Namun, dampak negative yang terjadi pada kegiatan pertambangan ini juga dapat diminimalisir dengan menggunakan Amdal untuk menganalisis dampak apa saja yang terjadi ketika akan dilakukannya suatu kegiatan. Izin Amdal dapat dikatakan cukup sulit didapatkan karena dalam kajiannya, Amdal mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Izin Amdal yang dirasa cukup sulit untuk didapatkan justru membawa dampak yang baik kepada lingkungan, karena dengan izin Amdal yang sulit dipenuhi membuat resiko kerusakan pada lingkungan mengurang. Izin Amdal yang sulit juga memberikan dampak yang kurang baik kepada pertumbuhan ekonomi nasional karena sedikit nya perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan. Namun, pada tahun 2020 perizin Amdal dalam UU Cipta Kerja mengalami perubahan. Â
Dalam UU Cipta Kerja Tahun 2020 izin Amdal diubah pada awalnya semua kegiatan baik yang berisiko tinggi maupun rendah harus tetap memerlukan izin Amdal guna mengetahui dampak apasaja yang akan terjadi ketika ingin menjalankan suatu usaha atau kegiatan, namun pada UU Cipta Kerja Tahun 2020 di ubah menjadi kegiatan yang berisiko tinggi saja yang membutuhkan izin Amdal sedangkan kegiatan atau usaha yang berisiko rendah hanya wajib memiliki nomor induk berusaha (NIB) dan yang berisiko sedang wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).Â
Menurut saya, usaha yang berisiko rendah, sedang, ataupun tinggi pun memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, jika hanya kegiatan yang berisiko tinggi saja yang wajib memiliki Amdal maka hanya dampak negatif yang berisiko tinggi saja yang dapat diminimalisir kerusakan terhadap lingkungannya. Sedangkan dampak negatif dari kegiatan yang berisiko rendah dan sedang tidak dapat di minimalisir. Memang, dengan diadakannya undang-undang membuat para investor tertarik dan dapat meningkatkan perekonomian negara namun pemerintah juga harus memperhatikan juga dampak seperti apa yang akan terjadi terhadap lingkungan.
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa instrument hukum kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam mineral dan batubara berdasarkan asas, manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan kepada kepentingan bangsa; partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas; serta berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.Â
Dengan adanya undang-undang tersebut memberikan peluang bagi siapapun untuk melakukan kegiatan tambang yang bertujuan untuk pemanfaatan sumber daya alam. Namun, dalam instrument hukum mengenai perlindungan lingkungan undang-undang ini masih dikatakan pasif sehingga sering terjadi kasus pelanggaran salah satunya adalah pelanggaran dokumen yang dilakukan oleh pengusaha terkait Izin Usaha Pertambangan serta dampak yang diberikan kepada lingkungan pasca kegiatan pertambangan seperti pencemaran air dan tanah yang diakibatkan oleh zat kimia berbahaya. Undang-Undang Minerba dianggap lebih menitikberatkan kepada pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan dan lebih mendahuluakn aspek ekonomi disbanding aspek lingkungan sehingga menimbulkan muatan hukum yang pro-ekologis minim.
Menurut argument saya, dalam pelaksanaan Undang-Undang Minerba harus lebih mengedepankan mengenai aspek lingkungan saja karena bukan hanya aspek ekonomi saja yang penting dalam kegiatan pertambangan ini melainkan aspek-aspek lainnya pun sama pentingnya. Memang, jika dilihat dari aspek ekonomi kegiatan pertambangan batubara ini sangat membantu negara dalam meningkatkan pemasukan negara. Tetapi, di sisi lain dengan adanya kegiatan pertambangan batubara ini memberikan konsekuensi yang dapat merusak lingkungan hidup.Â
Undang-Undang Minerba juga seharusnya dalam menjalankan suatu hukum harus bisa lebih aktif lagi sehingga tidak ada lagi kasus-kasus yang muncul akibta hukum pasif yang dijalankan oleh Undang-Undang Minerba. Karena dengan adanya hukum pasif dalam Undang-Undang Minerba banyak sekali dampak-dampak negative yang terjadi salah satunya adalah kerusakan lingkungan secara berkelanjutan. Undang-Undang Minerba sebagai salah satu hukum yang mengatur mengenai kegiatan pertambangan batu bara ini dianggap belum memenuhi prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Â
Dengan hukum yang pasif dalam undang-undang membuat masyarakat banyak memberikan kritik terhadap pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dengan undang-undang ini. Pemerintah seharusnya dapat lebih tegas lagi dalam menegakkan hukum yang terdapat pada undang-undang seperti melakukan pengawasan serta melakukan evaluasi terhadap pihak yang melakukan kegiatan pertambangan batubara agar dampak yang dialami oleh lingkungan dan sosial tidak terlalu besar dan lebih peduli serta bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia.Â
Sehingga kegiatan pertambangan ini dapat bekerja secara efektif dan dampak negative yang terjadi kepada lingkungan pun dapat di minimalisir, salah satu upayanya adalah dengan memberikan izin kepada para pengusaha yang ingin melakukan kegiatan pertambangan dengan tegas. Pemerintah juga harus menerapkan kebijakan mengenai standra operasional kepada setiap perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan hal ini dilakukan agar mengurangi kerugian yang dialami akibat rusaknya lingkungan. Â Pemerintah juga diharapkan dapat membuat beberapa kriteria mengenai ekonomi, lingkungan, dan sosial yang kedepannya dapat digunakan untuk menjadi pedoman bagi perusahaan pertambangan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Faradila, H. (2020). IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM KAITAN DENGAN PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP. Jurnal MUDARRISUNA Vol. 11 No. 3, 511-524.