Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lemah Abang dan Konsep Masyarakat Ummah

28 November 2019   10:32 Diperbarui: 28 November 2019   10:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kondisi seperti itu, Datuk Abdul Jalil mengimpikan sebuah tatanan kehidupan egaliter yang disebut dengan Masyarakat-Ummah. Bagi Abdul Jalil, yang tertinggi dalam kehidupan masyarakat adalah Tuhan sehingga masyarakat itu mengkhidmatkan semua aktivitasnya untuk Tuhan bukan untuk Raja. Seluruh aktivitas manusia di Bumi mestilah manifestasi dari statusnya sebagai Wakil Tuhan di Bumi dan harus hidup berdasar nilai-nilai Ketuhanan.

Raja atau penguasa sebuah negeri mesti dipilih oleh Rakyat bukan berdasar kepada keturunan. Penguasa sebuah daerah bukanlah Kepala, yang mengusai sebuah wilayah, tapi dia adalah Wali Negeri. Wali berasal dari bahasa Arab yang berarti melindungi. Karenanya pimpinan yang dipilih rakyat, tugasnya adalah melindungi rakyat bukan mengeksploitasi rakyat.

Selain itu, semua yang ada di Bumi ini pada hakikatnya juga milik Allah bukan milik raja. Sedangkan manusia adalah Wakil Tuhan di muka bumi ini untuk mengelolanya berdasar prinsip-prinsip ketuhanan. Atas dasar konsepsi ini, tanah yang sebelumnya diklaim milik kerajaan dan diberikan kepada rakyat sebagai penyewa, mesti dibagi-bagikan kepada rakyat untuk dikelola dengan produktif.

Ide Datuk Abdul Jalil akan konsep Masyarakat-Umah ini dimengerti oleh penguasa Caruban Girang, Raja Sri Manganti. Salah satu putra penguasa Pasundan yang diberi kuasa memimpin Caruban Girang, namun sudah lama merasa risau, kesal dan tidak suka dengan cara saudara-saudaranya berkuasa di Bumi Pasundan.  

Untuk mendukung ide Datuk Abdul Jalil ini, Raja Sri Manganti lalu menghibahkan tanah seluas 200 Jung (560 hektar) bebas shima (pajak) kepada Datuk Abdul Jalil untuk dikelola. Tanah ini kemudian disebut dengan Lemah Abang. Secara harfiah, Lemah berarti Tanah dan Abang berarti Merah.

Disebut Tanah Merah karena sebagian tanah di daerah ini merah atau subur bisa menjai tempat tumbuh berbagai jenis tanaman. Selain itu Lemah juga berarti tenang dan Abang berarti nafsu. Diberi nama seperti ini karena diharapkan warga di daerah ini bisa menundukan nafsu amarah, yang menjadi pangkal kerusakan, dan tempat membentuk nafsu muthmainnah.

Lemah Abang kemudian dijadikan pilot project bagi Datuk Abdul Jalil untuk membangun masyarakat yang dia idealkan. Di Lemah Abang ini, tanah yang sudah dihibahkan Sri Manganti dibagi-bagi lagi ke masyarakat untuk dikelola.

Untuk melindungi hak-hak perempuan dan mengembalikan tugas laki-laki sebagai penanggung jawab kehidupan, maka lelaki di Lemah Abang tidak mengikuti keumuman masyarakat Pasundan yang membawa keris di depan dada sebagai perlambang kekuatan, tapi dia mesti memakai Golok di tangan kiri. Lambang bahwa laki-laki harus menjaga perempuan, yang terbuat dari rusuk kiri laki-laki, yang merupakan kehormatan dirinya sebagai lelaki.

Lelaki di Tanah Abang selain berdestar dan rambutnya tidak panjang digelung, juga tidak boleh menjual perempuan untuk biaya membayar hutang atau keperluan berjudi sebagaimana yang terjadi pada masyarakat keumuman waktu itu. Selain dari itu, perempuan di Lemah Abang bila keluar rumah, mereka harus menggunakan penutup dada. Tidak seperti masyarakat luar Lemah Abang.  

Janda-Janda dan anak yatim piatu juga menjadi tanggung jawab para pemimpin Lemah Abang. Mereka tidak lagi berbadan lemah dan kurang gizi, karena semuanya di tanggung oleh baitul mal.

Namun mereka juga tidak boleh terus menerus berada di rumah untuk menunggu belas kasihan orang lain, mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Kemudian secara politis, pemimpin di Lemah Abang tidak lagi ditunjuk berdasar keturunan tapi dipilih oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun