Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kopi dan Wakaf

28 Januari 2021   20:18 Diperbarui: 28 Januari 2021   20:26 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin kekuatan dominan orang Indonesia ketika itu adalah kekuatan immaterial. Orang Indonesia hanya punya hasrat dan motivasi untuk melepaskan diri dari penjajahan. 

Diantara gerakan untuk melepaskan diri dari kolonialisme Belanda dengan basis kekuatan immaterial, orang Indonesia pun menggencarkan gerakan wakaf nasional. Mulai dari elite nya, sampai dengan rakyatnya. Kedua golongan ini, sama-sama mewakafkan diri mereka untuk lepas dari kolonialisme Belanda.

Berdasarkan gerakan nasional mewakafkan diri itulah muncul nama seperti Tjokroaminoto. Seorang tokoh yang keliling Indonesia untuk mengobarkan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Bila Tjokroaminoto mengunjungi sebuah daerah, tokoh ini tidak tidur di sebuah penginapan, tapi kemana-mana membawa tenda. Dimana dia harus istirahat, disitulah tenda didirikan.

Ada juga partner nya yang sama-sama mewakafkan diri untuk kemerdekaan Indonesia, yaitu Haji Agus Salim. Saking totalnya melaksanakan gerakan wakaf nasional, pria berjenggot ini mengartikan berkuasa sebagai memimpin dan memimpin itu berarti menderita. "Leiden is Lijden". Begitu kata Agus Salim.

Gerakan wakaf nasional bukan hanya dilakukan elite nya, tapi juga masyarakat Indonesia.

Ketika Soekarno-Hatta berjibaku mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan membutuhkan pesawat untuk memperjuangkannya, masyarakat Aceh pun mewakafkan uang nya untuk membeli pesawat. Maka munculah Dakota RI -001 sebagai hasil wakaf nasional orang Aceh.

Hal yang sama juga terjadi di Jawa Barat. Dalam rangka mempertahankan eksistensi dan menjaga NKRI, sekitar 200.000 lebih orang Bandung mewakafkan rumahnya untuk dibakar dan mereka mengungsi. Mereka tidak rela rumah dan kampung halamannya dijadikan markas Belanda yang waktu itu ingin kembali menguasai Indonesia dan menjadikan Bandung sebagai pangkalan militer. Menjadikan Bandung Lautan Api, lebih baik daripada Bandung pusat militer Belanda.

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun