Tulisan ini sebelumnya sudah dipublikasikan Disini
Setelah Shalahuddin Al-Ayyubi, sepertinya Muhammad Al-Fatih juga nama yang tidak bisa dihapuskan dalam sejarah umat Islam. Bila yang pertama dikenal sebagai orang yang berhasil merebut kembali Yerussallem, maka yang kedua adalah orang yang menaklukan Konstantinopel.
Ada banyak cerita tentang Al-Fatih. Mulai dari posisinya sebagai pewujud nubuwat Nabi Muhammad tentang penaklukan benteng Konstantinopel, sampai caranya menaklukan Konstantinopel sebagaimana yang digambarkan Netflix dalam dokumenter berjudul "The Rise of Empire:Ottoman."
Namun diantara yang menarik itu adalah cerita tentang Al-Fatih dan guru yang memukulnya.
Dalam satu kesempatan disebutkan bahwa ayah Al-Fatih, Sultan Murad II, menemui guru Al-Fatih. Setelah meminta sang Guru untuk mendidik anaknya, Sultan Murad II memberikan sepotong kayu kepada sang Guru. Sultan Murad II menyuruh sang Guru untuk memukul anaknya bila dia tidak sopan atau bermalas-malasan ketika belajar.
Permintaan yang dipenuhi sang Guru. Karena setelah itu sang Guru menemui Al-Fatih kecil. Kepada Al-Fatih, sang Guru menyampaikan pesan ayahnya Al-Fatih.
Mendengar pesan tersebut, Al-Fatih langsung tertawa meremehkan. Karena Al-Fatih yakin bila gurunya tidak akan pernah berani memukul dirinya. Karena siapakah yang berani memukul anak seorang Raja.
Namun tanpa disangka, sang Guru langsung memukul Al-Fatih yang meremehkan dirinya dan pesan ayahnya itu. Al-Fatih pun tidak kaget dan tidak berdaya ketika dipukul gurunya itu.
Sementara pada lain waktu, ketika sedang bersama sang Guru, tiba-tiba tanpa alasan yang jelas sang Guru memukul Al-Fatih. Al-Fatih bingung karena pukulan Gurunya tersebut. Karena dia merasa tidak mempunyai salah sedikitpun.
Pukulan sang Guru yang tanpa ada alasan itu, terus diingat-ingat oleh Al-Fatih. Bahkan sampai Al-Fatih besar pun, dia tidak bisa melupakan pukulan Gurunya itu.
Sampai ketika sudah menjadi Raja, Al-Fatih akhirnya menemui gurunya itu dan mengingatkan gurunya tentang peristiwa pemukulan itu. Kepada Guru nya, Al-Fatih bertanya apa maksud Guru nya memukul dirinya itu. Padahal menurut Al-Fatih, pada waktu itu dia sama sekali tidak membuat kesalahan.
Mendengar pertanyaan itu, guru Al-Fatih terlihat sumringah. Sang Guru pun menjawab pertanyaan muridnya yang sudah menjadi Raja tersebut.
Kata sang Guru, sebenarnya dia sudah menunggu lama saat-saat Al-Fatih menanyakan perihal peristiwa pemukulan itu. Sang Guru juga mengatakan bahwa dia sangat senang ditanya perihal itu.
Kepada muridnya, sang Guru mengatakan yang sejujurnya bahwa itu adalah pukulan Kedholimam. Pukulan aniaya karena tidak ada alasan sama sekali. Karena itu adalah pukulan kedholiman bukan pukulan perhatian atau kasih sayang, maka Al-Fatih terus mengingatnya tidak bisa melupakannya. Bahkan sampai dia menjadi Raja.
Karena itu menurut sang Guru, sebagai Raja, hendaknya Al-Fatih jangan melakukan kedholiman bagi rakyatnya. Karena rakyat akan mengingat kedholimannya dalam waktu yang sangat lama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H