Penulis: Dendi Pribadi P, Mahasiswa Administrasi Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Joni, seorang pemuda asal Nusa Tenggara Timur yang pernah mencuri perhatian publik beberapa tahun lalu, kini kembali menjadi sorotan. Ia menagih janji kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait janjinya untuk membantu Joni masuk ke Tentara Nasional Indonesia (TNI). Janji tersebut diberikan setelah aksi heroik Joni memanjat tiang bendera yang terlilit saat upacara peringatan Hari Kemerdekaan di sekolahnya pada tahun 2018.
Pada tahun 2018, seorang remaja bernama Joni menjadi viral karena aksinya memajang tiang bendera saat Upacara HUT ke-73 RI di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Aksi heroiknya tidak hanya menarik perhatian masyarakat, tetapi juga menarik perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Joni, yang saat itu masih duduk di bangku SMP, diundang ke Istana Negara dan bertemu dengan Presiden Jokowi. Ketika ditanya seputar cita-citanya, Joni mengaku ingin menjadi tentara. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi langsung menyampaikan kepada Joni agar langsung bertemu dengan Panglima TNI dan dijanjikan akan langsung diterima masuk TNI.
Pada tahun 2018, Joni yang masih berusia 14 tahun berhasil memanjat tiang bendera dengan cepat dan memperbaiki tali yang tersangkut, sehingga upacara bendera dapat dilanjutkan. Aksinya ini mengundang pujian dari berbagai pihak, termasuk Presiden Jokowi, yang berjanji akan mendukung impian Joni untuk menjadi anggota TNI. Namun, setelah bertahun-tahun berlalu, Joni merasa bahwa janji tersebut belum terealisasi.
Setelah Joni lulus SMA dan mengikuti seleksi penerimaan Bintara TNI AD tahun 2024, ia gagal masuk TNI lantaran tinggi badannya hanya 155,8 cm, yang tidak sesuai dengan syarat masuk TNI. Alasan ini membuat Joni menagih janji yang pernah diberikan oleh Presiden Jokowi.
Aksi Joni yang viral pada tahun 2018 tidak hanya menunjukkan keberanian dan semangatnya, tetapi juga menunjukkan bagaimana seorang remaja dapat menarik perhatian dan mendapatkan dukungan dari pemerintah. Namun, gagalnya dalam seleksi TNI membuat Joni menagih janji yang pernah diberikan, menunjukkan bahwa perjuangan dan harapannya tidak berhenti.
Dalam sebuah wawancara, Pratikno, seorang pejabat yang terkait dengan seleksi TNI, mengatakan bahwa ada parameter yang harus dipenuhi untuk masuk TNI, dan mereka akan memeriksa ulang proses seleksi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah masih berkomitmen untuk membantu Joni mencapai cita-citanya. Joni yang pernah viral karena panjat tiang bendera kini berusaha untuk tidak kehilangan harapannya. Ia tetap bersemangat untuk menjadi tentara dan melanjutkan perjuangannya. Dengan dukungan dari masyarakat dan tanggapan positif dari Istana Negara, Joni yakin bahwa dia akan berhasil mencapai cita-citanya.Â
Beberapa pihak menyatakan simpati kepada Joni, menyayangkan bahwa janji tersebut belum direalisasikan. "Ini adalah contoh di mana harapan besar yang ditaruh pada seorang anak muda tidak diiringi dengan tindakan nyata. Kita semua tahu bahwa masuk TNI memerlukan persiapan fisik dan mental yang luar biasa, dan seharusnya Joni mendapatkan bimbingan yang tepat untuk mewujudkan mimpinya," ujar seorang pakar militer.
Di sisi lain, ada juga yang mempertanyakan apakah janji tersebut memang realistis dan sesuai dengan prosedur rekrutmen TNI yang ketat. "Dalam proses rekrutmen TNI, ada standar yang harus dipenuhi, dan janji semacam ini bisa menciptakan ekspektasi yang tidak sejalan dengan kenyataan," tambah seorang akademisi di bidang pertahanan.
Tanggapan dari TNI tentang Joni, pemanjat tiang bendera yang gagal lolos seleksi masuk TNI AD, telah diberikan oleh beberapa sumber. Berikut adalah ringkasan tanggapan tersebut:
Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi mengatakan bahwa Joni gagal lolos seleksi karena tidak memenuhi syarat tinggi badan minimal 160 cm. Joni memiliki tinggi badan 155,8 cm, sehingga tidak memenuhi syarat tersebut.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) juga mengatakan bahwa Joni tidak lolos karena tidak memenuhi syarat tinggi badan. Meskipun Joni menerima penghargaan dari Panglima TNI dan Mendikbud atas aksinya memanjat tiang bendera, piagam penghargaan tersebut tidak menyebutkan bahwa Joni wajib diterima masuk TNI AD.
TNI AD menjelaskan bahwa Joni masih memiliki kesempatan untuk ikut tes kembali di masa datang, sambil mempersiapkan diri memenuhi persyaratan-persyaratan yang mutlak dipenuhi sebagai seorang prajurit TNI AD.
Tanggapan dari Istana
Menanggapi sorotan ini, pihak Istana mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi tetap berkomitmen untuk mendukung Joni dan akan memastikan bahwa ia mendapatkan bimbingan yang diperlukan untuk mencoba lagi di masa mendatang. "Pak Jokowi tidak pernah melupakan janjinya. Kami sedang berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memberikan pendampingan lebih lanjut kepada Joni agar ia siap menghadapi seleksi berikutnya," kata juru bicara Istana.
Jokowi Pembohong?
Pertanyaan apakah Jokowi berbohong terkait janji kepada Joni adalah kompleks dan tergantung pada perspektif yang diambil. Secara umum, sebuah janji yang belum terpenuhi tidak serta merta menunjukkan kebohongan, melainkan bisa jadi akibat dari berbagai faktor lain.
Dalam kasus ini, Jokowi mungkin tidak bermaksud untuk berbohong, tetapi janji tersebut belum dapat direalisasikan karena proses masuk TNI yang ketat dan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Penting juga untuk diingat bahwa janji tersebut mungkin diberikan dengan niat baik, namun ada faktor-faktor di luar kendali yang membuat janji itu sulit diwujudkan segera.
Namun, dari sudut pandang Joni dan publik, janji yang belum terpenuhi dapat menimbulkan persepsi bahwa pemimpin tersebut tidak menepati kata-katanya, yang bisa saja diartikan sebagai bentuk ketidakjujuran atau kelalaian. Jadi, meskipun mungkin Jokowi tidak secara sengaja berbohong, kegagalan untuk memenuhi janji ini tetap menjadi isu yang perlu ditangani dengan serius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H