Meski sudah mengeluarkan instruksi, MAR masih harus berkeringat untuk memenangkan kandidatnya.Â
Tidak seperti sesepuh partai lain, MAR tidak cukup mengeluarkan fatwa politik dan semuanya berjalan sesuai yang diinstruksikan.
MAR mesti turun gelanggang langsung untuk mendatangi setiap tokoh kunci pemegang suara di daerah untuk meyakinkan mereka dengan keputusan yang sudah dia buat.
Kongres PAN 5 tahun lalu di Bali, menjadi gambaran betapa derasnya keringat MAR untuk memenangkan Zulkifli Hasan atas Hatta Radjasa. Kepastian siapa yang menjadi nahkoda PAN pada Kongres Bali, terjadi di detik-detik terakhir penghitungan suara.Â
Selisih suara Zulkifli Hasan atas Hatta Radjasa hanya terpaut 6 suara. Mungkin Kongres sekarang ini adalah puncaknya.
Tiga orang mantan Ketua Umum Partai bersatu melawan MAR sesepuh partai dan hasilnya ada perbedaan ratusan suara antara Zulkifli Hasan dan Mulfahri yang didukung MAR.
Namun meski Kongres Kendari 2020 menjadi kekalahan politis MAR pertama, bila kita perhatikan suara-suara kader PAN yang berseliweran, ada semacam tone yang sama bila mereka tidak ingin memojokan MAR dan tetap menghargainya.Â
Permohonan maaf kepada MAR karena tidak bisa seiring atau tetap memastikan MAR sebagai tokoh partai, adalah suara-suara kader partai yang kerap muncul ke permukaan.
Bahkan sebelum Kongres berlangsung, beberapa tokoh kunci kemenangan Zulkifli Hasan konon sudah mendatangi MAR terlebjh dahulu. Selain minta maaf karena tidak bisa seiring sejalan, mereka juga mengingatkan bahwa pilihan politik MAR itu keliru.
MAR tentunya membantah dan mengingatkan, bahwa ini demi kebaikan partai. Bukan perkara menang kalah. Perdebatan masa depan partai inilah yang menjadi tema. Bukan masalah menang kalah.
Ketika Partai politik dituding tidak demokratis, sentralistis, lebih mirip kerajaan, kejadian ini tentu menjadi harapan tersendiri.