Angka di belakang koma cukup dibulatkan menjadi 2 atau 1 digit saja. Karenanya bila dikatakan bahwa daya sembuh sebuah vaksin itu 0.83, maka ada kemungkinan angka aslinya adalah 0.827340983400839 dan seterusnya.
Hanya saja mesti diingat. Meski dalam "Probalitas" angkanya hanya antara 0 dan 1, angka 0 sendiri bukanlah angka terendah dan angka 1 bukan angka tertinggi. Angka terendah dalam Probabilitas adalah 0.000...1 sementara angka tertingginya adalah 0.9999...9 dimana tiga titik antara angka 0 dan 1 serta antara angka 9 bermakna tak terhingga.
Angka terendah dan tertinggi tersebut muncul karena para Matematikawan sadar tidak ada sesuatu yang betul-betul bisa prediksi terjadi dan tidak terjadi secara mutlak dan pasti. Meski sudah ada hitungan Matematis yang akurat.Â
Selalu ada celah yang tidak terkalkulasi yang menyebabkan sesuatu akan terjadi dan tidak terjadi. Meski kemungkinannya hanya nol koma sekian. Sesuatu "Probabilitas" bisa dikatakan bernilai 0 atau 1 ketika kejadian tersebut sudah benar-benar terbukti tidak terjadi atau terjadi.
Pemahaman dasar Matematika inilah yang sepertinya terlupakan oleh orang ketika menghadapi berbagai produk sains. Bahwa produk sains tidak pernah bisa memprediksi bahwa sesuatu akan benar-benar terjadi dan tidak terjadi.Â
Tidak ada 0 dan 1 mutlak. Semuanya "Probabilitas" atau kemungkinan. Meski kalkulasi secara matematis mengatakan bahwa sesuatu kemungkinan terjadi, orang mesti menanamkan keyakinan bahwa itu baru kemungkinan besar. Begitu juga sebaliknya ketika sesuatu dikatakan tidak akan terjadi.
Bila Vaksin Covid-19 adalah produk Sains dimana salah satu dasar Sains adalah Matematika, maka seperti itulah sepertinya kita memahami Vaksin. Bahwa hasil dari Sains itu pada akhirnya "Probabilitas".Â
Bahwa memakai produk Sains bukan berarti sesuatu betul-betul akan terjadi atau tidak akan terjadi seperti yang diharapkan. Semuanya adalah kemungkinan dimana kemungkinannya bisa besar atau kecil.
Namun dalam masa krisis menghadapi wabah seperti sekarang, sepertinya konsep dasar Matematika ini hilang dalam bayangan beberapa kalangan. Ada banyak pertanyaan dan bantahan mengenai tidak perlunya vaksin yang sulit dijawab bukan karena betul-betul tidak bisa dijawab, namun karena asumsi dasar pertanyaannya yang tidak tepat.Â
Siapapun pasti akan kesulitan menjawab pertanyaan "Apa jaminan saya tidak kena Covid bila sudah divaksin?". Atau menjelaskan kekeliruan dari sebuah pernyataan "Saudara saya sudah divaksin tapi tetap saja kena Covid".
Ketika pertanyaan seperti diatas kerap muncul, tidak aneh bila lembaga seperti OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memberikan penilaian bahwa berdasar PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2018 skor kemampuan membaca Matematika orang Indonesia ada di peringkat 72 dari 78 negara.