Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Asykar Penjaga Ketertiban Masjidil Haram Makkah dan Lelaki Arab

19 Februari 2023   13:42 Diperbarui: 19 Februari 2023   13:46 1824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantara cerita yang kerap muncul dari Jamaah Haji atau Umrah yang kembali ke tanah air, adalah tentang asykar. Penjaga ketertiban di Masjidil Haram.

Para Jamaah Haji atau Umrah sering menggambarkan asykar sebagai lelaki Arab yang keras dan menakutkan. Suka melotot dan meneriaki Jamaah Haji dan Umrah.

Para Jamaah tidak keliru bila menceritakan profil Asykar seperti itu. Karena memang begitulah asykar.

Tulisan ini sudah dipublikasikan sebelumnya disini ; Asykar penjaga ketertiban masjidil haram dan lelaki arab

Asykar berperawakan tinggi besar. Bila perawakannya kecil, tubuhnya terlihat kukuh. Mata asykar terlihat tajam. Karena itu pelototannya pun kerap membuat Jamaah keder. Begitu juga suaranya. Keras dan suka berteriak.

Suara yang keras, mata yang melotot tajam dan perawakan tinggi besar, adalah kombinasi yang cukup membuat orang keder. Apalagi bagi Jamaah dari Indonesia yang perawakannya kecil serta dikenal orang Arab sebagai orang yang murah senyum dan bukan pembuat masalah.

Secara bahasa, asykar berarti tentara. Orang yang diberi senjata api dan otoritas untuk menjaga keamanan dan ketertiban.

Baca juga; Masjid di Arab Saudi dan orang-orang kelebihan berat badan

Namun dalam konteks penjagaan Masjidil Haram, Askar bukan hanya tidak dibekali senjata api, juga tidak dibekali peralatan paling minimalis untuk menjaga ketertiban. Seperti rotan atau pentungan. Senjata utama Askar adalah suaranya yang tinggi, pelototan mata, wajah sangar serta handy talkie untuk koordinasi sesama mereka.

Asykar atau tentara Masjidil Haram tidak sama dengan tentara Israel penjaga Baitul Maqdis dan tembok ratapan. Dua tempat suci bagi orang Islam dan orang Yahudi. Mereka bukan hanya bertampang angker dan intimidatif, tapi juga menenteng senjata api.  

Karenanya bila diperhatikan secara seksama, ada dua hal yang terlihat dari askar masjid haram. Meski mereka terlihat sangat dan keras, asykar Masjidil Haram tidak melakukan tindakan kekerasan, serta protektif terhadap anak dan manula.

Baca juga; Kopi di Saudi Arabia

Protektif nya asykar terhadap anak, tercermin dari cerita orang tua yang sudah Thawaf mengelilingi Ka'bah. Banyak yang bercerita bahwa seorang anak mempunyai kans lebih besar dibanding orang dewasa untuk mencium Hajar Aswad.

Hukum mencium Hajar Aswad yang ada di salah satu sudut Ka'bah dan sejajar dengan sudut Rukun Yamani, adalah sunnah. Bila secara fikih sunnah adalah hukum yang longgar, mencium Hajar Aswad bisa dianggap lebih longgar. Karena bila tidak bisa mencapai Hajar Aswad untuk menciumnya, orang yang sedang Thawaf menggantinya dengan mengangkatkan tangan sambil mengucapkan "Bismillahi Allahu Akbar."

Namun ini adalah tempat suci. Tempat dimana orang datang dari jauh dan akan berusaha mati-matian untuk mengerjakan hal yang sunnah sekalipun. Karenanya meski Sunnah dan terdapat ganti yang sepadan, mencium Hajar Aswad menjadi target banyak Jamaah. Sudut mendekati Hajar Aswad pun menjadi sempit dan butuh perjuangan keras untuk mencapainya.

Baca juga; Hira Cultural District, cara orag Saudi Arabia jualan ke orang Indonesia

Pada situasi seperti inilah terlihat sikap Asykar terhadap anak.

Asykar mungkin tidak peduli terhadap orang dewasa yang sudah berjuang habis-habisan mendekati Hajar Aswad. Bahkan kadang tidak sungkan untuk membentak dan menjauhkannya dari Hajar Aswad..

Namun mereka tidak seperti itu terhadap anak-anak. Manakala terlihat orang dewasa yang berhasil mendekati sudut Hajar Aswad bersama anaknya, Asykar sigap. Menarik anak tersebut dan mendekatkannya dengan Hajar Aswad. Supaya si anak menciumnya.

Selain itu, Asykar juga tidak melakukan tindakan kekerasan.

Baca juga; Umrah sebagai sebuah pengalaman keagamaan

Bila kontak fisik diartikan sebagai kekerasan, maka kontak fisik yang terlihat dilakukan Asykar adalah ketika dia turun dari tempatnya yang tinggi menghampiri seorang lelaki yang asyik bermain HP. Sambil marah-marah Asykar menurunkan tangan lelaki dari Asia Tengah yang sedang selfie di tengah ribuan orang. Karena ketika itu situasi sangat padat usai bubar Shalat Jumat. Sementara lelaki yang selfie tersebut membuat macet pergerakan ribuan orang yang hendak keluar Masjid.

Bahkan sepertinya Asykar menghindari kontak fisik dengan perempuan. Setidaknya itu yang kami alami ketika bergandengan tangan dengan anak dan istri memasuki Masjidil Haram.

Karena tidak memakai Kain Ihram, Asykar mengerti bila kami bermaksud Shalat Jamaah. Bukan hendak Thawaf. Namun kami salah pintu. Asykar pun memegang tangan saya dan berkata memakai bahasa Indonesia"Indonesi, atas, atas." Hei orang Indonesia, kamu naik ke atas, bukan ke bawah. Karena tempat shalat Jamaah itu diatas, bukan dibawah. Ini adalah pintu masuk untuk orang yang hendak Thawaf.

Asykar menarik tangan saya. Bukan tangan istri atau anak saya. Meski kami bergandengan tangan.

Baca juga; Christiano Ronaldo di Mrsool Park Stadium Riyadh Saudi Arabia

Tindakan kekerasan Asykar yang saya ketahui adalah ketika mereka melumpukan lima orang Pakistan di Masjid Nabawi. Hal ini dilakukan karena kelima orang itu menyerang dua mentri Pakistan yang bersama Perdana Mentri baru Pakistan, Shehbaz Sharif, sedang ziarah ke Masjid Nabawi di Madinah.

Ketika itu di Pakistan sedang terjadi kemelut politik. Perdana Mentri Imral Khan digulingkan dan diganti Shehbaz Sharif. Lima orang yang menyerang Mentri Pakistan, adalah pendukung Imral Khan.  

Selain itu, tidak ditemukan tindakan kekerasan Asykar terhadap Jamaah. Padahal sebetulnya tugas Asykar sangatlah berat dan rumit. Setiap hari selama 24 jam di sepanjang tahun, mesti berhadapan dengan ribuan orang yang berbeda asal, tradisi, negara dan sulit diatur.

Satu-satunya bahasa Asykar yang bisa dipahami adalah "Yaa Haj" dan "Yaa Hajah". Teriakan bagi laki-laki dan perempuan ketika mereka sulit diatur.

Foto-foto yang kami lampirkan disini, adalah kerumunan ketika situasi Masjidil Haram lenggang. Karena ini adalah foto di hari biasa pada malam dini hari ketika orang hendak shalat malam di masjidil haram.  Meski terlihat padat untuk ukuran masjid keumuman, tapi masih ada ruang untuk bergerak dan Asykar terlihat santai.

Namun jumlah orang ini akan bertambah berlipat-lipat manakala memasuki hari-hari khusus. Seperti ketika Shalat Jumat, bulan Ramadhan dan tentunya pada bulan Haji. Hari-hari yang tidak hanya akan berat bagi Asykar, tapi juga bagi Jamaah Umrah dan Haji.

Bila melihat pola Asykar menangani kepadatan Jamaah di Masjidil Haram, sepertinya ini bukan hanya sudah menjadi SOP Asykar. Tetapi sudah menjadi keseharian masyarakat Arab. Utamanya lelaki Arab. Karena dalam banyak kesempatan, kita bisa melihat hal itu di keseharian.

Seperti keseharian orang Arab yang memberikan perhatian lebih terhadap anak-anak.

Karena terlihat bersama anak, berkali-kali saya mendapat privillege untuk melewati antrian panjang yang melelahkan. Seperti antrian panjang memasuki pesawat berbadan lebar, sampai antrian panjang menghadapi petugas imigrasi yang ketat dan dingin. Di kedua antrian panjang ini, petugas tiba-tiba menunjuk kami berdua untuk masuk lebih dahulu melewati orang lain yang sudah antri lama. Hanya karena saya menuntun anak.

Pada kesempatan lain, perhatian mereka yang tinggi terhadap anak juga terlihat ketika kami memasuki baqala alias minimarket. Seperti biasa, kasir baqala terlihat biasa saja menghadapi kami bertiga. Namun wajahnya menjadi sumringah ketika anak kami mengatakan ingin membeli siwak. Kayu yang dipakai Nabi Muhammad untuk membersihkan gigi.

Sambil tersenyum kasir baqala bertanya "Hal Huwa Muslim?". Apakah dia seorang muslim? Bagi orang Arab, pertanyaan muslim atau tidak bukan pertanyaan apakah beragama Islam atau tidak. Tapi pertanyaan apakah sudah menjalankan ajaran-ajaran Islam yang paling dasar atau belum.

Hal yang sama juga terlihat dalam keseharian orang Arab yang menghindari tindakan kekerasan.

Kita mungkin akan melihat orang Arab marah atau bertengkar sangat sengit. Baik itu di toko, di jalan, bahkan juga di masjid. Ketika marah suaranya tinggi, matanya melotot dan tangannya juga menunjuk-nunjuk wajah.

Namun hanya sampai disitu saja. Adu mulut, adu suara, dan adu telunjuk tangan saja. Tidak berlanjut sampai ke adu fisik.

Katanya begitulah orang Arab. Setelah marah atau adu mulut yang sengit, masalah selesai dan tidak berlanjut. Mereka bersalaman kembali.

Ketika melihat ini, beberapa orang Indonesia kerap berseloroh. Bahwa karena tradisi seperti ini juga di Arab tidak ada santet. Karena masalah selesai dengan marah.

Namun karena tradisi ini juga ada yang aneh dengan situasi Timur Tengah. Di satu sisi masyarakatnya terlihat menghindari kekerasan, di sisi lain juga disebut wilayah yang keras dan penuh konflik.

"Waallahu'alam bishawab"

 

 

Riyadh, 13 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun