Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Italia, Juara Dunia dengan Sepak Bola Machiavelli

22 November 2020   15:03 Diperbarui: 22 November 2020   15:12 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lilian Thuram, anggota timnas Prancis yang dikalahkan Italia pada Final Piala Dunia 2006 di Berlin Jerman yang juga meniti karir di Liga Italia, mengatakan bila kemenangan sudah menjadi budaya orang Italia. Bagi orang Italia, tim boleh bermain buruk tapi mereka tetap harus menang minimalnya skor 1-0. Kita juga tidak akan pernah tahu skill kelas dunia apa yang dimiliki oleh Filippo Inzaghi. Namun, semua tahu Inzaghi adalah salah satu striker legendaris Italia dengan 278 gol untuk klub dan timnas dan memenangkan banyak trophy.

Hal lain dari Machiavelli adalah ketika dia banyak memberikan saran destruktif dalam mempertahankan kekuasaan. Seperti menyarankan cara terbaik menuntut kepatuhan manusia adalah dengan ancaman, bukan persuasi apalagi cinta. Karena Machiavelli melihat manusia sebagai makhluk yang mempunyai karakter jahat.

Dalam Sepakbola Italia, hal ini tercermin dari cara bermain Sepakbola. Bagi orang Italia, Sepakbola adalah olahraga yang memakai salah satu organ tubuh yang sulit dikontrol, yaitu kaki. Sepakbola bukan sepakbola memakai tangan, organ tubuh yang gampang dikontrol. Karena kaki susah dikontrol, maka salah satu tugas pemain sepakbola Italia bukan tidak melakukan pelanggaran, tapi meminimalisir pelanggaran. Berbeda dengan Sepakbola Belanda atau Brazil yang menuntut keindahan.

Namun hal menarik lainnya adalah pendapat journalist Italia Gianni Bondini. Menurut Bondini, sepakbola Italia adalah sepakbola bermasalah. Hanya saja makin bermasalah, makin menuai banyak kemenangan dan juara.

Ketika Italia menjadi Juara Dunia tahun 1934 dan 1938, Sepakbola adalah komoditas politik. Benito Musollini menjadikan Sepakbola sebagai sarana untuk menyatukan Italia dan menularkan ide-ide fasisnya. Karenanya pemain sepakbola Italia ketika itu mengkampanyekan fasis.

Sementara ketika Italia Juara Dunia tahun 1982 dan 2006, Sepakbola Italia justru sedang bermasalah akut. Media dan masyarakat bukan hanya menyoroti pemilihan pemainnya, tapi juga skandal judi bola yang melibatkan pemain timnas dan pengurus federasinya. Bila Paolo Rossi pada tahun 1982 baru selesai menjalankan hukuman skorsing karena terlibat judi bola, maka Guanluigi Buffon dengan Juventus tim nya, sedang menjalani hukuman degradasi ke Seri-B karena skandal pengaturan skor. Namun ternyata, keduanya adalah bagian tidak terpisahkan dari timnas Italia meraih Piala Dunia.

Bola.net
Bola.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun