Dulu orang tahu nya bahwa keburukan pemilu di kita itu hanya sebatas tentang caleg yang suka mengumbar janji atau serangan fajar untuk membeli suara.Â
Sekarang orang tahu, bahwa kecurangan pemilu itu dilakukan banyak pihak bukan hanya caleg. Mulai dari polster, penyelenggara pemilu, Â sampai dengan aparat negara semuanya terlibat mengeruhkan suasana.
Karenanya, hasil penting dari sidang MK itu bukan tentang siapa yang menang dan yang kalah karena itu sudah terprediksi. Tetapi apa yang akan dilakukan dengan pemilu kita setelah sidang MK itu selesai. Perbaikan-perbaikan seperti apa yang akan dilakukan untuk membuat pemilu di Indonesia lebih kredible.Â
Apakah pemilu mendatang aparat kepolisian masih boleh memihak, bagaimana caranya supaya kas BUMN tidak ikutan terkuras demi politik praktis, apa yang harus dilakukan supaya tidak ada lagi pencurian suara, bagaimana caranya supaya agama tidak terus menerus di eksploitasi, apa rencana para pimpinan ormas keagamaan untuk mengantisipasi tidak terjadinya politisasi agama, dan lain sebagainya. Kalau hal diatas tidak dibenahi, jangan mengeluh kalau hasil pemilu berikutnya adalah anggota parlemen yang tidak kredibel. Â Â
Fernand Braudel, sejarawan Prancis, pernah membagi sejarah ke dalam tiga kategori, yaitu sejarah jangka pendek yang menekankan peristiwa jangka pendek (I'histoire evenementielle), seperti politik, sejarah jangka menengah yang menekankan struktur (I'histoire structurelle) seperti perubahan budaya, sosial, dan ekonomi dan sejarah jangka panjang (I'histoire longuee duree) yang menekankan pola seperti pola geografis dan teknologis.
Sidang MK pastinya bukan sejarah jangka panjang, tetapi kita tidak ingin menjadikan sidang MK sebagai peristiwa jangka pendek (politik). Sidang MK mestinya dijadikan sebagai peristiwa jangka menengah.Â
Karenanya yang harus dilakukan adalah menguatkan sensitivitas struktur bukan sensitivitas politik. Karena kita tidak akan pernah maju kalau terus menerus membicarakan orang (Jokowi dan Prabowo) dan tidak mau berubah dengan membicarakan ide. Memperkuat sensitivitas politik, hanya melahirkan gosip politik tentang Jokowi dan Prabowo.
 Kalau pembicaraannya masih berkutat tentang Jokowi dan Prabowo, mestinya kita sudah tertipu oleh keduanya ketika ada berita bahwa mereka akan berkoalisi
Just my two cents
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H