Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anti Vaksin dan Etika Komunikasi Scholar Menurut Quran

1 Februari 2022   17:44 Diperbarui: 1 Februari 2022   19:29 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
terbitkanbukugratis.id

Bila Tuhan tidak menautkan kata "Hikmah" dengan kata lain, dalam ayat berikutnya kalimat "Mauidhah" ternyata ditautkan dengan kalimat "Hasanah" atau baik. Perbedaan pertautan ini seolah bermakna bahwa "Hikmah" itu selalu baik sementara Tuhan mesti mewanti-wanti ketika manusia melakukan "Mauidhah" dengan kata "Hasanah". Karena kadang-kadang ada "Mauidhan" yang buruk.

Namun hal yang menarik adalah ketika Tuhan menyinggung perlunya "Jadal" atau adu argumentasi.  Kata "Jadal" dalam ayat ini, ditautkan dengan "Ahsan". Dalam Bahasa Arab, "Ahsan" itu bermakna superlatif dari kata "Hasan" atau bermakna lebih baik. Karena "Ahsan" itu superlatif, sepertinya Quran sedang mengatakan bahwa ada tingkatan "Jadal" yang dilakukan manusia, yaitu "Jadal" dengan cara yang jelek, "Jadal" dengan cara yang baik dan "Jadal" dengan cara yang lebih baik.

Karena "Jadal" adalah adu argumentasi, maka "Jadal" itu pada dasarnya terjadi dengan orang yang sudah memiliki argumentasi atau pengetahuan. "Jadal" adalah polemik antara orang yang sudah berpengetahuan.

Ketika membahas ayat ini dalam Tafsir Al-Misbah, DR Quraish Shihab (QS) memberikan keterangan menarik yang sepertinya mesti menjadi perhatian. Menurut QS, ayat diatas termasuk dalam kategori ayat Makiyyah atau ayat yang turun di Makkah. 

Masa-masa ketika apa yang disampaikan Nabi mendapatkan resistensi hampir dari semua lapisan masyarakat. Baik itu masyarakat umum maupun masyarakat khusus yang sudah memiliki pengetahuan.

"Hikmah" dan "Mauidhah Hasanah" bisa dikatakan sebagai patokan untuk menyampaikan ajaran Nabi manakala berhadapan dengan masyarakat kebanyakan. 

Namun berkaitan dengan risalah kenabian, di tengah masyarakat juga terdapat orang-orang yang sudah melek dengen pengetahuan ke Tuhanan, mereka itu adalah para ahlul kitab. Ketika berhadapan dengan mereka, lakukanlah "Jadal" atau adu argumen. Karena mereka sudah mempunyai pengetahuan.

Namun "Jadal" nya sendiri mesti dilakukan dengan "Ahsan". Karena menurut QS ada "Jadal" yang buruk, yaitu ketika argumentasi yang dipaparkan tidak valid dan sikap yang ditunjukan tidak etis. Ada juga "Jadal" yang baik, yaitu ketika argumentasi yang dilontarkan valid dan bermutu tapi sikap dan adab yang mengirinya sangat buruk. Terbaik adalah "Jadal Ahsan", yaitu ketika argumentasi yang dilontarkan itu valid dan diiringi sikap saling menghormati.  

Di era Media Sosial seperti sekarang, sepertinya disinilah masalah etika komunikasi para scholars kita. Ketika berhadapan dengan masyarakat banyak yang note benenya belum mempunyai pengetahuan tentang sesuatu hal, pola yang dibangun adalah "Jadal" atau adu argumentasi. Bukan "Hikmah" atau "Mauidhah Hasan". Bahkan kerap terlihat yang terjadi adalah "Jadal" yang jelek. Sebaliknya ketika berhadapan dengan elite dan penguasa yang secara rata-rata berpendidikan dan berpengalaman, pola yang ditunjukan "Hikmah" dan "Mauidhah Hasanah" bukan "Jadal"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun