Uang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap emosi kita. Dengan memahami hubungan antara uang dan kecerdasan emosional, individu dapat belajar mengelola keuangannya dengan cara yang mendukung kesejahteraan mentalnya. Mengembangkan kecerdasan emosional membantu kita membuat keputusan keuangan yang lebih cerdas, meningkatkan kepuasan hidup, dan pada akhirnya menciptakan keseimbangan antara kekayaan materi dan kekayaan emosional. Seperti kata pepatah, "uang tidak bisa membeli kebahagiaan", namun pengelolaan keuangan yang bijak dapat membantu kita menemukan kebahagiaan dalam hidup. Uang sering kali dipandang sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas hidup. Namun dampaknya terhadap kesehatan emosional dan psikologis seseorang tidak bisa diabaikan.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana uang dapat memengaruhi emosi kita dan kebahagiaan kita secara keseluruhan. Uang tidak hanya sebagai alat transaksi tetapi juga memiliki fungsi mengendalikan emosi. Orang yang memiliki cukup uang sering kali merasa lebih aman dan bahagia. Uang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan nafsu yang meningkatkan kebahagiaan, seperti hobi atau objek yang diinginkan. Namun, jika seseorang tidak mengelola keuangannya dengan baik, hal tersebut dapat menimbulkan stres dan kecemasan yang dapat membahayakan kesehatan mentalnya. Status ekonomi seseorang juga mempengaruhi perasaan dan ekspresi emosinya.
Misalnya, anak-anak dari latar belakang ekonomi yang berbeda mempunyai pandangan berbeda mengenai risiko dan manfaat pengelolaan keuangan. Seseorang yang tumbuh di lingkungan yang mewah mungkin merasa lebih  berhak atas barang-barang mewah, sedangkan seseorang yang berlatar belakang ekonomi sederhana mungkin lebih menghargai kebutuhan dasar.
Perbedaan tersebut dapat menimbulkan ketidakpuasan dan perbandingan sosial yang berbahaya bagi kesehatan mental.
Kecerdasan Emosi Dalam Mengelola UangÂ
Kecerdasan emosional adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan finansial. Dengan memahami dan mengelola emosi kita, kita dapat membuat keputusan keuangan yang lebih baik, mencapai tujuan kita, dan dapat hidup bahagia.
Kecerdaasan emosional dalam pengelolaan uang menurut islam adalan sebuah konsep yang holistik, yang tidak hanya melibatkan aspek finansial, tetapi juga spiritual dan sosial. Dengan menerapkan prinsip-prinsip islam dalam mengelola keuangan, untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dan bermanfaat bagi orang lain.
Dalam prospektif islam mengajarkan beberapa prinsip terkait dengan kecerdasan emosional dalam pengelolaan uang antaranya Qana'ah. Kebahagiaan tidak semata-mata ditentukan oleh banyaknya harta, tetapi juga oleh rasa cukup dan kepuasan atas apa yang dimiliki. Sikap qana'ah ini dapat mencegah dari sifat konsumtif yang berlebihan. Qana'ah memiliki arti merasa cukup dengan apa yang telah Allah SWT. Â berikan. Qana'ah cenderung lebih tenang dan tidak mudah gelisah karena tidak terbebani oleh keinginan yang berlebihan.
Dalam konteks kehidupan modern sikap qana'ah tetap relevan. Di tengah banyaknya sesorang melakukan konsumerisme berlebih, qana'ah menjadi semacam "benteng" yang dapat melindungi individu atau seseorang untuk menahan diri dari sifat konsumtif berlebih tersebut. Hal tersebut dapat meningkatkan iman individu dalam menahan nafsu. Dengan sikap ini menumbuhkan sikap bersyukur. Ini bukan berarti pasrah dan tidak berusaha, namun lebih kepada menerima dengan lapang dada dan tidak terjebak dalam keinginan yang tak berujung.
