaingi popularitas Jokowi itu sendiri. Serupa Anies Baswedan yang dulu namanya populer ketika menjabat Mendikbud. Menggelorakan berbagai gerakan sosial dalam kementeriannya yang membuat namanya populer. Yaitu dimana Anies menghapus ospek alias masa orientasi yang banyak memakan korban kasus bully, dan gerakan mengantar anak ke sekolah. Seakan membuat nama Anies semakin populer.

Jenderal Gatot bisa saja serupa SBY di era kabinet Megawati dan Anies Baswedan di Era kabinet Jokowi. Dimana jika Jokowi lengah, maka Jenderal Gatot bisa menjadi lawan serius Jokowi pada Pilpres 2019. Dan bukan tidak mungkin akan seperti SBY dan Anies yang sukses merebut hati masyarakat setelah diberhentikan.

Karena jika benar Jenderal Gatot akan diberhentikan secara dini, peluang Jenderal Gatot berada di partai-partai oposisi yang berada diluar pemerintahan bisa saja terjadi. Sebagai contoh, partai Gerindra yang selama ini selalu melakukan pembelaan terhadap Jenderal Gatot. Bahkan tak jarang, Gerindra juga kerap membela Jenderal Gatot dalam setiap Manuvernya.

Referensi Berita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun