Dalam perjalanan kehidupannya, masyarakat Arab kerap disebut pernah mengalami masa Jahiliah. Sebuah masa yang bila diterjemahkan secara harfiah berarti masa kebodohan.
Bila ditilik dari segi waktu, maka pengertian umum masa Jahiliah adalah kehidupan sejak Nabi Adam turun ke Bumi sampai lahirnya Nabi Muhammad. Namun bila ditilik secara khusus, beberapa sejarawan Arab seperti Philip K. Hitti membatasi masa Jahiliah sebagai masa satu abad sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw.
Hal berbeda bila Jahiliah dilihat sebagai situasi sosial kehidupan masyarakat Arab.
Pada sisi ini, Jahiliah bukan lagi bermakna kebodohan, jauh dari kecerdasan, dungu, dan tidak tahu apa-apa seperti yang dikenal masyarakat sekarang. Jahiliah adalah masa ketika masyarakat Arab hidup tanpa otoritas hukum, tidak mempunyai kitab suci juga Nabi.
Kehidupan masyarakat tanpa otoritas hukum tercermin dari Arab Pra-Islam yang mengenal tradisi "Ayyamul 'Arab." Sebuah waktu dimana kaum-kaum "dipersilahkan" bersengketa atau berperang. Jahiliah adalah masa ketika bersengketa dan berperang dilembagakan.
Lawan "Ayyamul 'Arab" adalah "Bulan suci" atau bulan dilarang terjadi peperangan. Bila ada kaum yang berperang pada masa-masa ini, maka dia akan merasakan sanksi yang sangat berat dari masyarakat Arab.
Karenanya tidak aneh banyak yang melihat bahwa Piagam Madinah yang dirumuskan Nabi Muhammad adalah gagasan genial yang terlalu modern pada masanya. Nabi mengenalkan hukum lintas suku lintas agama bagi kehidupan bersama, ketika masyarakat terbiasa hidup tanpa otoritas.
Selain itu, Jahiliah juga sebuah masa ketika Arab tidak mempunyai kitab suci dan Nabi. Pada masa itu orang Arab disebutkan kerap minder dengan tetangganya orang Yahudi. Bangsa yang mempunyai Kitab Suci dan Nabi yang dibanggakan, Nabi Musa. Meskipun perintahnya kerap diingkari.
Makna Jahiliah inilah yang dialami masyarakat Arab ketika itu. Masa Jahiliah bukan masa kebodohan atau masa tidak tahu apa-apa. Karena pada masa itu orang Arab juga dikenal mempunyai peradaban unggul. Terutama masyarakat Arab bagian Selatan semenanjung Arab.
Arab dan Seni
Menurut Hitti dalam The History of Arabs, Arab adalah masyarakat yang memiliki bakat seni yang mereka ekspresikan dalam bentuk Syair. Berbeda dengan orang Yunani yang menjadikan Patung dan Arsitektur sebagai saluran ekspresi seni nya, atau orang Ibrani yang menumpahkan ekspresi seni dalam bentuk lagu-lagu keagamaan.
Apresiasi tinggi terhadap seni menyusun kata-kata indah di manifestasikan masyarakat Arab pada festival puisi di Pasar Ukaz yang digelar setiap tahun. Festival sastra ini bukan hanya digelar di Bulan Suci, tapi karya sastra yang keluar sebagai pemenang pun ditempel di tempat yang sakral: dinding Ka'bah.
Kemampuan merangkai dan mengenal kata-kata indah lah yang membuat orang Arab kerap menyebut Nabi Muhamma saw., sebagai Kahin yang biasa diterjemahkan sebagai penyihir. Hanya saja Kahin dalam masyarakat Arab bukanlah seperti figur Merlin dalam mitologi masyarakat Inggris. Seorang penasehat Raja yang mempunyai kekuatan magic laksana dukun.
Kahin adalah figur yang mampu menyusun kata-kata dengan sangat baik dan indah sehingga orang tunduk seperti tersihir. Kahin adalah seorang yang bisa membuat orang terpukau dengan kata-kata yang disampaikan.
Nabi Muhammad saw., diangap seorang Kahin. Bukan hanya karena kata-kata yang dikeluarkannya Indah memukau, tetapi juga tidak bisa ditandingi. Meskipun Nabi Muhammad saw., berkali-kali mengatakan bahwa yang disampaikannya adalah kata-kata dari Allah bukan dari dirinya.
Keunggulan Arab dalam menyusun kata-kata juga tercermin dari pepatah yang hidup berabad kemudian. Bahwa di dunia ini ada tiga keunggulan yang mesti diperhatikan. Ketiganya adalah otak orang Prancis, tangan orang China dan lidah orang Arab.
Ketika kemampuan menyusun puisi (Qashidah) dirangkai dengan kebiasaan berperang, maka lahirlah puisi-puisi tentang kepahlawanan. Puisi berisi pujian dan sanjungan bagi orang-orang yang berhasil memenangkan peperangan.
Pada tahun 1980-an, orang Indonesia mengambil kata Qashidah ketika menyanyikan lagu-lagu berirama Padang Pasir atau lagu keislaman. Namun syairnya bukan tentang mendukung perang melawan sesama, tapi mengenai perang melawan nafsu dan kerasnya kehidupan.
Hal yang sama juga ditunjukan pada pendidikan Islam di Pesantren. Balaghah, manthiq atau 'Arudh kerap dijadikan mata pelajaran wajib. Pelajaran yang bila dikuti dengan baik, akan menuntun santri dalam menyusun kata-kata dengan benar dan indah.
Hal menarik adalah ketika seni merangkai kata-kata Indah ketika bertautan dengan Al-Quran. Masyarakat melihat bahwa kata-kata suci dan indah dalam Al-Quran bukan hanya mesti dibaca, tetapi juga ditulis untuk dijaga, dilestarikan dan disebarkan.
Hanya saja kata-kata indah, juga mesti ditulis dengan baik dan indah. Apalagi kata-kata yang indah dan suci seperti Al-Quran. Dari sinilah muncul seni menulis indah huruf arab yang dikenal dengan Khattul 'Arabi atau Kaligrafi.
Seni Kaligrafi mulai muncul pada abad ke-7 masa Khalifah Abasiyah. Karena pertama kali muncul di Kufah, Irak, Khat Kufi menjadi salah satu bentuk Khat paling awal dan paling dikenal sampai sekarang.
Situs online Encyclopedia Britannica menyebut nama Ibnu Muqala (886-940) sebagai salah seorang yang memperkenalkan prinsip dasar Kaligrafi. Bahwa kaligrafi disusun berdasar proporsi diantara tiga elemen penting, yaitu titik, alif dan bulatan.
Seni menulis indah inilah yang di abad modern memunculkan sosok Steve Jobs. Pendiri Apple, inovator dan Maha Guru dunia marketing modern dan IT.
Berbicara di depan wisudawan Stanford University pada 12 Juni 2005, Jobs menceritakan bahwa salah satu fase penting dalam hidupnya adalah belajar cara menulis indah atau kaligrafi.
Menurut Jobs, mempelajari kaligrafi atau menulis indah adalah salah satu titik kehidupan penting yang pernah dia jalani. Karena belajar kaligrafi inilah Jobs bisa membuat Mac sebagai komputer yang berbeda dengan komputer yang ada sebelumnya.
Patung Dan Arsitektur
Kembali pada apa yang diungkapkan Hitti diatas. Bahwa Arab unggul dalam seni merangkai kata-kata indah. Berbeda dengan Yunani yang unggul dalam seni Patung dan Arsitektur. Dengan kata lain, Patung dan Arsitektur bukanlah keunggulan masyarakat Arab ketika itu.
Absennya Seni Patung dalam kehidupan masyarakat Arab sepertinya masih berjalan sampai sekarang.
Sangat susah, untuk mengatakan tidak ada, Patung yang berdiri megah di Kota Riyadh dan menjadi bagian dari penataan Kota secara keseluruhan. Seperti yang kerap dilihat di Jakarta dan beberapa kota dunia lainnya.
