Mereka sadar bahwa kekayaan mereka awet hingga tujuh turunan dan tahu cara menggunakannya. Lihat saja Lebas ketika diputuskan pacarnya yang bernama Danish karena sifatnya yang terlalu posesif dan tak memikirkan masa depan. Lebas enteng saja menjawab bahwa ia adalah anak orang kaya pemilik pabrik rokok sehingga tak perlu mengkhawatirkan masa depan. Keluarga Soeraja memang njelei!
Ratih Kumala membuat para feminis makin pesimis
Ratih Kumala sama sekali tak menuliskan tokoh perempuan bersifat antagonis. Mayoritas dari mereka adalah perempuan baik-baik lalu tersakiti, bahkan memiliki kehidupan yang mengenaskan.
Jeng Yah alias Dasiyah adalah perempuan ulet dan cerdas. Sejak kecil ia begitu spesial dan tumbuh jadi orang kepercayaan ayahnya---Idroes Moeria---untuk mengurus usaha kretek. Urusan manajemen keuangan, pembuatan merek baru, hingga penjualan bisa ia lakukan. Jeng Yah digambarkan sebagai sosok yang tak takut meraih mimpinnya. Namun, pada akhir cerita, usaha kreteknya justru hampir gulung tikar.
Roemaisa---Ibu Jeng Yah---diceritakan sebagai perempuan cantik, sopan, dan pintar karena bisa baca tulis pada zaman itu. Saat suaminya, Idroes Moeria, alias Ayah Jeng Yah diculik Jepang, Roem putus asa hingga janin yang dikandungnya keguguran. Ketika ia berusaha bangkit dan membangun kembali usaha kretek suaminya, ayahnya justru merasa terganggu karena perubahan sifat anaknya itu. Roem dianggap tidak lagi penurut dan feminim. Pada masa-masa itu, ia juga dicap sebagai janda kembang sehingga banyak laki-laki menawarkan uluran tangan padanya karena ingin memiliki Roem. Apakah tidak bosan membaca kisah perempuan yang terus jadi objek asmara para laki-laki?
Purwanti lebih parah lagi. Ia diceritakan sebagai pelakor yang merusak cinta Jeng Yah dan Soeraja, padahal ia adalah wujud dari pepatah tresno jalaran seko kulino. Hari-hari berdua dan saling bertukar cerita, masak tidak boleh naksir? Seumur hidup, Purwanti mesti hidup dalam bayang-bayang Jeng Yah, bahkan saat suaminya sekarat dan mati sekalipun.
Laki-laki red flag itu bernama Soeraja
"Aku ini wong lanang, masa aku cuma paitan awak. Di mana harga diriku sebagai wong lanang? Sekarang aku kerja buat calon mertua, tinggal di tempat calon mertua, makan juga di sini."
"Lha pancen ra nduwe harga diri." Begitulah kira-kira jawaban saya kalau Soeraja berkata demikian. Sayangnya, Jeng Yah bukanlah saya sehingga ia lebih memilih memahami alasan pacarnya itu.
Jeng Yah menemukan laki-laki gembel yang diglorifikasi sebagai pengelana itu dalam sebuah pasar malam. Sikap Soeraja yang rajin membuat Jeng Yah mempekerjakannya selama pasar malam berlangsung hingga dibawa ke rumahnya. Soeraja diberi posisi mandor dan numpang makan di rumah Jeng Yah. Apakah Jeng Yah tidak tahu bahwa banyak orang rajin di dunia ini?
Ketika Soeraja ingin membuka merek dagang sendiri hanya karena seorang buruh bathil mengatainya sebagai kere yang beruntung, Jeng Yah sekeluarga tetap berusaha memberi dukungan. Namun, bisa-bisanya di akhir cerita, Soeraja justru menikah dengan Purwanti---anak dari pesaing bisnis Idroes Moeria---dan membocorkan rahasia saus kretek milik Jeng Yah.Â