Mohon tunggu...
Della Putriani Sabilla
Della Putriani Sabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Universitas Horizon Indonesia, Fakultas Ilmu Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pedagang Kaki Lima (PKL) yang Berjualan Tidak Tepat Lokasi di Kabupaten Karawang

18 Desember 2024   17:25 Diperbarui: 18 Desember 2024   17:37 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Serberita, 2021

Pedagang kaki lima (PKL) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di ruang publik, seperti trotoar, pinggir jalan, atau tempat-tempat umum lainnya yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki atau bukan sebagai tempat usaha permanen. Asal usul istilah kaki lima masih menjadi perdebatan tetapi ada beberapa teori yang populer dari bahasa Inggris "Five foot way" dimana teori ini menyebutkan bahwa istilah ini berasal dari zaman kolonial Belanda atau Inggris, di mana ada aturan lebar trotoar selebar lima kaki (sekitar 1,5 meter) yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Para pedagang kemudian berjualan di area tersebut, sehingga disebut "pedagang kaki lima". Teori ini didukung oleh Perpustakaan Nasional Singapura yang menyebut istilah "five-foot-way trades" sebagai sebutan bagi pedagang yang berjualan di tepi jalan (Sumber: CNBC Indonesia). Sedangkan jumlah pedagang kaki dan gerobak ada juga pendapat yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari jumlah kaki pedagang (dua kaki) ditambah dengan "kaki" gerobak yang umumnya beroda tiga, sehingga totalnya menjadi lima "kaki" (Sumber: Wikipedia Indonesia). 

Ada beberapa karakteristik pedagang kaki lima yaitu mereka biasanya berjualan di trotoar, pinggir jalan, pasar malam, atau tempat keramaian lainnya, mereka biasanya menggunakan gerobak, tenda, atau hanya menggelar dagangan di atas alas, usaha PKL (pedagang kaki lima) umumnya dimulai dengan modal yang tidak terlalu besar, selain itu mereka juga menjual berbagai macam barang dan jasa, mulai dari makanan, minuman, pakaian, aksesoris, hingga jasa perbaikan. Pedagang kaki lima memiliki peran penting dalam perekonomian, antara lain : Pedagang kaki lima menyediakan berbagai macam barang dan jasa dengan harga yang relatif terjangkau, sehingga membantu memenuhi kebutuhan masyarakat dari berbagai kalangan, keberadaan pedagang kaki lima dapat menghidupkan perekonomian di tingkat lokal, terutama di daerah perkotaan.

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di Karawang merupakan fenomena yang cukup umum, seperti halnya di kota-kota lain di Indonesia. Mereka dapat ditemukan di berbagai lokasi, mulai dari pusat kota, pasar, hingga pinggir jalan. Namun, keberadaan mereka juga seringkali menimbulkan permasalahan terkait ketertiban, kebersihan, dan estetika kota. Pemerintah Kabupaten Karawang melalui Satpol PP sering melakukan penertiban terhadap PKL yang melanggar aturan, seperti berjualan di tempat yang dilarang atau mengganggu ketertiban umum. Selain itu, ada juga upaya untuk menata PKL, seperti relokasi ke tempat yang lebih representatif. Namun, upaya ini seringkali menghadapi kendala, seperti penolakan dari PKL karena lokasi relokasi yang kurang strategis. PKL merupakan bagian dari perekonomian di Karawang. Pemerintah daerah perlu mencari solusi yang komprehensif untuk menata PKL agar tercipta keseimbangan antara kepentingan PKL dan kepentingan umum. Hal ini dapat dilakukan melalui dialog, penataan lokasi yang strategis, dan pembinaan kepada PKL (Sumber: Karawangkab.go.id).

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber berikut beberapa wilayah di Karawang yang diketahui memiliki konsentrasi PKL yang cukup tinggi beserta perkiraan atau informasi terkait jumlahnya : 

  • Galuh Mas Karawang: Berdasarkan observasi peneliti yang dikutip di Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, di lokasi Galuh Mas Karawang terdapat 345 pedagang kaki lima. Ini menjadikannya salah satu lokasi dengan jumlah PKL terbanyak yang terdata. (Sumber: Jurnal.peneliti.net)
  • Pasar Rengasdengklok: Pasar ini diketahui memiliki jumlah PKL yang sangat banyak, bahkan disebut yang terbanyak dibandingkan pasar lain di Karawang. Meskipun jumlah pastinya sulit didapatkan, informasi dari KarawangNews.com pada tahun 2022 menyebutkan bahwa pasar Proklamasi yang dibangun untuk merelokasi pedagang Rengasdengklok memiliki 928 unit tempat usaha (208 kios dan 720 los) yang dapat menampung sekitar 920 pedagang. Hal ini mengindikasikan jumlah PKL di Rengasdengklok sebelumnya bisa jadi mendekati atau melebihi angka tersebut. (Sumber: journal.unismuh.ac.id)
  • Alun-alun Karawang: Meskipun tidak ada angka pasti, Jurnal Justitia menyebutkan bahwa di sekitar Alun-alun Karawang terdapat banyak pedagang kaki lima. Keberadaan mereka bahkan dijadikan studi kasus untuk meneliti efektivitas peraturan daerah terkait penataan PKL. (Sumber: jurnal.um-tapsel.ac.id)
  • Jalan Interchange Karawang Barat: Wilayah ini sering menjadi target penertiban karena banyaknya PKL yang berjualan di sana, meskipun jumlah pastinya tidak disebutkan. (Sumber: Detik.com) 
  • Jalan Raya Eretan Selatan, Kecamatan Cilamaya Wetan: Di lokasi ini tercatat ada sekitar 64 kios PKL. (Sumber: Prajawibawakarawang.my.id)

Berdasarkan data observasi peneliti pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Karawang jumlah data Pedagang Kaki Lima di kabupaten Karawang, sebagai berikut:

Sumber : Olahan peneliti, 2022
Sumber : Olahan peneliti, 2022

Dampak Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi yang tidak semestinya sering menimbulkan berbagai dampak negatif bagi sosial, kesehatan, dan lingkungan. Ketidaksesuaian lokasi, seperti penggunaan trotoar, bahu jalan, atau area publik yang bukan diperuntukkan untuk berdagang, dapat mengganggu fungsi utama tempat tersebut. Dari perspektif tata kota, keberadaan pedagang kaki lima yang tidak terorganisir dapat merusak keindahan lingkungan dan tatanan ruang publik. Area yang seharusnya tertata rapi menjadi tampak kumuh akibat lapak-lapak sementara yang sering kali tidak dilengkapi fasilitas kebersihan, kondisi ini juga dapat mengurangi daya tarik suatu wilayah.

Secara sosial, pedagang kaki lima yang beroperasi di lokasi yang tidak sesuai dapat memicu konflik dengan warga atau pengguna jalan lainnya. Ketidaknyamanan yang disebabkan, seperti kemacetan lalu lintas dan kebisingan, sering menimbulkan ketegangan antara pedagang, masyarakat, dan pihak berwenang. Konflik ini kerap berujung pada penggusuran oleh aparat, yang justru memperburuk hubungan sosial di wilayah tersebut.

Selain itu, lokasi berjualan yang berada di pinggir jalan atau area dengan tingkat polusi tinggi membuat makanan terpapar langsung oleh asap kendaraan dan debu. Kondisi kebersihan yang sering diabaikan, seperti minimnya akses air bersih dan fasilitas sanitasi, membuat makanan yang dijual rentan terhadap kontaminasi bakteri, virus, atau zat kimia berbahaya. Akibatnya, konsumen dapat mengalami gangguan kesehatan seperti keracunan makanan, diare, atau infeksi saluran pencernaan. Konsumsi makanan yang terkontaminasi polutan ini dapat berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang, seperti gangguan pernapasan dan penyakit kronis lainnya. Tidak hanya itu, tumpukan sampah yang sering kali ditinggalkan tanpa pengelolaan memadai menjadi tempat berkembang biaknya lalat, tikus, dan serangga pembawa penyakit. Kondisi ini meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seperti demam berdarah, kolera, dan leptospirosis. Di sisi lain, kemacetan lalu lintas yang sering terjadi akibat aktivitas pedagang di area publik juga memicu stres bagi masyarakat sekitar, yang dapat berujung pada masalah kesehatan mental dan fisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun