Mohon tunggu...
Dellana Arievta
Dellana Arievta Mohon Tunggu... -

www.dellanaarievta.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tetap Hari Ibu Meski Tanpa Ibu

5 Januari 2016   01:25 Diperbarui: 5 Januari 2016   02:05 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Desain Poster Oleh Iqbal Alditio"][/caption]Di Indonesia, tanggal 22 Desember merupakan peringatan terhadap jasa seorang perempuan yang melahirkan dan merawat anaknya dari kecil hingga dewasa, namun sosok ibu dapat diwakili oleh seseorang yang mengabdikan dirinya untuk merawat anak-anak yang lahir tanpa ibu sehingga anak-anak yang kurang beruntung tersebut dapat merasakan kasih sayang layaknya yang diberikan seorang ibu.

Sleman, Yogyakarta, terdapat sebuah panti asuhan yang pada awalnya merupakan cabang dari Yayasan Sayap Ibu (YSI didirikan oleh Ny. Soelastri Soetomo bersama dengan Ny. Soekardi dan Ny. Garland Soenaryo pada tahun 1955 di Jakarta), tinggallah seorang wanita manis, berrambut panjang, bersemangat dan tidak memiliki tangan, sosok tersebut kerap dipanggil Lina, Putri Herlina. Poster ini dirancang oleh Iqbal Alditio, mahasiswa DKV ISI Yogyakarta angkatan 2012 untuk mengapresiasi jasa Putri Herlina yang dengan segala keterbatasannya tidak mengecilkan semangat yang ada di dirinya. Putri Herlina rajin membantu pengelola YSI untuk mengasuh dan merawat anak-anak yang memiliki kekurangan baik fisik maupun mental.

Deskripsi

Dalam poster berskala 2:3 yang berwarna dasar hijau toska ini, digambarkan seorang anak laki-laki di sebelah kiri dengan rambut ikal berwarna gelap mengenakan kaos oblong berwarna putih yang sedang menempelkan kepalanya di dalam dekapan seorang perempuan berkemeja putih dengan kerah tidak dikancing, perempuan dengan rambut dikuncir satu dan tidak memiliki lengan tidak mampu membalas pelukan anak tersebut, namun ekspresi wajahnya nampak seolah sedang membelai anak tersebut penuh dengan kasih sayang.

Terdapat balon kata atau speech bubbles yang di dalamnya berisi tulisan berwarna merah dengan gaya tulisan ekspresionis handwriting, isi tulisan tersebut adalah: “Untuk: Putri Herlina Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta, Terima kasih telah merawatku, di saat ‘dia’ yang melahirkanku tidak menginginkannya.” Kemudian di sekeliling mereka terdapat sepuluh bunga matahari berterbangan dan wajah mereka tertimpa cahaya matahari dari arah kanan atas. Nuansa yang dihadirkan poster ini rustic karena terdapat tekstur goresan-goresan kehijauan. 

Analisis

Warna yang digunakan pada background poster adalah warna hijau toska dengan hex code #92bfbe, warna hijau toska sendiri merupakan perpaduan warna biru dan hijau. Menurut Leatrice Eisman, seorang konsultan warna dan penulis buku More Alive With Color, biru memiliki makna stabil karena diasosiasikan dengan langit (kompas.com). Sedangkan hijau melambangkan alam dan kehidupan yang diasosiasikan dengan bumi, maka garis horizon persatuan antara bumi dan langit yang berwarna hijau toska tersebut memiliki filosofi kesederhanaan dan kerendahan hati: pikiran melangit dan hati tetap membumi. Warna hijau toska merupakan warna yang menenangkan dan juga merupakan warna penghubung yang mengacu kepada hubungan antara kedua sosok dalam poster ini. 

Dari kalimat “Untuk: Putri Herlina Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta” tentu kita tahu, sosok perempuan ini adalah Putri Herlina sendiri, namun pikiran kita akan diganggu oleh pertanyaan “Siapa anak ini? Apakah hubungan kedua orang tersebut?”

Jika dianalisis melalui pakaian yang dikenakan oleh sosok perempuan dalam poster, menurut Sonny Muchlison dalam sebuah artikel di Femina, busana adalah suatu praktik pemaknaan yang ada di kehidupan sehari hari. Kancing dan kerah pun memiliki semiotika sendiri, kancing yang dibuka memiliki arti kasualitas, sedangkan baju berkerah identik dengan pekerja. Begitu pula yang dikatakan Barnard dalam bukunya, Fashion as Communication, “Kerah kemeja, tanpa dasi, terbuka, sebuah penanda mengacu informalitas.” Di sisi lain, Kris Budiman dalam Jejaring Tanda-Tanda mengatakan “Busana juga berhubungan dengan sejumlah isu sosiologis yang lain, mendorong kekuatan-kekuatan diferensiasi selera.” Maka dapat kita ambil sebuah hipotesis bahwa sosok Putri Herlina adalah seorang pekerja di sebuah tempat yang tidak mengharuskan ia mengenakan pakaian formal. Kerendahan hati juga divisualisasikan oleh pemilihan pakaian yang mereka kenakan dan tata rambut kedua sosok dalam poster tersebut yang mana, anak laki-laki digambarkan mengenakan kaos oblong putih.

