Unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dari Novel "DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN"
Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin adalah salah satu novel popular yang ditulis oleh penulis yang bisa dibilang cukup terkenal dalam novel popular di Indonesia, yaitu Tere Liye. Nah, disini saya akan membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik dari novel ini. Semoga dapat membantu para pembaca semua
Tema dalam novel ini adalah "Ikhlas dalam menerima takdir Tuhan." Seperti dalam kutipan berikut:
"Ketahuilah, Tania dan Dede.... Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.... Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semunya.." (hlm.39 PDF)
"Bahwa hidup harus menerima.. penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti...pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami...pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan." (hlm. 107 PDF)
Di dalam novel, tentunya terdapat alur yang dapat membuat pembaca dapat merasakan apa yang sedang terjadi didalam novel tersebut. Untuk alur dari novel ini adalah alur campuran, karena pada awal cerita pengarang menceritakan si tokoh Tania yang sedang dalam tokoh buku, lalu mengingat semua kenangannya selama ini. Pertemuan antara Tania dan Danar bukanlah pertemuan yang biasa, pertemuan tersebut merupakan awal dari kehidupan Tania selanjutnya. Danar selalu ada dalam kehidupan Tania, yang menjadi tokoh penting dalam kehidupan Tania. Danar merawat Tania hingga besar sampai rasa itu pun tumbuh. Sayangnya, perbedaan usia menghalangi mereka. Dan sampailah saat Danar menikahi Ratna. Dan ternyata pernikahan mereka tidaklah membahagiakan. Ratna menceritakan semua kehidupannya kepada Tania dan meminta bantuan kepada Tania, Tania pun kembali ke Jakarta untuk membantu. Sejak semua terungkap Tania memutuskan untuk pergi. Dari situ lah kita dapat mengetahui alur yang digunakan adalah alur campuran.
Latar adalah gambaran tentang peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita. Latar sendiri dibagi menjadi beberapa macam, yakni latar waktu, tempat, dan suasana.
Latar tempat yang berada dalam novel ini tempatnya di Toko buku dilantai dua, tempat yang paling Tania sukai, tempat yang Tania ketahui dari malaikatnya Danar, tempat yang menjadi saksi atas semua ceritanya, seperti dalam kutipan-kutipan berikut ini:
"Aku tak tahu bagaimana kehadiranku setiap malam di toko buku ini bisa menarik perhatiannya" (Hal.6 PDF)
"LANTAI dua toko buku terbesar kota ini. Sudah setengah jam lebih aku terpekur berdiam diri di sini" (Hal.57 PDF).
Selain di toko buku, ada beberapa latar tempat lainnya yang terdapat dalam novel ini
"Dia tertawa kecil saat melihatku dan Dede sudah berdiri rapi menunggu di depan rumah kardus kami" (Hal. 9 PDF)
"Dede masih sibuk mematut sepatunya di depan kami. Berlari ke sana kemari. Ibu sibuk meneriakinya kalau tidak, rumah kardus kami bisa roboh" (Hal. 13 PDF)
"Tiga tahun lamanya aku dan Dede menjalani kehidupan di rumah kardus itu" (Hal.15 PDF)
 "Ribuan larik cahaya kota Singapura cantik menimpa jalanan" (Hal.110 PDF)
ketika Ibu sakit di rawat di sana dan meninggal di rumah sakit itu.
"Maka setelah terisak beberapa saat aku mengalah duduk mendeprok di lantai lorong rumah sakit" (Hal. 29 PDF)
"Aku terduduk di lantai keramik rumah sakit" (Hal.33 PDF)
Latar waktu dalam novel ini ada pada waktu pagi, siang, dan malam hari. Dimana kita bisa menemukannya dari dialog si tokoh dalam novel ini.
Pada waktu pagi ketika Ibu mengganti perban kaki Tania yang tertusuk paku, "Besok pagi-pagi Ibu mengganti perban itu dengan lap dapur, saputangan itu dicuci" (Hal. 12 PDF)
Ibu mengatakan sesuatu hal kepada Tania dan Dede pada waktu pagi, "Esok pagi selesai subuh, Ibu mengatakan beberapa hal kepadaku dan Dede" (Hal.13 PDF)
 Tania, Danar, Dede, Ratna, dan Adi mengunjungi pusara Ibu pada siang hari, "Siang itu kami mengunjungi pusara Ibu" (Hal.44 PDF)
 "Malam ini hujan turun lagi. Seperti malam-malam yang lalu" (Hal. 4 PDF)
Tania pun pada setiap malam hari selalu tersenyum sendirian di toko buku lantai dua, "Malam ini, entah sudah berapa kali aku tersenyum, menyeringai sendirian berdiri di balik kaca candela lantai dua toko buku" (Hal. 27 PDF)
Suasana dalam novel ini menyedihkan, Tania dan Dede terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya, dan mereka pun terpaksa harus mengamen mencari uang recehan setidaknya mengurangi beban Ibu meski hanya sedikit. Suasana menyedihkan itu begitu terasa sekali, Tania, Dede, dan Ibu mengalami kemiskinan selama tiga tahun itu, semuanya terasa menyesakkan.
 "Saat ayahku meninggal, semuanya jadi kacau balau. Setelah tiga bulan menunggak, kami terusir dari kontrakan tersebut. Ibu pontang-panting mencari tempat berteduh. Tak ada keluarga yang kami miliki di kota ini. Jikapun ada, mereka tak sudi walau sekadar menampung. Dan akhirnya sampailah kami pada pilihan rumah kardus.
Jangankan sekolah, untuk makan saja susah. Ibu bekerja serabutan, apa saja yang bisa dikerjakan, dikerjakan. Sayang Ibu lebih banyak sakitnya. Semakin parah.." (Hal. 15 PDF)
Suasana dalam novel ini ada yang menyenangkan, yaitu ketika Tania, Dede, dan Ibu diberi bantuan oleh Danar. Danar menyekolahkan Tania dan Dede, memberikan uang kepada Ibu untuk biaya hidup mereka dan modal untuk usaha kue Ibu. Semua terasa menyenangkan, setelah tiga tahun merasakan kesedihan dan kepahitan, kini keluarga malang itu merasa senang atas semua takdir yang sekarang mereka rasakan.
 "Usaha kue itu maju sekali. Beberapa bulan kemudian Ibu harus mengajak dua anak teteangga untuk membantu di hari-hari tertentu. Pokoknya aku belum pernah melihat Ibu sesibuk ini. Tentu
Suasana dalam novel ini ada yang suasana tegang, yaitu ketika Tania dan Danar bertemu di rumah kardus tempat kehidupan tiga tahun ketika Tania miskin, suasan tegang itu muncul ketika Tania akan bertanya dan meminta pertanggungjawaban atas semua perasaan yang Danar pendam, atas linton yang Danar beri, atas sebuah novel yang tak akan pernah usai itu.
"Apakah buku tentang pohon ini sudah selesai! Cinta dari Pohon Linden?" Dia tersentak. Menoleh ke arahku. Aku tersenyum (meskipun hatiku sekaligus terluka saat mengatakan kalimat itu). Senyum pahit. Matanya berkilat-kilat bertanya: dari mana kau tahu soal buku ini?"Â
Sudut pandang dalam novel Daun Yang Jatuh Tak Akan Pernah Membenci Angin ini adalah orang pertama pelaku utama. Dalam novel ini mengisahkan pengalaman dirinya sendiri, tindakan sendiri, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, dengan sebutan si "aku", sebagai orang pertama dan sebagai pelaku utama pula yang serba tahu.
