Indonesia adalah negara yang kaya akan lautan dan perairan. Terdiri dari lebih dari tujuh belas ribu pulau, Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Negara kita juga kaya akan sumber daya kelautan yang ada seperti ikan-ikan, tanaman laut, dan tentunya wilayah laut yang sangat luas. Walaupun demikian, Indonesia diketahui masih mengimpor garam yang diperoleh dari negara-negara lain seperti Australia, India, Tiongkok (China), Selandia Baru, dan juga Jerman yang padahal seharusnya garam tersebut bisa diperoleh dari negara sendiri. Data Badan Pusat Statistika (BPS) mengatakan bahwa Indonesia mengimpor total 2 juta lebih ton garam pada tahun 2022. Bahkan, beberapa rakyat Indonesia banyak yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah terkait dengan impor garam tersebut, terutama para petani garam yang ada di negara Indonesia.
Dalam hal produksi, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan garam nasional. Sebagian besar produksi garam masih dilakukan secara tradisional oleh petani garam skala kecil. Hal ini menyebabkan kualitas garam produksi dalam negeri masih belum konsisten. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain adalah metode produksi yang masih tradisional, kondisi cuaca yang tidak menentu, dan kurangnya standarisasi proses produksi
Standar Mengenai Garam di Indonesia
Namun sebenarnya, pemerintah Indonesia telah menetapkan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk garam konsumsi di Indonesia. Standar tersebut dimuat dalam SNI 2556/2010 tentang Garam Konsumsi Beryodium dan masih berlaku hingga saat ini. Beberapa poin penting dalam standar tersebut ialah :
1. Kadar NaCl (Natrium Klorida)
Kadar yang di standarisasi adalah minimal 94,7% dari berat kering garam tersebut
2. Kadar air
Kadar air yang seharusnya dipatuhi adalah sekitar 7%
3. Kadar yodium
Kadar yodium yang terkandung dalam garan konsumsi seminimal-minimalnya adalah 30 mg/kg, dihitung sebagai kalium iodat (KlO3)
4. Kandungan cemaran yang di standarisasi