Mohon tunggu...
Dena Hidayat
Dena Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mahasiswa ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Masyarakat dan Laki-laki Feminin, Positif atau Negatif?

8 Februari 2024   16:48 Diperbarui: 8 Februari 2024   18:34 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial terdiri dari dua kata, yaitu media dan sosial. Media merupakan sebuah alat yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan sosial merupakan suatu aksi atau interaksi dari seseorang terhadap masyarakat sekelilingnya (Kosasih, 2019). 

Sehingga media sosial dapat dikatakan sebuah wadah terbuka yang dimana pengguna atau Masyarakat dapat dengan bebas menggunakannya untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dalam media sosial cukup rentan terjadi bentuk permasalahan gender yang mencakup beragam isu, dari pelecehan online dan penyebaran stereotipe yang merugikan. 

Selain itu, seringkali terdapat perbedaan perlakuan dalam menanggapi konten atau opini yang dibagikan oleh individu berdasarkan jenis kelamin atau bahkan dalam hal tampilan fisik. 

Di sini, penulis ingin membahas tentang perspektif masyarakat terhadap konten laki-laki feminin di media sosial.

Feminin adalah ciri-ciri yang lebih sering atau umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Yang jika distereotipkan lebih berkaitan pada sifat dan perilaku perempuan daripada laki-laki secara kultural pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin dipercaya dan dibentuk oleh budaya yang idealnya sebagai perempuan (Nauly, 2003). 

Stereotype adalah pemberian sifat tertentu terhadap sesorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif hanya karena dia berasal dari kelompok lain. 

Stereotype didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya (Rosyidah & Nurwati, 2019).

Penulis telah membuat survey terhadap 36 responden, terdiri dari 10 pertanyaan. Dari 36 responden telah memberikan jawaban yang menarik tentang hal tersebut. Instagram merupakan media sosial yang paling banyak dipilih dalam kemunculan konten laki-laki feminin. 

Efek globalisasi dan zaman modern sangat berpengaruh terhadap konten-konten laki-laki feminin, dimana 17 dari 36 responden beranggapan demikian. 

Walaupun bermunculan di media sosial, lebih dari 25 dari 36 responden tidak setuju dalam mewajarkan konten tersebut. Mereka tidak menyukainya sehingga konten laki-laki feminine dapat dikatakan tidak wajar untuk dinormalisasikan.

Dalam hal kesetaraan gender dalam bentuk stereotip, 22 dari 36 responden tidak setuju mengatakan laki-laki feminin itu merupakan bentuk kesetaraan gender. 

Di sini dapat dikatakan bahwa masyarakat masih menganggap "tabu" jika melihat laki-laki feminin karena beranggapan laki-laki itu seharusnya maskulin dan gagah. 

Lebih dari setengah jawaban responden menganggap bahwa konten-konten laki-laki feminin tidak menghibur dan bukan merupakan sebuah cara mencari jati diri seseorang. Lebih dari setengah jawaban responden pun menganggap gender itu tidak dapat diubah, laki-laki tetap dengan maskulinitasnya serta perempuan dengan feminitasnya.

Karena pandangan masyarakat terhadap laki-laki feminin seringkali melibatkan stereotip gender yang membatasi ekspresi dan identitas individu. 

Laki-laki feminin mungkin mengalami tekanan sosial untuk sesuai dengan norma maskulinitas yang tradisional, sehingga mereka mungkin sulit untuk mengekspresikan sisi feminin mereka tanpa dihakimi. 

Hal ini dapat mempengaruhi mereka dan membuat mereka merasa tidak diterima di masyarakat. Penting untuk mendorong pendidikan gender yang lebih inklusif, di mana setiap individu diterima tanpa dipaksakan sesuai stereotipe gender yang sempit. 

Membiarkan laki-laki feminin dalam mengekspresikan diri dengan bebas dan aman selama tidak merusak moral adalah hal penting dalam membangun masyarakat adil dan memahami tentang keragaman gender.

Sumber:

Kosasih, E. (2019). Literasi Media Sosial dalam Pemasyarakatan Sikap Moderasi Beragama. Bimas Islam, 12 No. 1.

Nauly, M. (2003). Konflik gender & seksisme: studi banding laki-laki batak, minangkabau dan jawa. Yogyakarta: Arti.

Rosyidah, F. N., & Nurwati, N. (2019). Gender dan Stereotip: Kontruksi Realitas Dalam Media Sosial Instagram. Social Work Journal, 9. https://doi.org/Doi: 10.24198/share.v9i1.19691

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun