Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan Malang dan Hillsboroug Shefield

3 Oktober 2022   11:11 Diperbarui: 3 Oktober 2022   11:42 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
@twitter/@profmdoherty

Liverpool mengalami dua kali tragedi dalam Sepakbola yang memakan banyak korban. Yaitu Tragedi Heysel dan Tragedi Hillsborough.

Tragedi Heysell adalah peristiwa bentrok supporter antara fans Liverpool dan Juventus dalam Laga  Final Piala Champions 1985 di Heysel Belgia. Ketika itu sekelompok hooligans Liverpool, pendukung fanatik, merangsek mau masuk ke wilayah tifosi Juventus. Tidak ada perlawanan dari tifosi Juventus karena yang ada di area bukan kelompok ultras atau garis kerasnya. Pendukung Juventus lebih memilih menjauh ketimbang melayani.

Hanya saja tiba-tiba tembok pembatas ambrol. Tidak kuat menahan kedatangan hooligans Liverpool yang ingin menyerbu masuk wilayah tifosi Juventus. Akibatnya 39 orang tewas dan 600 orang luka-luka.  Setelah itu bukan hanya Liverpool yang kena sanksi, tapi tim-tim Liga Inggris kena sanksi tidak boleh lagi berlaga selama 5 tahun di event internasional. Pertandingan Final itu sendiri berakhir dengan kemenangan Juventus hasil gol satu-satunya Michael Platini.

Lima tahun kemudian, 1989, fans Liverpool kembali mengalami tragedi. Pada pertandingan Semifinal Piala FA melawan Nottingham Forest di kota Sheffield, 96 orang fans Liverpool meninggal dan sekitar 766 supporter luka. Mereka terinjak-injak dan mengalami sesak nafas. Diantara anak-anak yang menjadi korban adalah John Paul Gilholey yang baru berumur 10 tahun. 

Dia adalah sepupu Steven Gerrard. Pencinta Liverpool yang dikemudian hari menjadi Kapten Timnas Inggris dan icon Liverpool. Bersama Gerrard, Liverpool berhasil menjadi juara Liga Champions melalui pertandingan dramatis mengalahkan AC Milan di Istanbul Turki. Gerard sendiri selamat dari Tragedi Hillsboroug. Gerrard tidak jadi berangkat bersama sepupunya ke pertandingan tersebut karena kehabisan tiket.

Semula otoritas yang berwenang mengatakan bahwa tragedi itu disebabkan bentrok supporter. Semua kesalahan pada peristiwa tersebut ditimpakan pada fans Liverpool. Media sendiri, mendukung penumpahan kesalahan terhadap fans Liverpool. 

Diantaranya adalah berita yang disampaikan oleh tabloid The Suns yang memberitkan berbagai keburukan supporter Liverpool yang dianggap sebagai penyebab tragedi tersebut. Mulai dari yang pendukung yang suka mabuk-mabukan, sampai dengan supporter yang suka mencuri. Seperti gambar dibawah ini.

Namun setelah pemerintah Inggris turun tangan melakukan investigasi dengan menurunkan tim independent, diketahui bahwa permasalahan utamanya ada pada kelalaian petugas keamanan. 

Sejumlah bukti menunjukan adanya protokol keamanan yang dilanggar petugas keamanan yang menjadi sebab tragedi. Setelah melalui investigasi yang cukup lama, David Cameron, Perdana Mentri Inggris (2010-2016), pada tahun 2012 mengakui kelalaian itu dan meminta maaf kepada keluarga korban. Butuh waktu sekitar 20 tahun untuk pemerintah Inggris untuk mengakui hal itu.

Karenanya ketika akun resmi Liverpool FC, menyatakan bela sungkawa atas kejadian di Kanjuruhan Malang, ingatan mereka terpatri kembali kepada dua tragedi yang pernah dialami fans Liverpool.

Namun bagi para pecinta Bola, tragedi Kanjuruhan Malang lebih mirip dengan tragedi Hillsborough. Bukan tragedi Heysel. Karena di Kanjuruhan Malang tidak ada bentrok supporter seperti di Heysell. Fans Persebaya bukan hanya tidak datang ke stadion untuk menghindari bentrok, tapi juga menggagalkan rencana konvoi penyambutan kemenangan tim kesayangannya. Karena empati terhadap Aremania. Meski keduanya dikenal memiliki rivalitas yang cukup dalam.

Dalam konteks media, sisi positif dari media-media di Indonesia adalah ketika mereka cenderung untuk melakukan penelusuran sendiri, ketimbang menerima informasi yang disampaikan pemerintah. Sejumlah media secara terbuka menyatakan bekerja sama untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut. Secara terbuka juga mereka menerima masukan dan informasi yang ditemui masyarakat untuk disusun menjadi sebuah karya jurnalistik.

Karena itu peristiwa Tabloid Suns yang berlaku sebagai Yellow Papers dalam tragedi Hillsborough, sepertinya tidak akan terjadi di Indonesia. Meskipun tidak akan 100%, sepertinya tidak akan ada Tabloid Suns Indonesia versi tragedi Kanjuruhan.

Namun bukan berarti upaya membangun penyimpangan informasi tidak akan terjadi. Bila kita menyempatkan diri sejenak saja melihat akun-akun medsos, kita bukan hanya akan menemukan akun anonim yang menimpakan kesalahan mutlak kepada supporter, tapi juga akun-akun yang cukup familiar dalam membentuk persepsi publik dan menimpakan kesalahan pada korban yang sudah meninggal dan tidak bisa lagi membela diri..

Tragedi Kanjuruhan Malang ini pada akhirnya bukan hanya memaksa kita untuk mengingat dan mencatat jumlah korban, tapi mengingat dan mencatat repons seperti apa yang ditunjukan ormas-ormas, elit politik juga akun-akun medsos pembentuk persepsi publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun