Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan Malang dan Hillsboroug Shefield

3 Oktober 2022   11:11 Diperbarui: 3 Oktober 2022   11:42 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun bagi para pecinta Bola, tragedi Kanjuruhan Malang lebih mirip dengan tragedi Hillsborough. Bukan tragedi Heysel. Karena di Kanjuruhan Malang tidak ada bentrok supporter seperti di Heysell. Fans Persebaya bukan hanya tidak datang ke stadion untuk menghindari bentrok, tapi juga menggagalkan rencana konvoi penyambutan kemenangan tim kesayangannya. Karena empati terhadap Aremania. Meski keduanya dikenal memiliki rivalitas yang cukup dalam.

Dalam konteks media, sisi positif dari media-media di Indonesia adalah ketika mereka cenderung untuk melakukan penelusuran sendiri, ketimbang menerima informasi yang disampaikan pemerintah. Sejumlah media secara terbuka menyatakan bekerja sama untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut. Secara terbuka juga mereka menerima masukan dan informasi yang ditemui masyarakat untuk disusun menjadi sebuah karya jurnalistik.

Karena itu peristiwa Tabloid Suns yang berlaku sebagai Yellow Papers dalam tragedi Hillsborough, sepertinya tidak akan terjadi di Indonesia. Meskipun tidak akan 100%, sepertinya tidak akan ada Tabloid Suns Indonesia versi tragedi Kanjuruhan.

Namun bukan berarti upaya membangun penyimpangan informasi tidak akan terjadi. Bila kita menyempatkan diri sejenak saja melihat akun-akun medsos, kita bukan hanya akan menemukan akun anonim yang menimpakan kesalahan mutlak kepada supporter, tapi juga akun-akun yang cukup familiar dalam membentuk persepsi publik dan menimpakan kesalahan pada korban yang sudah meninggal dan tidak bisa lagi membela diri..

Tragedi Kanjuruhan Malang ini pada akhirnya bukan hanya memaksa kita untuk mengingat dan mencatat jumlah korban, tapi mengingat dan mencatat repons seperti apa yang ditunjukan ormas-ormas, elit politik juga akun-akun medsos pembentuk persepsi publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun