Konflik ini adalah konflik paling sederhana dan kompleks yang pernah ada. Asal mula konflik dipengaruhi karena ketidakpuasan rakyat terhadap Bashar al- Assad. Dia adalah putra dari Hefedz al-Assad, pemimpin saat ini dari keluarga Assad. Rezim Assad merujuk pada beberapa pemerintahan berbeda yang dijadikan pemimpin di Suriah selama lebih dari 30 tahun.Pada tanggal 11 Maret 2011, konflik Suriah dimulai ketika para demonstran di kota Daraa berteriak-teriak slogan anti pemerintah. Slogan di atas dimaksudkan untuk perangai berlebihan, merendahkan Bashar al-Assad. Pemerintah Suriah menanggapi peristiwa tersebut dengan brutal. Semua anak muda yang dicurigai mempromosikan yel-yel anti - pemerintah atau anti rezim disiksa dan dipenjara oleh pihak berwenang Suriah, karena taktik polisi yang menindas, protes meluas ke kota-kota tetangga. Informasi bocor dengan cepat sebagai akibat dari perkembangan internet dan teknologi komunikasi. Informasi dari platform media sosial pada saat itu dicerna oleh masyarakat umum.
Pada tahun 2012, situasi politik Suriah terus memburuk dan berpotensi untuk menekan protes publik. Bashar al-Assad meminta militer dan polisi untuk menggunakan semua alat yang mereka miliki. Selain itu, orang orang pro-pemerintah dan revolusioner bentrok di beberapa kota di Suriah, yang mengakibatkan perang saudara. Tahun 2014 menyaksikan munculnya dua organisasi perlawanan baru: Jabhat al-Nushra dan ISIS. Dengan mengintimidasi pemerintah dan penduduk Suriah, mereka berharap dapat mendirikan negara Islam di Suriah. Antara tahun 2015 dan 2017, ISIS berhasil menghancurkan Suriah di bawah pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi.
Keberadaan ISIS di Suriah membahayakan stabilitas internasional. Pada akhir 2015, PBB dan organisasi-organisasi internasional utama melancarkan serangan terhadap ISIS, yang pada akhirnya dikalahkan pada Maret 2019 dan Suriah ditempatkan di bawah perlindungan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bansa (PBB).
Karena cakupannya yang mendunia dan melibatkan banyak pihak, konflik ini menjadi sangat kontroversial, sehingga memunculkan sejumlah isu terkait situasi saat ini. Intervensi
pihak oposisi, yang meliputi Arab Saudi, Iran, Amerika Serikat, dan Rusia, mengubah konflik
ini menjadi sebuah titik pertikaian antara dua kekuatan tersebut. Untuk membantu
penggulingan Assad, Amerika Serikat telah mengerahkan puluhan ribu pasukan militer
“moderat" bersama sekutunya dan Rusia mengirimkan angkatan udaranya pada tahun 2015
untuk mendukung pemberontakan yang sedang berlangsung melawan Presiden Assad. Alasan
ketertarikan PBB pada konflik ini adalah penggunaan senjata kimia oleh Assad yang telah
mengakibatkan sejumlah korban jiwa di kalangan penduduk sipil dan juga anak-anak. Jumlah
kombatan dalam konflik ini dilaporkan telah mencapai 270.000 penduduk. Ada beberapa korban jiwa di Suriah beserta koraban lainya lebih banyak lagi yang  bersiap siap untuk melarikan diri ke negara-negara terdekat untuk mengungsi.
Dimensi Geopolitik
Dinamika geopolitik dari krisis Suriah mencerminkan persaingan yang rumit antara para aktor di tingkat nasional, regional, dan internasional. Konflik ini dimulai pada tahun 2011 sebagai protes damai terhadap rezim Bashar al-Assad, yang dipicu oleh  Arab spring . Namun, respons represif pemerintah-yang meliputi penangkapan, penyiksaan, dan kebrutalan-adalah yang menyulut perang saudara. Awalnya, kelompok-kelompok oposisi seperti Free Syrian Army (FSA) mengorganisir perlawanan. Namun kemunculan kelompok-kelompok ekstremis seperti Jabhat al-Nusra dan ISIS membuat keadaan semakin sulit. ISIS, yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi, menguasai sebagian besar wilayah Suriah dan Irak dari tahun 2014 hingga 2017.
Rezim Assad menerima pasokan senjata, bantuan logistik, dan partisipasi militer langsung dari Rusia dan Iran untuk rezim Assad. Dukungan Iran mencerminkan tujuan ideologis, strategis, dan taktisnya, termasuk menjaga hubungan dengan Hizbullah di Lebanon. Meskipun demikian, Rusia memanfaatkan konflik ini untuk memperkuat posisinya di Timur Tengah dan melindungi instalasi militernya di Tartus. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka memiliki Negara-negara seperti Arab Saudi, Qatar, dan Turki telah mensponsori berbagai kelompok oposisi untuk sementara waktu, meskipun faktanya mereka memiliki kelompok-kelompok oposisi yang berbeda dan tujuan yang berbeda pula. Sebagai contoh, Turki memiliki prioritas tinggi untuk menjaga agar wilayah otonomi Kurdi tidak berkembang di sepanjang perbatasannya.
Setelah pertama kali mempersenjatai perlawanan moderat, Amerika Serikat mengalihkan fokusnya untuk memerangi ISIS seiring dengan meningkatnya bahaya kelompok ini secara global. Dampak ISIS berhasil dikurangi dengan langkah-langkah militer AS, seperti pembentukan koalisi internasional melawan kelompok tersebut pada tahun 2015. Namun, keterlibatan Amerika
Serikat di Suriah juga menyebabkan ketegangan dengan Rusia, yang pada tahun 2015 memulai
operasi militer untuk mendukung rezim Assad. Rusia memanfaatkan situasi ini untuk
meningkatkan pengaruh globalnya, yang sering kali mengorbankan Amerika Serikat dan
sekutunya.
Sering kali upaya-upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik ini seperti Astana
Talks, yang diprakarsai oleh Rusia, Turki, dan Iran, atau inisiatif-inisiatif PBB gagal
menghasilkan resolusi. Inisiatif PBB atau yang dimulai oleh Rusia, Turki, dan Iran sering kali
gagal menghasilkan penyelesaian yang komprehensif. Ketidaksepakatan mengenai masa depan Assad, pembagian wilayah, dan keberadaan kelompok-kelompok teroris menjadi penghalang utama bagi perdamaian dalam konflik ini. Pada akhirnya, konflik ini berdampak pada stabilitas global selain di wilayah Suriah karena hal-hal seperti meningkatnya ancaman terorisme dan migrasi besar-besaran ke Eropa.
Bangkitnya kelompok-kelompok teroris seperti ISIS dan al-Qaeda, yang telah memperoleh kekuatan di wilayah-wilayah yang tidak stabil dan rapauh telah meningkatkan ancaman terorisme internasional. Negara-negara di Eropa dan sekitarnya menghadapi risiko dari meluasnya radikalisasi dan tindakan terorisme, terutama oleh mereka yang berafiliasi atau terinspirasi oleh kelompok-kelompok ini. Selain itu, Eropa dan negara-negara tetangganya, seperti Turki, Lebanon, dan Yordania, telah terpengaruh oleh arus masuk pengungsi yang besar, yang mengarah pada bencana politik dan kemanusiaan yang baru. yang mengarah pada masalah-masalah baru di dimensi geopolitik dan kemanusiaan. Meningkatnya ketegangan antara negara-negara besar, seperti AS dan Rusia, serta meningkatnya keterlibatan internasional telah membuat upaya untuk memajukan perdamaian dan keamanan di kawasan ini menjadi sangat sulit.
Dampak konflik
Sejak dimulai pada tahun 2011, konflik Suriah telah memberikan dampak kemanusiaan
yang signifikan dan meluas. Krisis Suriah merupakan salah satu krisis pengungsi terbesar di
dunia, dengan lebih dari 6,6 juta orang terpaksa menjadi pengungsi internal dan 5,6 juta lainnya
mengungsi ke negara-negara seperti Turki, Lebanon, dan Yordania. Hal ini telah menimbulkan banyak tekanan bagi negara-negara yang menjadi tuan rumah, karena para pengungsi seringkali hidup dalam kondisi di bawah standar dengan akses terbatas terhadap makanan, air bersih, perawatan medis, dan kebutuhan lainnya.Selain itu, sebagian besar infrastruktur vital Suriah, seperti sekolah, rumah sakit, dan jaringan transit, hancur selama konflik.
Lebih dari 70% fasilitas medis di Suriah rusak atau tidak dapat digunakan, menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).sehingga masyarakat tidak dapat mengakses perawatan medis yang diperlukan. Penghancuran sekolah dan ancaman kekerasan yang terus berlanjut telah mencegah anak-anak menerima pendidikan, membuat mereka sangat rentan terhadap dampaknya.
Pelanggaran hak asasi manusia juga terjadi secara meluas dan sistematis selama konflik
berlangsung. Berbagai pihak yang bertikai sering melakukan tindakan penyiksaan,
pemerkosaan, penahanan tanpa proses hukum, dan eksekusi. Pemerintah Bashar al-Assad dan
organisasi bersenjata lainnya telah menggunakan kekerasan sebagai cara untuk menekan
oposisi. Menurut Human Rights Watch, rezim Bashar al-Assad maupun kelompok bersenjata
lainnya menggunakan kekerasan sebagai taktik untuk membungkam perbedaan pendapat dan
menanamkan rasa takut kepada penduduk. Penggunaan senjata kimia dalam sejumlah insiden, termasuk di Ghouta Ghouta pada 2013, merupakan bukti nyata dari kekerasan dalam konflik ini dan telah dikecam secara luas oleh dunia internasional. Hancurnya infrastruktur dan
meningkatnya kekerasan membuat warga Suriah, terutama anak-anak, sangat sulit untuk
mendapatkan kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan.
Menurut laporan PBB, krisis suriah merupakan bencana kemanusiaan terburuk di abad
ke-21. Situasi di Suriah telah berkembang menjadi situasi yang sangat menyedihkan dan
menjengkelkan. Konflik telah menyebabkan banyak orang merasa tidak nyaman, Karena telah
menyebabkan jutaan orang menjadi pengungsi baik di dalam negeri maupun melarikan diri ke
negara lain. Saat ini, layanan-layanan penting seperti sekolah,rumah sakit, dan infrastruktur
penting lainnya tidak berfungsi. Selain itu, berbagai kasus pelanggaran keamanan manusia
sering terjadi, termasuk pengusiran, pemerkosaan, danpenyiksaan. Tragisnya, situasi ini menyebabkan penderitaan yang sepertinya tidak akan berubah menjadi lebih parah bagi orang-orang di Perang Saudara, terutama anak-anak. Mereka berada dalam posisi yang sulit untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan perawatan medis.
Banyak orang telah kehilangan mata pencaharian dan mengalami gejolak ekonomi
sebagai akibat dari pertempuran yang berkepanjangan di Suriah. Keluarga-keluarga yang terkena dampak mengalami kesulitan untuk bertahan hidup, dan banyak dari mereka kini
bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Upaya
rekonstruksi telah dimulai, tetapi masih akan sangat sulit untuk membangun kembali negara
yang hancur ini, dan skenario ini membuat kesenjangan sosial dan ekonomi di daerah tersebut menjadi lebih buruk.
Kesimpulan
Sejak dimulai pada tahun 2011, krisis Suriah telah berkembang menjadi salah satu krisis geopolitik dan kemanusiaan yang paling rumit dalam sejarah kontemporer. Demonstrasi damai menentang pemerintahan Bashar al-Assad menjadi pemicu awal konflik, tetapi ketika pemerintah membalas dengan kekerasan, konflik ini dengan cepat berubah menjadi perang saudara. Konflik ini menjadi perang proksi dengan konsekuensi di seluruh dunia sebagai akibat dari keterlibatan sejumlah pihak asing selama bertahun-tahun, termasuk Amerika Serikat, Iran, Rusia, dan negara-negara Teluk. Situasi ini juga diperparah dengan keberadaan organisasi ekstremis seperti ISIS, yang menguasai sebagian besar wilayah Suriah antara tahun 2014 dan 2017. Lebih dari 6,6 juta orang mengungsi, sementara 5,6 juta lainnya melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Yordania, Lebanon, dan Turki. Selain itu, hilangnya infrastruktur penting, termasuk rumah sakit, sekolah, dan sistem transit, membuat penduduk tidak dapat mengakses layanan dasar. Sejumlah pelanggaran hak asasi manusia telah terjadi selain penggunaan senjata kimia secara ekstensif dan kebrutalan terhadap masyarakat. Meskipun telah banyak upaya untuk menengahi krisis, konflik mengenai masa depan Assad dan pembagian wilayah Suriah terus menghalangi penyelesaiannya. pembagian wilayah Suriah, meskipun telah ada beberapa kali upaya perdamaian.
Daftar Pustaka
Pratiwi, E., & Tjarsono, I. (2017). Peran International Committee Of The Red Cross (ICRC)
Dalam Menangani Krisis Kemanusiaan Di Suriah Tahun 2012-2015 (Doctoral dissertation, Riau University).
Adita, F., & Fachri, Y. (2017). Peran PBB Dalam Menanggulangi Violence Against Women
(VAW) Oleh Kelompok Ekstrimis ISIS di Negara Konflik Suriah Tahun 2013-2016 (Doctoral
dissertation, Riau University).
Mudore, S. B., & Safitri, N. (2019). Dinamika Perang Suriah: Aktor dan Kepentingan.
Politea:Jurnal Politik Islam, 2(2), 67-92.
Halomoan, G. (2019). Peran UNHCR dalam kasus-kasus krisis kemanusiaan yang dialami
pengungsi Suriah dalam perjalanan ke Jerman pada tahun 2012-2017.
Khan, H. U., & Khan, W. (2017). Syria: History, the civil war and peace prospects. J. Pol.
Stud., 24, 557.
Nama :Delsa
NIM :07041282227036
Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI