Generasi millennial saat ini dianggap sebagai "juru kunci" dalam menentukan sejarah Indonesia kedepan. Mari kita lihat di tahun politik saat ini, suara dan dukungan generasi milenial diperebutkan bak primadona, hal ini disebabkan suara dan dukungan generasi milenial dianggap sebagai faktor penentu sebuah kontestasi politik.Â
Tidak hanya dari sisi politik saja, dari sisi ekonomi pun peran generasi milenial sudah dibicarakan ditingkat nasional, bahkan internasional. Bagaimana tidak, hal ini dibuktikan dengan keterlibatan generasi milenial Indonesia saat ini dalam pengembangan ekonomi digital dan terbukti mampu membawa pundi-pundi Rupiah mengalir ke produk domestik bruto (PDB).
Ekonomi digital yang diperkenalkan generasi milenial saat ini membawa keuntungan sekaligus tantangan bagi berbagai pihak. Meskipun tantangan dan risiko ekonomi digital saat ini masih menyisakan "pekerjaan rumah" seperti serangan cyber ataupun fraud yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, namun kita semua yakin dan optimis bahwa generasi milenial akan membawa Indonesia menjadi salah satu pemain ekonomi digital terbesar di dunia. Bila ekosistem ekonomi digital berjalan stabil tentu hal ini dapat membantu menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia, demikian juga sebaliknya.
Mengingat pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan dalam menjaga kondisi perekonomian Indonesia, maka sebagai pemain dan pengguna ekonomi digital terbesar di Indonesia, generasi milenial diharapkan memiliki pengetahuan terhadap Stabilitas Sistem Keuangan.
Generasi Milenial Harus Tau, Apa itu Stabilitas Sistem Keuangan?
Dikutip dari laman Bank Indonesia, Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
Dikutip juga dari laman Otoritas Jasa Keuangan, Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dari kedua defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem keuangan merupakan "organ vital" perekonomian yang harus dijaga dalam menghadapi berbagai gangguan ekonomi, contohnya penurunan nilai tukar Rupiah dan melambungnya harga-harga kebutuhan rumah tangga.
Sebagai contoh lain, generasi milenial tentu sudah sangat familiar terhadap financial technology (fintech) baik itu fintech lending maupun fintech payment gateway. Model bisnis fintech memiliki dampak pada stabilitas sistem keuangan. Hal ini terjadi karena fintech mampu meningkatkan kecepatan perputaran uang di masyarakat dan terbukti membawa manfaat bagi konsumen, pelaku usaha, maupun perekonomian nasional, namun di sisi lain fintech memiliki potensi risiko yang apabila tidak dimitigasi secara tepat maka dapat mengganggu sistem keuangan.
Untuk Apa Stabilitas Sistem Keuangan Dijaga?
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per januari 2019 fintech lending telah menyalurkan kredit sebesar 25,9 triliun kepada masyarakat. Masifnya penyaluran kredit melalui platform digital tersebut diyakini dapat mendongkrak kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan. Namun semua itu perlu didukung dengan pemahaman masyarakat dalam mengakses layanan fintech, hal ini untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari praktik kejahatan keuangan. Apabila praktik kejahatan keuangan terjadi secara masif dan sistematis tentu dapat mengganggu Stabilitas Sistem Keuangan dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Maka dari itu sistem keuangan memiliki korelasi dengan kekuatan keuangan rumah tangga dalam mendukung stabilitas makro keuangan. Keuangan rumah tangga yang aman dapat menjadi tulang punggung stabilitas keuangan yang kuat, untuk itulah Stabilitas Sistem Keuangan perlu dijaga secara baik dan tepat.
Apa dan Bagaimana Penerapan Stabilitas Sistem Keuangan?
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab dan berperan penting dalam menerapakan serangkaian kebijakan secara tepat guna menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, antara lain:
- Merumuskan kebijakan moneter untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional.
- Menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan melalui Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran termasuk fintech payment gateway, Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang  bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
- Memantau kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
- Mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan yang mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis hal ini untuk meminimalisir terjadinya krisis yang bersifat sistemik.
Dalam mengawal Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia berkoordinasi dan bekerjasama dengan otoritas keuangan lain. Penguatan koordinasi difokuskan pada sinergi kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta koordinasi bilateral Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang difokuskan pada penanganan bank bermasalah sebagaimana diamanatkan dalam UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Sementara penguatan koordinasi multilateral sektor keuangan dilakukan dalam kerangka Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk pencegahan dan penanganan krisis.
Di samping itu, Bank Indonesia juga senantiasa berperan aktif dalam fora internasional sektor keuangan, antara lain melalui keanggotaannya dalam Financial Stability Board (FSB) terkait dengan reformasi sektor keuangan global.
Kebijakan Makroprudensial
Dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia menggunakan kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi. Namun fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi keuangan saja, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Hal ini dikarenakan kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan dengan tujuan akhir meminimalkan terjadinya risiko sistemik.
Kerangka kebijakan makroprudensial di Bank Indonesia disusun dengan difokuskan pada upaya untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan yang diwujudkan melalui 4 (empat) hal, yaitu:
- Risiko sistemik yang teridentifikasi sejak dini dan termitigasi
- Financial imbalances yang minimal sehingga mendukung fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas
- Sistem keuangan yang efisien
- Akses keuangan dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang meningkat.
Kerangka kebijakan akan berhasil mencapai sasaran apabila diimplementasikan melalui strategi operasional yang baik. Dengan strategi operasional yang baik, diharapkan proses identifikasi risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat, termasuk mengetahui bagaimana risiko tersebut menyebar dan melalui saluran apa penyebarannya. Terdapat 4 (empat) elemen utama dalam strategi operasional tersebut, yakni:
- Risiko sistemik
- Pengawasan makroprudensial melalui pemantauan dan analisis terhadap risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya serta pemberian sinyal risiko
- Respons kebijakan melalui desain dan implementasi instrumen kebijakan makroprudensial
- Protokol manajemen krisis (PMK).
Penutup
Nasib perekonomian Indonesia kedepan dipengaruhi oleh generasi milenial, banyak hal telah dibuktikan generasi ini dalam membantu pertumbuhan ekonomi melalui teknologi digital. Beberapa perusahaan rintisan atau startup mulai dari yang terkecil sampai yang raksasa hampir seluruhnya dipenuhi oleh generasi milenial. Untuk itu generasi milenial juga harus mengenal dan memiliki pemahaman terhadap Stabilitas Sistem Keuangan di Indonesia dan mengikuti perkembangan kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh otoritas terkait. Selain berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, diharapkan generasi milenial juga turut serta berkontribusi dalam menjaga kestabilan sistem keuangan di Indonesia. Semoga.
Referensi:
- https://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/serbaserbi/Documents/Makroprudensial.pdf
- https://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-dan-stabilitas/kajian/Documents/KSK_No_32_Maret_2019.pdf
- https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-keuangan/Pages/Ikhtisar.aspx
- https://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/peran-bi/peran/Contents/Default.aspx
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H