SEBUAH PENGAKUAN
"Karet rambutmu jatuh," sebuah suara bariton mengejutkanku.
Di tangan seorang pemuda berjenggot kulihat karet rambut beludru berwarna merah. Milikku.
"Terima kasih," bisikku sembari mengambil karet rambut dari tangan pemuda itu.
"No problem," jawabnya dengan senyum lebar. Segaris gigi putih hiasi wajahnya.
Aku mengangguk dengan senyum kecil, segera pergi menyusul teman-teman yang telah lebih dulu berjalan ke pendopo. Sebuah Pendopo yang disiapkan untuk rombonganku. Acara piknik ke kebun teh Desa Kemuning, telah kunanti jauh-jauh hari. Tempat yang sejuk. Cocok untuk hilangkan penat dan gundah hati.
Tas ransel kuletakkan di atas tikar. Kuamati sekitar. Hijau daun-daun teh dari pohon teh terhampar. Segar.
Beberapa teman berfoto di antara pohon teh. Mereka melambaikan tangan mengajakku ikut berfoto. Kubalas dengan lambaian. Aku tak ingin berfoto.
Di depan mushola dekat pendopo, kulihat pemuda tadi duduk di lantai. Sendiri. Agak aneh melihat seseorang sendirian di tempat seperti ini. Tempat wisata yang cukup ramai. Tapi apa peduliku?