Sebuah Refleksi ontologis eksistensial tentang "Cinta"
Cinta 1) adalah kehidupan. Membicarakan cinta adalah membicarakan  kehidupan . Cinta adalah tema sentral karya seni, kesusasteraan, puisi dan peradaban manusia sejak dulu hingga sekarang.Â
Kisah abadi Romeo dan Juliet, Romantisme Laila majnun, cita rasa artistik lukisan Monalisa, dan mahakarya arsitekur nan megah Taj Mahal adalah beberapa contoh nyata betapa cinta senantiasa menjadi inspirasi abadi  sepanjang masa. Cinta tak dapat didefinisikan. Mendefinisikan cinta berarti membuat batasan dan mempersempit eksistensi cinta.
Cinta yang ingin penulis angkat dalam tulisan ini bukanlah cinta  romantis yang umum difahami yaitu  relasi dua manusia yang berlawanan jenis :laki laki dan perempuan. Relasi ini  adalah jenis cinta juga namun dalam konteks terbatas.Â
Penulis ingin membahas cinta dalam tingkatannya yang lebih tinggi dan melampaui relasi tersebut. Cinta yang dimaksud adalah cinta yang mengalir pada semua realitas, baik alam material (seperti manusia, hewan, tumbuhan serta benda benda tak hidup), maupun pada entitas entitas  immaterial bahkan Tuhan.  Cinta yang penulis maksud adalah cinta dalam sudut pandang ontologis- eksistensial.
Cinta Menurut Plato
Siapapun yang hendak melihat cinta dari sudut pandang filosofis, maka paradigma Plato tentang cinta perlu menjadi referensi penting. Dalam Diotima 2) Â yang nampaknya merupakan gagasan Plato sendiri, Ia menjelaskan pandangan gurunya Socrates tentang cinta pada sebuah jamuan makan malam yang dihadiri oleh para tokoh dan Filsuf Yunani.Â
Menurut beberapa cendekiawan Yunani, Cinta bertendensi lazim pada fakta sosial bangsa Yunani yaitu mengarah pada insting seksual dan keindahan lawan jenis.Bagi mereka cinta (eros) adalah Dewa yang dipuja keindahan dan ketuhanannya. Keyakinan mainstream bangsa Yunani ini sejak semula telah ditentang oleh Socrates,.
Ia berpendapat bahwa secara eksistensial, cinta dalam dirinya tak pernah baik atau indah, cinta tak bisa indah karena ia merupakan hasrat untuk memiliki keindahan, dan seseorang tak bisa menghasratkan sesuatu yang telah dimilikinya.
Cinta tak memiliki kebaikan dalam dirinya, namun ia adalah sarana untuk mencapai kebaikan.Pada akhir pidatonya ini, Socrates mengatakan bahwa "manusia tak akan pernah menemukan penolong yang lebih baik daripada cinta"
Plato berusaha menemukan elemen yang sama dalam semua jenis cinta, selama tak ada perbedaan nilai yang dibuat terhadap berbagai jenis cinta tersebut.Dengan cara tersebut, berbagai jenis cinta yang berbeda ini dipandang secara hirarkis. Salah satunya dianggap lebih unggul dari yang lain, karena tujuannya lebih baik secara hakiki.Â