Perilaku Konsumtif Dalam Kesejahteraan EmosionalÂ
Kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain sering kali mendorong perilaku konsumtif. Dalam banyak kasus, keinginan untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain dapat menyebabkan perasaan tidak puas (Morgan Housel, 2021). Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan sikap syukur dan mengenali nilai dari apa yang sudah dimiliki. Dengan cara ini, individu dapat mengurangi tekanan emosional yang dihasilkan dari perbandingan sosial dan menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan.
Perilaku konsumtif yakni kecenderungan untuk membeli barang atau jasa secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kebutuhan sebenarnya, sering kali dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk kesejahteraan emosional. Hubungan antara keduanya memang kompleks dan menarik untuk dibahas. Dampak yang disebabkan oleh prilaku konsumtif secara berlebihan antaranya:
Beban Utang, Pembelian impulsif yang tidak terkendali dapat menyebabkan akumulasi utang yang besar. Beban utang ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan yang berkepanjangan.
Ketidakstabilan Keuangan, Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban finansial akibat gaya hidup konsumtif dapat memicu rasa tidak aman dan ketidakstabilan dalam hidup.
Hedonisme, Keinginan untuk terus mencari kepuasan instan melalui konsumsi materi dapat menciptakan siklus yang tidak berujung. Semakin banyak barang yang dimiliki, semakin tinggi ekspektasi, dan semakin sulit untuk merasa puas.
Kehilangan Fokus pada Nilai-nilai Hidup, Terlalu fokus pada materi dapat mengalihkan perhatian dari hal-hal yang lebih berharga dalam hidup, seperti hubungan sosial, kesehatan, dan pengembangan diri.
Hal-hal tersebut memberikan dampak yang signifikan untuk keberlangsungan hidup dalam memanage sumber keuangan, yang berprinsip pada konsep keuangan islam.
Konsep uang dalam makro Islam memiliki dimensi yang jauh lebih luas daripada sekadar alat transaksi. Dalam hal ini membahas keterkaitan uang dengan riba dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi kekayaan jiwa emosional individu dalam arti lain uang dapat memepengaruhi kesejahteraan individu maupun kelompok.
Kasus yang telah terjadi di Indonesia yakni dengan peminjaman online dan sistem Lembaga keuangan dalam perbankan. Dalam Lembaga keuangan konvensional menggunakan bunga untuk mendapatkan profit dan sebagai antisipasi terhadap inflasi. Bank konvensional mendapatkan keuntungan dari selisih antara bunga yang diterima dari  nasabah peminjam dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah simpanan.
Studi kasus
Negara X adalah sebuah negara berkembang yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sistem ekonomi di Negara X mengadopsi sistem ekonomi campuran, di mana sektor perbankan konvensional dengan sistem bunga berdampingan dengan sektor perbankan syariah. Terjadi kesenjangan ekonomi yang cukup signifikan antara kelompok masyarakat yang memiliki akses mudah ke perbankan konvensional (biasanya golongan menengah ke atas) dengan kelompok masyarakat yang lebih banyak mengandalkan pinjaman dari rentenir atau koperasi informal.
Analisis dari kasus tersebut yakni dalam Islam, riba atau bunga dianggap sebagai praktik yang haram karena mengandung unsur ketidakadilan dan eksploitasi. Riba dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Bunga dalam Sistem Keuangan Konvensional, Penerapan sistem bunga di Negara X menyebabkan sebagian besar masyarakat terjebak dalam siklus utang yang sulit diputus. Hal ini karena bunga yang semakin membesar membuat beban utang semakin berat.
Demikian hubungan antara konsep uang dalam perekonomian negara yang mana berdasar pada bunga dalam Lembaga keuangan konvensional dapat mempengaruhi emosional individu. Beban utang yang semakin berat akibat bunga menimbulkan stres dan kecemasan pada masyarakat, terutama bagi mereka yang kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran. Penerapan sistem bunga dalam perekonomian Negara X memiliki dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun emosi. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk memperkuat sektor keuangan syariah, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan keuangan, serta menciptakan regulasi yang mendukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H