Maka dari itu sistem keuangan memiliki korelasi dengan kekuatan keuangan rumah tangga dalam mendukung stabilitas makro keuangan. Keuangan rumah tangga yang aman dapat menjadi tulang punggung stabilitas keuangan yang kuat, untuk itulah Stabilitas Sistem Keuangan perlu dijaga secara baik dan tepat.
Apa dan Bagaimana Penerapan Stabilitas Sistem Keuangan?
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab dan berperan penting dalam menerapakan serangkaian kebijakan secara tepat guna menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, antara lain:
- Merumuskan kebijakan moneter untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional.
- Menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan melalui Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran termasuk fintech payment gateway, Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang  bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
- Memantau kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
- Mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan yang mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis hal ini untuk meminimalisir terjadinya krisis yang bersifat sistemik.
Dalam mengawal Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia berkoordinasi dan bekerjasama dengan otoritas keuangan lain. Penguatan koordinasi difokuskan pada sinergi kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta koordinasi bilateral Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang difokuskan pada penanganan bank bermasalah sebagaimana diamanatkan dalam UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Sementara penguatan koordinasi multilateral sektor keuangan dilakukan dalam kerangka Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk pencegahan dan penanganan krisis.
Di samping itu, Bank Indonesia juga senantiasa berperan aktif dalam fora internasional sektor keuangan, antara lain melalui keanggotaannya dalam Financial Stability Board (FSB) terkait dengan reformasi sektor keuangan global.
Kebijakan Makroprudensial
Dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia menggunakan kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi. Namun fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi keuangan saja, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Hal ini dikarenakan kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan dengan tujuan akhir meminimalkan terjadinya risiko sistemik.
Kerangka kebijakan makroprudensial di Bank Indonesia disusun dengan difokuskan pada upaya untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan yang diwujudkan melalui 4 (empat) hal, yaitu:
- Risiko sistemik yang teridentifikasi sejak dini dan termitigasi
- Financial imbalances yang minimal sehingga mendukung fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas
- Sistem keuangan yang efisien
- Akses keuangan dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang meningkat.
Kerangka kebijakan akan berhasil mencapai sasaran apabila diimplementasikan melalui strategi operasional yang baik. Dengan strategi operasional yang baik, diharapkan proses identifikasi risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat, termasuk mengetahui bagaimana risiko tersebut menyebar dan melalui saluran apa penyebarannya. Terdapat 4 (empat) elemen utama dalam strategi operasional tersebut, yakni:
- Risiko sistemik
- Pengawasan makroprudensial melalui pemantauan dan analisis terhadap risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya serta pemberian sinyal risiko
- Respons kebijakan melalui desain dan implementasi instrumen kebijakan makroprudensial
- Protokol manajemen krisis (PMK).
Penutup