Seperti masyarakat Indonesia, masyarakat Arab juga mempunyai tokoh-tokoh yang namanya diabadikan. Hanya saja pengabadiannya dalam bentuk nama jalan, nama universitas, nama pusat studi, lembaran uang dan lain sebagainya. Bukan dalam bentuk Patung.
Ketokohan Muhammad bin Saud dan Malik bin Abdul Aziz mungkin diabadikan menjadi Foundational Day,"Yaum Taksis" dan Hari Nasional, "Yaumul Wathani." Dua hari utama Kerajaan Arab Saudi dan dirayakan secara besar-besaran. Karena merekalah perintis Saudi dan pendiri Saudi modern.
Namun kita tidak akan menemukan patung kedua tokoh utama itu di jalanan atau di kantor-kantor pemerintahan. Sama seperti kita tidak akan melihat patung Raja Salman dan Mohammed Bin Salman yang sekarang sedang memerintah. Meskipun foto nya mudah ditemukan di berbagai tempat.
Sepertinya, ketiadaan seni Patung dalam kehidupan masyarakat Arab bukan hanya berkaitan dengan tradisi awalnya, tapi juga bercampur dengan hal-hal lain. Seperti pandangan keagamaan tentang bolah tidak patung atau banyaknya Patung yang tidak sesuai dengan norma kehidupan mereka.
Bahkan bisa jadi merupakan residu dari pertentangan Barat dengan Islam. Karena seni Patung yang bersanding dengan seni Lukisan, kerap menjadi bagian tidak terpisahkan dari pertentangan itu. Seperti yang bisa kita lihat dalam lukisan "Scuola di Atene" atau "La Divina Comedia."
Namun hal berbeda ditunjukan masyarakat Arab terhadap seni arsitektur. Meski tidak mempunyai akar, masyarakat Arab memberikan apresiasi tinggi terhadap seni arsitektur.
Di Kota Riyadh yang terus membangun, akan ditemukan beberapa projek pembangunan yang mencantumkan bahwa arsitektur bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai penerima award rancangan terbaik di tahun tertentu. Sepertinya beriringan pembangunan yang massif, Arab Saudi juga menyelenggarakan lomba arsitektur terbaik setiap tahunnya.
Apresiasi terhadap seni arsitektur tentunya terlihat dari dua proyek gigantik Arab Saudi, Neom City dan The Mukaab. The Line dalam Neom City adalah rancang bangun terkini yang menarik dan tidak ada dalam tradisi Arab sebelumnya. Bentuk The Mukaab mungkin kubus seperti rumah-rumah orang Arab umumnya. Tapi beberapa arsitektur di dalam The Mukaab, adalah hal baru.
Kaligrafi Dan Patung
Bila seni menulis kata-kata Indah adalah representasi Islam dan seni Patung adalah representasi Barat, adalah menarik bila kita menoleh ke Granada di Spanyol bagian Selatan. Di Kota yang pernah menjadi representasi kejayaan Islam di Barat, terdapat Istana Alhambra.
Istana yang sudah berumur 1.000 tahun lebih ini seperti mempertautkan tradisi seni Islam Arab dan Barat. Dalam arsitektur Al-Hambra yang terlihat cantik, bukan hanya bertebaran seni kaligrafi, tapi juga seni Patung. Beberapa Patung berbentuk Singa di Lion Court terlihat berkeliling memancurkan air dan menjadi bagian penting Al-Hambra.
Di Granada juga lah konon kita juga akan menemukan patung tokoh seperti Ibnu Rusyd.
Atau kita bisa bergeser ke negara Kazakhstan di Asia Tengah. Tempat lahirnya Al-Farabi, salah satu filosof muslim terkemuka. Di negera ini, nama Al-Farabi bukan hanya diabadikan menjadi nama Universitas, Al-Farabi Kazakh National University, tapi patung nya juga berdiri megah di Ibu Kota baru Kazakhstan, Nur Sultan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H