Pertanyaan tersebut dapat pula terjawab dengan menganalisis tanda verbal dengan typeface ekspresionis handwriting berwarna merah yang diposisikan di bagian atas poster serta dibatasi oleh speech bubble berwarna kuning yang garisnya nampak tidak tegas atau bergelombang. Tipografi bernuansa ekspresionis digunakan untuk memberi kesan spontan tidak terencana, sebagaimana anak kecil yang spontan memeluk orang yang mereka sayangi. Speech bubble ini dimaksudkan sebagai visualisasi bahwa kalimat tersebut diucapkan oleh si anak laki-laki kepada perempuan yang sedang dalam pelukannya.

Garis yang terdapat pada speech bubble pada dasarnya menggambarkan intonasi tersendiri, jika di dalam novel seorang penulis dapat menuliskan bagaimana nada bicara suatu tokoh, maka di dalam komik, intonasi tersebut dideskripsikan secara visual dengan membedakan garis dari speech bubble. Garis bergelombang tersebut menggambarkan sebuah kalimat yang diucapkan dengan tersedu-sedu, menangis terharu dan lirih, yang diperkuat dengan emoticon :”( pada akhir kalimat.

 Terdapat penegasan intonasi jika dilihat dari ukuran font yang digunakan. Pada kalimat “Terima Kasih Telah Merawatku” dan kata “Tidak”, ukuran font nampak lebih besar dibandingkan dengan ukuran font lainnya. Kalimat tersebut menyiratkan ucapan terimakasih yang sangat tulus namun diiringi dengan perasaan yang mengindikasikan sebuah rasa sakit hati terhadap orang ketiga: “Dia Yang Melahirkanku”. Maka jelaslah disini, hubungan sosial antara dua sosok dalam poster adalah seorang anak yatim piatu dengan pengasuh panti asuhannya yang keduanya saling menyayangi satu sama lain bagai anak dan ibunya.

Terdapat 10 tangkai bunga matahari, dimana angka 10 merupakan simbol kesempurnaan yang mengontradiksikan ketidak sempurnaan dua sosok dengan keterbatasan fisik di dalam poster dan seorang anak yatim piatu. Bunga matahari memiliki makna kesetiaan karena bunga matahari memiliki sifat heliotropisme; selalu mengikuti arah dimana matahari berada. Makna warna kuning yang terdapat dalam poster memvisualisasikan kehangatan dan kebahagiaan, diperkuat dengan tekstur rustic berwarna semburat hijau pada poster. Rustic atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut berkarat dan kasar, memiliki kesan pedesaan yang dikaitkan dengan gaya natural dan apa adanya yang menonjolkan nuansa tempo dulu dan kehangatan suasana (kompas.com).

Kehangatan tersebut juga dipadukan dengan illustrasi berpelukan dua tokoh di dalam poster. Putri Herlina yang dianggap sebagai ibu merangkul dengan ‘tangan-tangan sayap’-nya lengkap dihiasi oleh senyum kebahagiaan yang menenangkan. Di dalam poster, sepuluh bunga matahari tersebut bermekaran dan nampak terpaan cahaya dari arah timur yang mengindikasikan suasana pagi, secara tidak langsung hal ini menggambarkan bahwa sosok yang pertama kali ditemui si anak laki-laki di pagi hari adalah Putri Herlina yang terlihat dengan gestur melindungi.

Tanggal 22 Desember sendiri pada awalnya adalah hari perempuan yang diresmikan Presiden Soekarno dengan tujuan untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara (solopos.com). Sosok Putri Herlina dipilih untuk poster peringatan hari ibu ini untuk mewakili semangat seorang perempuan dan Yayasan Sayap Ibu yang berlokasi di Yogyakarta juga untuk memperingati ulang tahun hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama (22-25 Desember 1928) yang diselenggarakan di Yogyakarta.

 

Kesimpulan

Poster ini, selain poster peringatan hari ibu, dapat pula dikatakan sebagai pembelaan terhadap hak-hak perempuan yang pada umumnya hanya dinilai sebagai kaum yang mengurus hal-hal yang bersifat domestik, di dalam poster ini juga mengisyaratkan bahwa Putri Herlina adalah seorang perempuan yang dengan segala keterbatasannya mampu mengurus dan menghidupi anak tersebut; tidak kalah dengan kaum laki-laki dan diharapkan seluruh wanita dapat memetik pelajaran yang ada pada dirinya.

 

  

Daftar Pustaka

Barnard, Malcolm. 2002. “Fashion as Communication”. Routledge Publishing.

Budiman, Kris. 2004. “JEJARING TANDA-TANDA Strukturalisme dan Semiotik dalam Kritik Kebudayaan”. IndonesiaTera. Magelang.

 

Tautan

http://www.solopos.com/2015/12/22/hari-ibu-inilah-sejarah-peringatan-hari-ibu-di-indonesia-673513 

http://nasional.kompas.com/read/2008/10/09/15551015/psikologi.dan.arti.warna

http://properti.kompas.com/read/2012/06/28/22160225/Apa.itu.Gaya.Rustic

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun