"Dia tertawa kecil saat melihatku dan Dede sudah berdiri rapi menunggu di depan rumah kardus kami" (Hal. 9 PDF)
"Dede masih sibuk mematut sepatunya di depan kami. Berlari ke sana kemari. Ibu sibuk meneriakinya kalau tidak, rumah kardus kami bisa roboh" (Hal. 13 PDF)
"Tiga tahun lamanya aku dan Dede menjalani kehidupan di rumah kardus itu" (Hal.15 PDF)
 "Ribuan larik cahaya kota Singapura cantik menimpa jalanan" (Hal.110 PDF)
ketika Ibu sakit di rawat di sana dan meninggal di rumah sakit itu.
"Maka setelah terisak beberapa saat aku mengalah duduk mendeprok di lantai lorong rumah sakit" (Hal. 29 PDF)
"Aku terduduk di lantai keramik rumah sakit" (Hal.33 PDF)
Latar waktu dalam novel ini ada pada waktu pagi, siang, dan malam hari. Dimana kita bisa menemukannya dari dialog si tokoh dalam novel ini.
Pada waktu pagi ketika Ibu mengganti perban kaki Tania yang tertusuk paku, "Besok pagi-pagi Ibu mengganti perban itu dengan lap dapur, saputangan itu dicuci" (Hal. 12 PDF)
Ibu mengatakan sesuatu hal kepada Tania dan Dede pada waktu pagi, "Esok pagi selesai subuh, Ibu mengatakan beberapa hal kepadaku dan Dede" (Hal.13 PDF)
 Tania, Danar, Dede, Ratna, dan Adi mengunjungi pusara Ibu pada siang hari, "Siang itu kami mengunjungi pusara Ibu" (Hal.44 PDF)