 "Aku tahu aku cantik. Tubuhku proposional. Rambut hitam legam nan panjang"
Kemudian tokoh-tokoh dalam novel ini mempunyai karakter yang berbeda dan menarik
Tania adalah seorang gadis yang cerdas, cantik, dewasa, bertanggung jawab, menepati janji, tulus, setia, membanggakan, dan berlapang dada. Selain itu, Tania juga seorang yang menyayangi keluarganya, terutama adik dan ibunya. Ia rela mengorbankan sekolahnya demi membantu sang ibu mengumpulkan pundi uang untuk kelangsungan hidup mereka.
"Setelah berjuang habis-habisan di ujian terakhir, akhirnya aku berhasil melampaui 0,1 digit si nomor satu selalu. Tipis sekali. Aku mendapatkan peringkat terbaik." (hlm. 127)
"Aku tahu aku cantik. Tubuhku proporsional. Rambut hitam legam nan panjang. Menurut seseorang yang akan penting sekali dalam semua urusan malam ini: "mukamu bercahaya oleh sesuatu, Tania.."
"Lihatlah....Tania yang dewasa dan cantik. Tania yang akan selalu membanggakan ibu. Tania yang akan selalu membanggakan." (hlm. 192)
Danar adalah seorang pemuda yang tampan, dewasa, baik, murah hati, penyayang, dan menyukai anak-anak. Ia juga pandai menulis, sehingga novel-novel karyanya laku keras di pasaran hingga merambah ke mancanegara.
"Dia berkeliling berkenalan dengan teman-temanku. Maggie yang orangtuanya tinggal di Selangor mendesis, "wow, cute," saat bersalaman dengannya. Teman-temannya ikut tertawa. Berbisik dengan genitnya. Lebih ramai."Â
"Dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan dari saku celana. Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam karena bekas jalanan. Hati-hati membersihkannya dengan ujung saputangan. Kemudian membungkusnya perlahan-lahan."Â
"saat kami akan turun, ia memberikan selembar uang sepuluh ribuan,"untuk beli obat merah."Â
"...kak Ratna nggak akan pernah suka sama anak-anak. lihat, emang pernah Kak Ratna datang di kelas mendongeng? Kak Ratna juga nggak suka berdiri di lantai dua toko buku itu. Itu kan ritual wajib Oom Danar."Â
Dede adalah seorang pemuda yang baik, menyanyangi keluarganya, cerdas, memilki nalar yang tinggi, tampan, serta tidak bisa diam. Dede seringkali menyeletuk dan mengoceh ketika sedang berkumpul dengan Oom Danar, Tania, dan Kak Ratna. Ia memiliki hobi bermain lego, sejak lego pertama yang ia dapatkan dari Oom Danar sewaktu ia kecil dulu. Ia juga pandai bercerita, karena sering bercerita bersama Oom Danar di kelas mendongeng.
"Dede ranking empat dikelas, meski tidak ikut ulangan umum karena sakit."
"kau pandai sekali bercerita. Dua kali lebih pandai dibandingkan Tania."Â
"you're really handsome baby. So i think, all the girls wouldn't mind seeing you around the flat." Anne seperti mendapatkan sansak baru, menggoda adikku."Â
Kak Ratna adalah seorang perempuan yang berperawakan seperti artis. Ia baik, menyenangkan, cantik, pengertian, mau mendengarkan, penyabar, dan tulus. Ia begitu menyayangi Danar sehingga tidak begitu menyadari perasaan yang sebenarnya Danar simpan diam-diam.
"Matang, pengertian, mau mendengarkan, dan penyabar. Aku menelan ludah. Dalam beberapa hal, sifat baik itu ada pada kak Ratna, bukan padaku."Â
"Kak Ratna amat cantik, rambutnya panjang, dan pakaiannya modis. Seperti artis-artis itu. Badannya wangi. Mukanya ber-make-up tipis. Cantik sekali."Â
"Aku bahkan sudah hampir enam bulan jarang berbincang dengannya. Dia lebih banyak diam. Lebih banyak menyendiri. Belum lagi kesibukan kerjanya. Kami hanya saling menegur di pagi hari. Saat dia pulang. Dan peluk cium sebelum tidur. Sisanya kosong."Â
Ibu adalah seorang wanita paruh baya yang sangat baik dan menyayangi keluarganya. Beliau seorang pekerja keras yang rela membanting tulang untuk bekerja serabutan agar dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya meski jauh dari kata cukup. Ibu pengertian, serta sangat sabar dan tabah dalam menhadapi kehidupan. Beliau juga seorang pencemas yang mengkhawatirkan anak-anaknya.
