Perbankan syariah adalah sistem perbankan yang berdasarkan prinsip syariah Islam, termasuk larangan riba dan bunga. Sistem ini memberikan alternatif terhadap sistem perbankan tradisional, khususnya bagi komunitas Muslim yang ingin menghindari praktik keuangan yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Artikel ini  membahas tentang sejarah dan perkembangan perbankan syariah dalam perspektif global dan lokal, khususnya di Indonesia.
Perbankan Syariah Global Dalam keuangan Islam, bunga uang tergolong riba yang artinya haram.
 Upaya awal telah dimulai di banyak negara mayoritas Muslim  untuk mendirikan lembaga perbankan alternatif yang tidak berafiliasi dengan Ribawi. Mengingat keinginannya untuk terbebas dari mekanisme suku bunga, pendirian bank syariah pada awalnya banyak menimbulkan pertanyaan.
 Hal ini bermula dari asumsi bahwa sistem perbankan bebas bunga tidak mungkin dan tidak normal. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana bank Islam  membiayai operasionalnya. Upaya modern pertama untuk mendirikan bank bebas bunga untuk mengelola dana haji dimulai di Pakistan  pada pertengahan tahun 1940an, namun gagal.
 Perkembangan selanjutnya dalam upaya pendirian bank syariah tersukses dan inovatif zaman modern terjadi di Mesir pada tahun 1963 dengan berdirinya Bank Tabungan Regional Mit Ghamr. Sayangnya karena gejolak politik di Mesir, Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran sehingga pada tahun 1967 operasionalnya diambil alih oleh  Bank Nasional Mesir dan Bank Sentral Mesir. Dengan akuisisi ini, prinsip bebas bunga Mitt Gaml dihilangkan, dan bank yang dikembalikan akan beroperasi berdasarkan suku bunga. Pada tahun 1971, pada masa rezim Sadat, Bank Sosial Nasir didirikan, dan konsep bebas bunga akhirnya dihidupkan kembali. Tujuan bank ini adalah untuk kembali beroperasi berdasarkan  konsep yang dipraktikkan oleh Mit Gum .
 Abu Zahra, Abu'ala al-Mawdudi Abdullah al-Arabi, dan Yusuf Qardawi mengatakan, bunga bank  termasuk riba  yang dilarang dalam Islam. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh melakukan negosiasi dengan bank yang mempunyai sistem suku bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau keadaan terpaksa.
 Padahal, menurut Yusuf Qardawi, ia tidak menyetujui kata "darurat" atau "paksaan" namun melarang kerasnya.Pendapat ini diperkuat oleh al-Shirbashi yang mengatakan bahwa bunga bank yang diperoleh orang yang menitipkan uangnya di bank adalah sejenis riba, baik murah maupun mahal. Namun jika perlu, agama memperbolehkan Anda meminjam uang di bank  dengan bunga.
 Pada Konferensi Menteri Luar Negeri  Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang diadakan di Karachi, Pakistan pada bulan Desember 1970, Mesir mengajukan usulan berupa tinjauan dan usulan pembentukan International Islamic  Trade and Development Bank.Untuk pembentukan Federasi Perbankan Islam (Islamic Banking Federation). Inti dari usulan ini adalah  sistem keuangan berbasis bunga harus diganti dengan  sistem koperasi dengan sistem bagi hasil.
 Akhirnya pada bulan Oktober 1975, Islamic Development Bank (IDB) didirikan dengan anggota dari 22 negara Muslim. Bank tersebut memberikan dukungan keuangan terhadap perkembangan negara-negara anggotanya,contohnya membantu mereka dalam mendirikan banksyariah di negaranya masing-masing, dan berperan penting dalam penelitian  ekonomi, perbankan, dan keuangan Islam. Berkantor pusat di Jeddah, Arab Saudi, bank ini saat ini memiliki anggota di  lebih dari 56 negara.
Perbankan Syariah di Indonesia Deregulasi perbankan dimulai pada tahun 1983.
 Pada tahun itu, BI memberikan kebebasan kepada bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap  kebijakan deregulasi perbankan  akan menciptakan kondisi industri perbankan yang lebih efisien dan mendukung perekonomian. Pada tahun 1983, pemerintah Indonesia  berencana memperkenalkan ``sistem bagi hasil'' dalam pemberian pinjaman, sebuah konsep yang dipinjam dari bank syariah.
 Pada tahun 1988, pemerintah mengumumkan Paket  Deregulasi Perbankan tahun 1988 (Pakto 88), yang memperluas cakupan seluas-luasnya untuk membuka bank guna mendukung pembangunan (liberalisasi sistem perbankan). Meskipun semakin banyak bank konvensional yang didirikan, beberapa layanan perbankan komunitas berbasis syariah juga  bermunculan.Pada tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.
Pada tanggal 18 hingga 20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya tentang kepentingan perbankan dan operasional perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih rinci pada Musyawarah Nasional IV MUI yang diadakan di Jakarta pada tanggal 22 -- 25 Agustus 1990, yang menghasilkan wajibnya pembentukan kelompok kerja pendirian bank syariah di Indonesia .
 Kelompok kerja terkait disebut Tim Perbankan MUI  dan bertugas menangani dan memberi nasihat kepada semua pihak yang berkepentingan. Pada tahun 1998, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memperbaiki UU No. Pada bulan Juli 1992, disahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa terdapat dua sistem  perbankan di tanah air: sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah (dual banking system). Peristiwa tersebut disambut hangat oleh kalangan perbankan dan berujung pada berdirinya beberapa bank syariah lainnya yaitu Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar, BPD Aceh, dll.
 Perkembangan perbankan syariah baik di tingkat global maupun lokal menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Islam dapat diperkenalkan ke dalam sistem keuangan modern. Terlepas dari tantangan awal yang ada, perbankan syariah kini  berkembang pesat dan menjadi alternatif yang layak bagi komunitas Muslim di seluruh dunia. Perbankan syariah berkembang di Indonesia, didorong oleh peraturan yang semakin canggih dan minat masyarakat terhadap produk keuangan berbasis syariah yang semakin meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H