Pengalaman terakhir adalah ketika kami sedang duduk-duduk menunggu berkurangnya antrian Jamaah di terminal Bus. Seorang Ibu dari Cina, tiba-tiba mendatangi anak kami sambil menyerahkan makanan. Sebuah kue yang kerap kami lihat bila menonton film dari Cina.
Kami meyakini bila makanan yang dibawa bukanlah makanan untuk dibagikan. Tapi bekal untuk diri sendiri. Sebagaimana banyaknya Jamaah Haji Indonesia yang kerap membawa makanan dari daerah asal. Antisipasi tidak cocok dengan makanan di Arab atau mengobati kerinduan makanan dari negeri sendiri.
Mungkin karena mengalami hal seperti ini, maka dalam kunjungan ke Baitullah berikutnya, Istri menyiapkan perbekalan baru. Selain menyiapka segala hal berkaitan dengan Ibadah, juga menyiapkan permen atau makanan kecil untuk anak-anak yang ditemui di Baitullah.
Baca juga;
Manuver Mohammed Bin Salman Mempercepat Perkembangan Sepakbola Arab SaudiÂ
Hal yang sepertinya tidak diajarkan di sekolah ketika belajar Fiqih, atau diberi tahu dalam manasik haji dan umrah di Indonesia.
Ekspresi Jamaah Umrah dan Haji terhadap anak-anak pada dasarnya tidak terbatas kepada pemberian permen atau makanan, tapi juga ekspresi non-verbal lainnya.
Seperti ketika seorang Bapak yang tiba-tiba mengusap-usap kepala anak sambil tersenyum. Atau seorang Ibu yang tiba-tiba jongkok untuk bisa menatap si anak dengan jelas, lalu menempelkan kedua tangannya di kedua pipi anak. Setelah itu mengusap-ngusapnya.
Baca juga;
Jazan, Kota Di Arab Saudi Yang Dibangun Ketika PerangÂ
Ada juga Ibu-Ibu yang ketika melihat anak, dia berhenti. Setelah itu dia berdo'a sambil menengadahkan tangannya keatas. Kami tidak tahu doa apa yang sedang dia panjatkan.