Fenomena kemunculan Fintech P2P Lending atau Pinjaman Online (Pinjol) sejak 6 tahun terakhir hingga saat ini masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Citra negatif kerap melekat dan sudah identik bagi Pinjol. Pinjol itu awalnya dianggap sebagai "pahlawan" yang memberi pinjaman tanpa ribet namun setelahnya dianggap sebagai "penjahat" yang layak dicaci, dihujat dan dihina sepuasnya. Begitulah nasib pinjol.
Saya nonton di youtube dan baca beberapa berita atau artikel, bahwa masih saja ada (banyak) netizen yang kerap menyudutkan, mencaci dan skeptis terhadap keberadaan pinjol yang di awasi oleh OJK. Perlu diketahui bahwa pendirian perusahaan pinjol tidaklah mudah. Perusahaan pinjol harus melalui 2 tahapan di Otoritas Jasa Keuangan, yakni tahapan pendaftaran dan perizinan.Â
Kedua tahapan tersebut membutuhkan waktu yang panjang dan perusahaan pinjol harus melengkapi seluruh persyaratan aspek legalitas, operasional dan keamanan sistem informasinya. Tidak berhenti sampai disitu, OJK juga mengontrol perusahaan pinjol secara ketat, melalui peraturan yang cukup kompleks serta kewajiban pinjol untuk menyampaikan laporan rutin dan non rutin kepada OJK.
Terkait dengan konsumen, OJK juga mewajibkan dan mengontrol perusahaan pinjol untuk melaksanakan peraturan yang berkaitan dengan layanan dan pengaduan konsumen. Peraturan layanan dan pengaduan konsumen ini tidak mudah untuk dilaksanakan oleh perusahaan pinjol. Hanya perusahaan pinjol yang serius berbisnis saja yang mau dan sanggup untuk menjalankannya. Bila pinjol tidak menjalankannya, maka OJK tidak ragu untuk memberi sanksi bahkan mencabut tanda daftar perusahaan pinjol tersebut. Hal ini bisa kita lihat pada situs OJK, bahwa perusahaan pinjol yang diawasi oleh OJK jumlahnya semakin berkurang. Itulah seleksi alam bagi pinjol.
Soal penagihan, "Katanya" Pinjol lebih "sadis" dari lembaga keuangan lain
Sebagai pendatang baru di industri keuangan memang pinjol harus melewati jalan terjal terlebih dahulu. Pinjol acap kali diberi label oleh netizen sebagai perusahaan yang tidak berperikemanusiaan dan sadis, netizen terkesan mengeneralisir seluruh pinjol itu sama kelakuannya. Satu atau dua bahkan tiga pinjol yang"nakal", maka ratusan pinjol legal dan berkualitas terkena imbasnya. Netizen seolah lupa, bisnis pinjol itu hampir "mirip" dengan lembaga keuangan lain yang mengelola kredit seperti Bank dan Multifinance atau leasing.Â
Bank dan leasing yang telah mengelola potofolio pinjaman lebih banyak dari pinjol juga akan mengambil tindakan tegas sesuai peraturan yang berlaku jika peminjamnya gagal bayar atau gagal memenuhi kewajibannya. Bila dalam proses penagihan tersebut terjadi tindak kejahatan, maka itu semata-mata bukanlah SOP atau aturan dari perusahaan, melainkan karena oknum penagihnya yang nakal.Â
Pinjol juga pasti belajar banyak dari Bank dan leasing dalam hal penagihan, karena Bank dan leasing lebih berpengalaman soal strategi tagih menagih pinjaman. Pinjol juga sama seperti Bank dan leasing, yakni terikat dengan aturan sama dari OJK, ditambah lagi pinjol juga memiliki aturan dari asosiasi yakni AFPI terkait kode etik penagihan.