"kata ibu,"Tania, hati-hatilah disana! Kita harus mengganti  setiap barang yang rusak karena kita sentuh! Jaga adikmu, jangan nakal..."Â
"seminggu kemudian Ibu mulai bekerja, menjadi tukang cuci di salah satu laundry mahasiswa."Â
UNSUR EKSTRINSIK
Nilai Sosial dari novel ini adalah menolong orang dengan tidak memandang siapa yang di tolong karena menolong dengan ikhlas seperti dalam novel tokoh Danar yang menolong Tania dengan tidak memandang siapa Tania.
Nilai Moralyang terdapat dalam novel ini memberi pengetahuan kepada kita bahwa sesuatu yang terlihat sulit nyatanya tidak sesulit yang kita lihat jika kita ingin bersungguh sungguh mencapainya seperti dalam novel tokoh Tania yang pantang menyerah menjalani hidupnya walau banyak rintangan yang menghalanginya.
"Tere Liye" merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa India dengan arti : untukmu, untuk-Mu, dan nama aslinya adalah Darwis. Â Tere-Liye Lahir pada tanggal 21 Mei 1979. Tere liye mempunyai seorang istri yang bernama Riski Amelia, dan dikaruniai anak yang bernama Abdullah Psai. Lahir dan besar di pedalaman sumatera, berasal dari keluarga petani, anak keenam dari tujuh bersaudara. Darwis berasal dari Sumatra Selatan, Indonesia. Riwayat pendidikannya nya:
   SDN 2 Kikim Timur Sumasel
   SMPN 2 Kikim Timur Sumsel
   SMUN 9 Bandar Lampung
   Fakultas Ekonomi UI
Tampaknya Tere-Liye tidak ingin dikenal oleh pembacanya. Hal itu terlihat dari sedikitnya informasi yang pembaca dapat melalui bagian "tentang penulis" yang terdapat pada bagian belakang sebuah novel. Agak sulit ketika mencari tahu tentang Tere-Liye. Tere Liye telah menghasilkan 14 buah novel. Yaitu:
1. Â Â Â Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum, 2010
2. Â Â Â Pukat (Penerbit Republika, 2010)
3. Â Â Â Burlian (Penerbit Republika, 2009)
4. Â Â Â Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
5. Â Â Â Moga Bunda Disayang Allah (Republika, 2007)
6. Â Â Â The Gogons Series: James & Incridible Incidents (Gramedia Pustaka Umum, 2006)
7.    Bidadari-Bidadari Surga  (Republika, 2008)
8. Â Â Â Sang Penandai (Serambi, 2007)
9. Â Â Â Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Grafindo, 2006; Republika 2009)
10. Â Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (AddPrint, 2005)
11. Â Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur (AddPrint, 2006)
12. Â Senja Bersama Rosie (Grafindo, 2008)
13. Â ELIANA ,serial anak-anak mamak
14. Â Ayahku (Bukan) Pembohong
Tere-liye tidak seperti penulis lain yang biasanya memasang foto, contact person, profil lengkap pada setiap bukunya sehingga ketika buku/novel tersebut meledak biasanya langsung membuat penulis tersebut terkenal dan diundang serta melanglangbuana kemana-mana. Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa hidup ini sederhana melalui tulisannya. Semua novel Tere- Liye memiliki cerita yang unik dengan mengutamakan pengetahuan, moral, dan agama. Penyampaiannya tentang keluarga, moral, Islam, dakwah, sangat mengena tanpa membuat pembacanya merasa digurui.
sekian dan terima kasih :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H