Perfume : The Story of a Murderer
Pada tahun 1985 penulis Jerman Peter Suskind menerbitkan novel nya yang berjudul "Das Parfum, Die Geschichte eines Morders Diogenes". Novel Suskind ini di kemudian hari menyandang reputasi sebagai International Best Seller novel.Â
Telah diterjemahkan ke-49 bahasa dan lebih dari 20 juta bukunya terjual di seluruh dunia. Novel dari Jerman yang menjadi salah satu novel dengan penjualan terbaik di abad 20 ini, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi; Perfume ; The Story of a Murderer. Novel ini juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sepuluh tahun lalu denga judul yang sama versi bahasa Inggrisnya.
Peter Suskind menceritakan kisah hidup seorang Jean-Baptiste Grenouille pada abad 18 di Prancis. Grenouille seperti anak yang dilahirkan ke bumi dengan takdir nasib yang sangat buruk.Â
Lahir di tengah pasar dan tidak dikehendaki kehadirannya oleh Ibunya, Grenouille kemudian menjadi anak yatim piatu yang hidupnya berpindah dari satu panti asuhan ke tempat kerja yang sangat eksploitatif. Perpindahan hidup Grenouille dari satu kehidupan ke kehidupan lain, selalu ditandai dengan transaksi uang atau perbudakan.
Suskind tidak hanya menceritakan kehidupan Grenouille dengan takdir nasib buruk, tapi juga kehidupan Grenouille dengan takdir aura jahat. Perpindahan kehidupan Grenouille dari satu kehidupan ke kehidupan lain, selalu berakibat kematian bagi orang yang terakhir menjadi tuannya. Meskipun bukan dia yang membunuh orang-orang itu
Namun novel Suskind tidak hanya bercerita tentang Grenouille yang malang dan memiliki aura jahat, tapi sebagaimana judulnya, novel ini juga bercerita tentang parfume dan proses pembuatannya.Â
Suskind menceritakan bagaimana proses pembuatan parfume, elemen-elemen dalam parfume, dan juga siapa saja tokoh peracik parfume dunia yang terkenal. Melalui novel Suskind ini kita akan mengenal nama kota yang tidak bisa dilepaskan dari proses dunia parfum; Kota Grasse di Prancis.
Dalam konteks Parfume ini, Grenouille meskipun membawa aura jahat dan takdir hidupnya sangat malang, adalah orang yang sangat peka terhadap bau-bauan yang ada di sekelilingnya.Â
Kemampuan membaui Grenouille, ada diatas rata-rata kemampuan manusia. Bila orang kebanyakan bisa berjalan tanpa salah arah dengan memakai indra penglihatan, maka Grenouille bisa berjalan dengan benar hanya dengan mengandalkan indra penciumannya.Â
Bila orang bisa menyebutkan kata dari setiap bau yang dia cium, maka Grenouille sudah tidak lagi memiliki kata untuk menggambarkan setiap bau yang dia cium. Karena begitu tajam penciumannya dan kompleksnya bau yang Grenouille serap.
Karena novel ini bercerita tentang Grenouille yang hidup di Prancis pada abad 18, maka otomatis Novel ini juga menceritakan Prancis pada abad 18. Seperti Prancis dengan jalan-jalannya yang becek dan kotor, sistem perbudakan dalam kehidupan masyarakat Prancis, para borjouis yang berjalan kesana kemari sambil menutup hidung.
Secara umum film Perfume ; The Story of Murderer adalah seperti yang diungkapkan diatas. Karena film yang disutradarai Tom tywer dan dibintangi Ben Whishaw sebagai Jean-Baptiste Grenouille serta Dustin Hoffman sebagai Giuseppe Baldini, seorang peracik parfum yang sempat menjadi tuan Grenouille dan mengajarkannya cara-cara mengekstraksi bau, diadaptasi dari novel diatas.
Menurut Wikipedia, proses pembuatan film ini dimulai pada tahun 2000 dengan lebih dahulu membeli hak cipta nya dari Suskind. Lokasi syuting film ini adalah di Jerman, Spanyol dan Prancis. Dengan alokasi dana 60 Juta dollar Amerika, film ini telah menjadi salah satu film termahal Jerman.Â
Namun film yang dirilis pertama kali pada 14 September 2006 ini, telah berhasil meraih pendapatan lebih dari dua kali lipatnya atau sekitar 135 Juta Dollar Amerika. Dimana 53 Juta Dollar Amerika diantaranya didapat di Jerman. Â
Namun sebagaimana film yang menjadi adaptasi dari sebuah novel, selalu ada reduksi dari cerita yang disampaikan di novelnya. Visualisasi novel Das Parfume ini jelas akan membuat orang lebih memperhatikan figur Grenouille sendiri.Â
Imajinasi kita tentang kehidupan sosial budaya Prancis pada abad 18 serta proses pembuatan parfume yang dipaparkan Suskind, mau tidak mau akan tertutup oleh perjalanan hidup seorang Grenouille.
Dalam konteks Indonesia, bila kita menonton atau membaca Perfume; The Story of Murderer, maka mau tidak mau kita akan ingat pada novel nya Dewi Lestari yang terakhir, Aroma Karsa.Â
Tidak berbeda dengan novel Suskind, dalam Aroma Karsa, novelist Dewi Lestari bukan hanya bercerita tentang perusahaan parfume dan proses pembuatan sebuah parfume, tapi juga mempunyai dua tokoh utama seperti Grenouille yang sangat peka terhadap bau-bauan. Jati Wesi yang dijuluki sebagai si hidung tikus, dan Tanaya Suma anak angkat konglomerat pengusaha parfum.
Namun untuk mengatakan bahwa Aroma Karsa nya Dewi Lestari adalah jiplakan dari "Das Parfum", pastinya tidak. Karena selain motivasi awal serta setting sosial budayanya berbeda, Dewi Lestari juga terbuka menuliskan bahwa dalam proses kreatif penulisan Aroma Karsa, dia memang membaca novel Suskind tersebut.Â
Film dan Novel ini adalah bagian dari riset Aroma Karsa nya Dewi Lestari. Selain riset dia tentang proses pembuatan parfume di Singapura, situasi dan kondisi di Bantar Gebang, juga Gunung Lawu dengan segala mitologi dan legenda yang mengelilinya.
Kembali lagi ke film Perfume. Bila menonton Perfume, pastinya sambil membayangkan membaca novel ini, setidaknya ada dua hal yang menarik untuk diperhatikan.
Pertama, tidak seperti yang dibayangkan orang kebanyakan, bahwa proses menulis sebuah novel itu bukan hal yang mudah. Ada proses panjang dari lahirnya sebuah novel. Kemampuan mentransformasi ide dalam kata-kata, hanyalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang novelist.Â
Selain itu, dia juga mesti melakukan riset yang mendalam tentang subjek yang dia tulis. Karenanya ketika kita membaca dan menonton Perfume, kita tidak hanya sedang menyimak perjalanan hidup seorang Grenouille, tapi juga situasi sosial budaya Prancis pada abad 18.
Kedua, kisah hidup Grenouille yang serba kusam dan muram, dengan takdir nasib buruk dan aura jahat yang mengelilingnya, seperti menggambarkan pandangan hidup yang serba buram dan muram melihat hidup. Suskind seperti melihat kehidupan manusia seolah seburam Grenouille yang hanya membawa kemalangan bagi dirinya, tapi juga kemalangan bagi orang lain.
Apakah deskripsi kehidupan Grenouille merupakan pandangan hidup pesimistis yang dianut sebagian kalangan di Eropa sana, tentunya menjadi bahan menarik untuk dilihat lebih lanjut. Karena dalam banyak hal, media dan karya sastra kerap menjadi pantulan kehidupan sosial budaya masyarakat yang melingkupinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H