Bunga Pinjol tinggi seperti "lintah darat"
Diawal pinjol lahir memang belum banyak aturan atau payung hukum yang mengatur aturan mainnya, namun saat ini aturan soal bunga telah diatur oleh AFPI terkait batasan bunga dan pengembalian pinjaman. Tidak fair bila bunga pinjol dibandingkan dengan Bank dan Multifinance, karena pinjol itu perantara dalam memberikan pinjaman.Â
Lalu, proses pinjam meminjam di pinjol jauh lebih mudah, cepat dan efisien dari Bank dan Multifinance, karena pinjol mengedepankan kecanggihan dan keandalan teknologi dalam proses identifikasi peminjam hingga proses pendanaan dapat dilakukan tanpa tatap muka secara langsung dengan peminjam.Â
Pemberian bunga di pinjol juga ditentukan berdasarkan tingkat risiko peminjam, sehingga pinjol berdasarkan persetujuan pemberi pinjaman akan memberikan bunga yang tinggi kepada profil risiko peminjam yang tinggi juga, demikian sebaliknya. Rangkaian proses yang cepat, mudah dan efisien inilah yang menjadi nilai tambah bagi pinjol yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Tentunya ada harga lebih yang harus dibayar oleh konsumen terkait hal ini. Jika konsumen sepakat maka terima, jika tidak ya cari pinjaman lain. Simpel, gitu aja kok repot.
Apa kontribusi pinjol terhadap perekonomian Indonesia?
Pinjol legal telah berkontribusi banyak dalam perekonomian Indonesia, mulai dari penyerapan tenaga kerja, terhadap produk domestik bruto, ketimpangan, inklusi keuangan dan banyak lagi, kalau tidak percaya cari saja di google hasil risetnya INDEF terhadap pinjol, kata kuncinya: "Studi dampak Fintech P2P Lending terhadap perekonomian nasional".
Literasi Keuangan di Indonesia masih rendah
Dugaan saya, citra pinjol kurang baik di masyarakat mungkin karena masih banyaknya pinjol bodong yang beredar. Masyarakat sulit membedakan mana pinjol legal dan mana yang ilegal. Pinjol bodong masih beroperasi layaknya hantu gentayangan pasti karena masih banyaknya masyarakat yang terjebak meminjam di pinjol bodong tersebut, sehingga teror dan ancaman menjadi senjata bagi pinjol bodong dalam melakukan penagihan.
Pinjol bodong pasti sangat mengerti kenapa dia harus bermain "kucing-kucingan" dengan OJK. Jawabannya adalah karena kebutuhan kredit atau pinjaman di Indonesia sangat tinggi dan tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah. Kalau kebutuhan kredit yang tinggi ini jadi pasar juga bagi pinjol legal dan lembaga keuangan lainnya, namun tingkat leterasi masyarakat yang rendah justru ini menjadi sasaran empuk bagi pinjol bodong untuk mengeksploitasinya.Â
Berdasarkan hasil survey OJK tahun 2019, tingkat literasi keuangan masyrakat Indonesia baru mencapai 38,03%. Inilah keresahan kita yang sesungguhnya. Mencapai 50% saja belum, maka wajar jika pinjol bodong terus bergentayangan. Untuk itulah, pinjol legal gencar melakukan seminar atau webinar keseluruh penjuru tanah air guna memberikan edukasi dan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat. Ini salah satu cara dari pinjol legal untuk memerangi pinjol bodong dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat kita.Â
Pinjol bodong itu layaknya seperti tindak kejahatan dimasyarakat, meskipun ada aparat kepolisian ditengah masyarakat, tidak menutup kemungkinan tindak kejahatan itu akan sirna, maka perlu kesadaran, kewaspadaaan dan pengetahuan dari masyarakat agar terhindar dari aksi kejahatan. Demikian halnya dengan keberadaan pinjol bodong, perlu kesadaran, kewaspadaan dan pengetahuan dari masyarakat agar terhindar dari jebakan atau iming-iming mendapatkan pinjaman dengan mudah.Â
Ada banyak sekali beredar di internet cara membedakan pinjol bodong dan pinjol legal atau cukup dengan membuka situs OJK, maka kita tau siapa saja pemain pinjol legal.  Jadi, tidak cukup hanya OJK, Kominfo dan kepolisian saja yang berperan dalam memberantas pinjol bodong, masyarakat juga harus berperan aktif  untuk tidak mencari pinjaman dari pinjol bodong. Lain cerita ya jika dengan sengaja minjam dipinjol bodong.
Masyarakat juga harus proaktif menyampaikan pengaduan ke perusahaan pinjol legal, AFPIÂ dan OJKÂ bila merasa dirugikan atau mengalami hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ini merupakan kontrol sosial yang seimbang dari masyarakat agar kedepannya seluruh pihak terkait (Pinjol, AFPIÂ dan OJK) dapat melakukan evaluasi dan perbaikan.
Jadi bukan kehadiran pinjol yang bikin resah melainkan rendahnya tingkat literasi keuangan inilah sumber keresahan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H