Puasa dalam pandangan Rumi
 Maulana Jalaluddin Rumi (1207-1273 M) seorang mistikus besar Persia mengungkapkan hakikat dari puasa dalam bait bait puisinya.
Jika otak dan perutmu terbakar karena puasa,
Api mereka akan terus mengeluarkan ratapan dari dalam dadamu.Melalui api itu, setiap waktu kau akan membakar seratus hijab.
Dan kau akan mendaki seribu derajat di atas jalan serta dalam hasratmu
Dalam perspektif Rumi, puasa sejatinya ritual yang menghantarkan ruh manusia agar mendaki naik dan berproses menuju kesempurnaan. Dengan berpuasa, jiwa jiwa rendah manusia yang selama ini terikat oleh tarikan dunia material ditransformasi agar mampu menguasai dan mengontrol dorongan hawa nafsu bukan malah dikuasai dan dikendalikan olehnya. Hasil akhirnya jiwa (Nafs) yang telah melakukan penyucian dengan puasa akan menjadi murni dan memiliki kesiapan (isti'dad) untuk menerima limpahan cahaya-Nya. Jiwa ini menjadi Nafsu yang diridhai (al-Nafs al-Mardhiyyah) dan Nafsu yang tenang (al-Nafs al-Muthmainnah).
Mencapai kualitas puasa yang mampu membakar seratus hijab dan mendaki seribu derajat dalam perspektif Rumi ini tentu tidak mudah dilakukan. Diperlukan niat yang tulus, kesungguhan serta kesabaran agar  mampu mewujudkan kualitas puasa tersebut. Kualitas ini sejalan dengan substansi tujuan puasa sendiri yaitu membentuk pribadi bertaqwa (QS.2:183).
Cinta kuncinya
Dalam pandangan penulis salah satu kunci agar kualitas puasa kita mampu menghantarkan menjadi pribadi bertaqwa serta mampu menjadi spirit bagi kita untuk melakukan pendakian spiritual adalah cinta ilahiyyat (al-isyq al-ilahiyyat). Ibadah ritual apapun jika niat awalnya adalah cinta , sesulit apapun akan terasa manis dan indah. Nampaknya kita perlu mempertanyakan motivasi utama kita melakukan segala bentuk peribadatan maupun segala amal kebajikan yang selama ini kita lakukan.
Sebagian dari kita mungkin berpuasa motivasinya ingin mendapat pahala, ingin masuk surga dan terhindar dari neraka, ingin sehat dan diet dengan berpuasa  dan lain sebagainya. Niat niat tersebut tidaklah keliru namun alangkah lebih baiknya dengan semakin dewasanya pemahaman keberagamaan kita, kita tingkatkan motivasi kita melakukan segala ritual dan aktivitas kebajikan apapun termasuk dalam hal ini berpuasa hanyalah realisasi dari kecintaan kita kepada sang Maha Kekasih yaitu Allah SWT.
Dalam cinta tak ada paksaan,  tak ada pamrih,  tak ada hukuman dan ganjaran yang ada adalah kerinduan (al-'isyq) mendalam untuk bertemu dan bersatu dengan sang kekasih. Karena itu shalatlah karena cinta maka kita akan mengalami Mi'raj ruhani untuk bercengkerama dengan sang Kekasih muara segala pecinta , berpuasalah karena cinta karena dengan cinta segala lapar dan haus yang kita rasakan akan mampu membakar seratus hijab dan menaikkan kita ke derajat spiritual tertinggi untuk sampai kepada-Nya, berzakatlah karena cinta karena dengan cinta, pengorbanan harta kita demi menolong sang fakir miskin begitu dicintai Sang kekasih penguasa semesta, berhajilah karena cinta karena dengan cinta, Haji yang kita lakukan akan menghantarkan kita kepada Arafah (padang pengenalan Tuhan) dan Baitullah (Rumah sang kekasih).
Puasa dan Transformasi JiwaÂ
Puasa merupakan medium yang tepat bagi sang jiwa untuk dilatih dengan didikan langsung dari sang Guru Agung, Allah SWT. Jiwa adalah unsur dalam diri manusia yang dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu tarikan dunia rendah alam materi dan tarikan alam spiritual. Jiwa ditarik oleh dimensi jasad yang berasal dari tanah dan dimensi ruh yang berasal dari alam ketinggian dan bersifat ilahiyah.