"Nak, ambil korek api dan beberapa lilin di laci," pintaku pada si sulung.
"Untuk apa, Bu?" tanyanya heran.
"Ayo kita ke rumah keluarga Topo," ajakku pada anak-anak.
Perlahan-lahan kami berjalan menuju seberang rumah. Si sulung membawa sebuah lilin menyala. Cukup untuk menerangi jalan. Toh kami terbiasa berada di tempat yang tak terlalu terang.
Kuketuk pintu rumah keluarga Topo. Terdengar suara sandal diseret.
Gubrak!Â
"Aduh!"teriak Bu Topo.
Sepertinya ia menabrak sesuatu. Suara bungsunya yang menangis masih terdengar.
Pintu terbuka. Dalam cahaya remang lilin, wajah Bu Topo tampak kusut.
"Maaf, saya lihat rumah Ibu masih gelap. Pakailah lilin ini jika Ibu membutuhkan," kataku lirih sembari mengulurkan beberapa batang lilin.
Bu Topo memandangku dan anak-anak. Mulutnya sedikit terbuka. Sepertinya ia tak percaya. Dengan tangan bergetar, diterimanya lilin yang kuberi.Â