Dalam rumah gedong, ayah-ibu dan anak-anak biasanya mendapat kamar sendiri dengan alokasi ruangan yang sama. Tidak ada lagi orang tua yang sekali pandang dapat mengawasi anak-anaknya, anak terbebas dari kontrol orang tua karena dibatasi tembok.
Bagi keluarga yang tinggal di gedong, anak menjadi pusat perhatian keluarga. Apa yang terbaik, termahal, dan pengeluaran terbanyak adalah untuk anak. Pada masa ini mulai muncul juga makanan, pakaian, bacaan, dan hiburan yang khusus ditujukan untuk anak. Dunia anak berbeda dengan dunia orang tua.
Ketika sudah dewasa, anak yang sudah besar mulai mencari pekerjaan sendiri, jodoh sendiri, dan rumah sendiri. Dengan kata lain, terdapat demokratisasi dalam keluarga. Orang tua adalah teman bagi anak-anaknya.Â
Hubungan antara orangtua dan anak sejajar. Keluarga diatur seperti sebuah demokrasi. Pola hubungan keluarga seperti ini, menurut Alm adalah Child-Centred Family. Anak adalah pusat dari interaksi keluarga.Â
Ketika membaca uraian di atas, saya tidak memikirkan masalah demokrasi politik seperti yang diurai penulis. Hal yang terpikir ketika itu adalah dua hal. Pertama asimetris hubungan orang tua dan anak, dan yang kedua praktek komunikasi kita sehari-hari.
Tidak sejajarnya hubungan orang tua dan anak misalnya sering terlihat pada split antara memperlakukan anak ala rumah Joglo dan ala Gedhong. Seperti waktu kecil anak dikontrol sedemikian kuat oleh orang tua, tetapi menginjak dewasa mereka dilepas. Jodohnya dicarikan, tetapi waktu anak butuh buat rumah, mereka dibiarkan sendiri. Ada juga yang kebalikannya.
Hal kedua adalah ketika saya mengingat pola komunikasi yang terbangun selama ini. Komunikasi kita secara tidak sadar merubah pola Parent-Centered Family ke Child-Centered Family.Â
Misalkan dulu orang selalu memanggil orang tua kita dengan namanya saja, tidak lebih. Ditambah penyebutan gelar kehormatan bagi beberapa orang. Hal berbeda dialami banyak orang sekarang.Â
Banyak keluarga dekat juga Guru-guru TK dan SD anak-anak, bila berinterasi dengan seseorang, tidak menyebutkan nama orang tersebut. Mereka cenderung menyebutnya dengan nama Papahnya Prabowo atau Mamahnya Jokowi. ID telphone juga sering seperti itu. Menyebut Momnya Anies atau Mamahnya Ahok serasa sudah biasa.
Mungkin hal yang paling kentara adalah terlihat dalam sikap protektif orang tua terhadap anaknya. Kadang sikap protektif sering merupakan cerminan dari traumatik masa lalu orang tua yang tidak ingin dialami anak. Meski sebetulnya dalam banyak hal itu adalah positif.Â
Seperti sikap orang tua ketika anak mengucapkan kata-kata kotor atau melanggar etika berbicara. Orang tua dahulu akan lebih bersikap keras, tegas dan dalam banyak hal kasar.Â