Tentu saja pada skenario kedua ini, kejadian pada Pilkada DKI 2017 diatas akan kembali terulang, dimana pada akhirnya akan terdiri dari 3 pasangan calon yaitu dari poros istana (Jokowi), Poros Cikeas (AHY), dan Poros hambalang (Prabowo). Kesepakatan saling mendukung antara poros cikeas dan poros hambalang seperti untuk memperkuat kuat oposisi yang saling mendukung, meskipun kedua kubu oposisi ini tidak berada dalam satu perahu. Secara matematis politik, jika Pilpres 2019 mendatang hanya di isi oleh 2 calon Presiden/Wakil Presiden, maka pertarungan pilpres 2019 akan sama seperti pilpres 2014 lalu.Â
Dan tentu saja pastinya Head to Head antara Jokowi dan Prabowo kembali terulang, meskipun dengan wakil yang berbeda. Pada Pilpres 2014 lalu selisih suara antara Jokowi dan Prabowo mencapai 6 persen, yaitu Jokowi-JK 53,15%, dan Prabowo-Hatta 46,85%. Dengan posisi Jokowi yang pada saat itu hanya sebagai penantang dan bukan incumbent (sedang berkuasa) saja sudah unggul, bagaimana lagi jika pada saat ini, dengan posisi jokowi yang sedang menjabat dan tentu saja sudah jauh lebih matang dalam hal berpolitik dibandingkan pada saat Pilpres 2014 lalu.
sehingga jika Head To Head antara Prabowo dan Jokowi kembali terjadi peluang Jokowi untuk menang masih sangat besar. Sehingga pada skenario kedua ini bisa saja antara poros cikeas dan poros hambalang ingin saling mendukung agar masing-masing dari poros tersebut mengusung capres sehingga bisa memecah suara. Karena secara matematis politik jika Pilpres diikuti 3 pasangan calon, maka pola seperti Pilkada DKI 2017 lalu akan terulang, dimana masyarakat yang anti Jokowi akan berkumpul menjadi pemilih Agus Yudhoyono, atau Prabowo.Â
Sehingga siapa saja diantara kedua capres dari kedua poros tersebut yang memasuki putaran kedua akan mendapatkan limpahan suara. Sebagai contoh jika Prabowo masuk putaran kedua, maka suara Agus Yudhoyono yang kalah diputaran pertama akan beralih ke Prabowo, begitu juga sebaliknya. Sehingga Pola Kampanye dan strategi politik Pilkada DKI 2017 lalu akan kembali terjadi, karena Pilkada DKI adalah barometer untuk mengukur kekuatan politik nasional. Sehingga mungkin saja apa yang terjadi pada pilkada DKI 2017 lalu dijadikan alat acuan bagi kedua poros tersebut untuk menghasilkan kedua poros penantang untuk "Memecah Suara".Â
Skenario Ketiga : Pertemuan SBY dan Prabowo bertujuan untuk melakukan koalisi pada Pilpres 2019 mendatang, sehingga akan melahirkan duet Prabowo Subianto-Agus Yudhoyono
Ini adalah skenario politik yang paling luas berkembang dimasyarakat luas, pertemuan SBY-Prabowo adalah untuk membahas tentang koalisi antara Gerindra dan Demokrat. Sehingga Prabowo dan Agus Yudhoyono yang merupakan putra sulung dari SBY akan bersanding pada pilpres 2019. Berbagai media massa baik cetak, elektronik, maupun media online ramai-ramai memberitakan duet Prabowo-Agus Yudhoyono. Asumsi-asumsi media massa tersebut tidaklah sepenuhnya salah, karena peluang koalisi antara Gerindra dan Demokrat masih sangat terbuka lebar. Jika Demokrat tetap ingin membentuk poros baru, partai yang paling mungkin untuk bersama demokrat adalah PAN.Â
Berdasarkan hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 2017 lalu, Demokrat memperoleh 10,19,% suara sedangkan PAN memperoleh 7,57% suara. Sehingga jika keduanya digabungkan hanya memperleh 17,76% suara yang masih belum mencukupi dari syarat minimun Presidential Threshold 20 persen. Meskipun Demokrat bisa merangkul PKB yang merupakan teman lamanya, akan tetapi berdasarkan peta politik saat ini poros cikeas masih belum mampu membetuk poros sendiri, karena dukungan suara parlemen yang masih dinilai kurang.Â
Sehingga tidak menutup kemungkinan Demokrat akan berkoalisi dengan Gerindra, jika dikalkulasikan suara Gerindra 11,81 %, sedangkan suara demokrat 10,19 %. Sehingga jika digabungkan akan menjadi 21,37, yang tentu saja sudah lebih dari cukup dari syarat minimum Presidential Threshold 20 persen. Dengan dukungan yang sudah melebih dari mencukupi untuk mengajukan capres atau cawapres, maka sangat terbuka Demokrat dan Gerindra satu suara untuk menjadi satu kubu dalam Pilpres 2019 mendatang, sehingga skenario ketiga ini mungkin saja terjadi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H