Dalam pandangan penulis, puasa adalah bagaimana kita mengontrol segala tarikan yang berasal dari "kehewanan" kita. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, dalam diri manusia tercampur empat jenis kecenderungan jiwa. Pertama jiwa syaitaniyah yaitu kecenderungan yang berasal dari sifat sifat setan semisal iri, dengki, licik, hasut, makar dan sejenisnya.Kedua jiwa Bahimiyyah yaitu sifat sifat binatang ternak seperti makan dan minum yang berlebihan.
Ketiga jiwa Sabuiyyah yaitu jiwa binatang buas seperti buas, liar, dan marah yang berlebihan. Keempat  jiwa Rububiyyah yaitu jiwa ketuhanan yang merupakan limpahan langsung dari sifat sifat Tuhan yang secara garis besar terbagi kepada  sifat Keindahan (Jamaliyyah) dan Keagungan (Jalaliyyah) yang terangkum dalam Asma Al Husna. Ini diperkuat oleh sabda Rasul terkasih Takhallaqu Biakhlaqilah artinya bersifatlah kalian dengan mencerap dan meniru sifat sifat Allah Azza Wajalla.
Puasa adalah bagaimana kita menjadikan sifat sifat Rububiyyah kita lebih dominan dan menguasai ketiga sifat diatas.Untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah karena diperlukan niat yang kuat serta kesungguhan yang berlipat dan proses terus menerus tanpa jeda dari kita untuk memperbaiki diri, menambah ilmu dan kearifan. Yang terpenting mempesiapkan (isti'dad) diri ini agar pantas dan memiliki sinyal rohani untuk menerima  limpahan (fayd) dan limpahan cahaya (illuminasi ) hikmah-Nya yang setiap saat Tuhan pancarkan kepada alam wujud ini.
Mulla Sadra seorang Arif besar menjelaskan bahwa gerakan menuju kesempurnaan (Al Harakah Al Kamaliyyah) dialami oleh setiap jiwa manusia. Ia menegaskan bahwa ketika pertama kali hadir di dunia, jiwa merupakan wujud alamiah yang memerlukan jasmani agar bisa meng-ada.Jiwa tersebut pada masa masa awal memerlukan jasmani agar bisa mengindividu dan eksisten. Dalam proses kembalinya jiwa dari alam material menuju alam spiritual manusia akan mengalami transformasi spiritual sesuai kadar dan potensi dirinya.Karena itu jika manusia konsisten dan aktif mengikuti petunjuk yang diberikan akalnya serta petunjuk dari Sang Penguasa melalui para utusan-Nya maka jiwanya akan berproses menuju kesempurnaan.
Jiwa hasil proses transformasi ini akan melahirkan energi yang tidak terbatas dan dorongan positif untuk mewujudkan sifat sifat Rububiyyah Tuhan dalam konteks realitas sosialnya. Energi langit diperlukan oleh manusia untuk keberlangsungan hidupnya di alam yang sementara ini. Setelah mencerap energi Ramadhan seharusnya jiwa seorang yang berpuasa akan berubah menjadi kualitas kualitas Muttaqin semisal pengasih, penyayang, penebar cinta dan kasih sayang serta peduli kepada sesamanya.
Para pelaku puasa setelah ditempa dalam kawah candradimuka Ramadhan selama sebulan penuh maka jiwanya selain memiliki ketajaman spiritual  yang dipenuhi cinta universal, mereka juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Kecintaan kepada Tuhan diejawantahkan dalam mencintai sesama. membela yang tertindas, menjadi lokomotif perubahan sosial serta aktif dalam tugas tugas kemanusiaan.
Wallahu alam bisshawab.
*)Penulis adalah Alumni Magister Filsafat Islam ICAS Paramadina-Jakarta, Anggota KAHMI Lampung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H