Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Review Buku "A Short History of Arabs"

30 Mei 2019   11:23 Diperbarui: 31 Mei 2019   01:17 1642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gramedia.com

Sudah lama saya mencari dan ingin membaca buku ini. Buku yang aslinya diterbitkan tahun 1960 di London dan edisi Indonesia nya diterbitkan Maret tahun lalu. Ada banyak hal yg bisa diceritakan kembali dari buku klasik tulisan Philip K. Hitti yang sudah jadi rujukan para akademisi dan pembaca umum ini. 

Hitti adalah cendikiawan kelahiran Lebanon pada 1886 dimana sejak 1913 hingga kematiannya di tahun 1978 menghabiskan hidupnya di hampir semua negara bagian Amerika Serikat. Di Princeton University, Hitti adalah Ketua Jurusan Bahasa-bahasa Timur.

Bila kita kemarin sempat meributkan khasiat air kencing Unta, penulis buku ini yang merupakan Professor Sastra Semit yang sempat mengajar di Columbia, menceritakan bahwa dari dulu orang Arab badui suka meminum air kencing unta karena itu dianggap berkhasiat bagi kesehatan. Minum air kencing unta sudah seperti local wisdom. Terlihat jijik tapi dianggap berguna. Tentunya tidak ada penjelasan medis tentang hal itu di buku ini, karena ini buku sejarah bukan medis.

Hal menarik adalah tentang perintah Shalat berjamaah. Bila menilik dinamika sosial budaya bangsa Arab masa itu, maka menurut Hitti, pada masanya perintah Shalat Berjamaah adalah perintah yang sangat revolusioner. Dikelilingi oleh alam yang sangat keras dan menuntut daya survival yang sangat tinggi, orang Arab pada masa itu adalah orang yang sangat individualistik dan cenderung anti sosial. 

Perlindungan sosial paling maksimal yang bisa dapatkan dari kehidupan sosial mereka adalah perlindungan kesukuan. Mereka membangun tenda-tenda berkelompok sesuai dengan sukunya. Karenanya dikeluarkan atau diusir dari Suku, adalah kiamat bagi orang Arab.

Perintah Shalat Berjamaah merusak pola kehidupan orang Arab yang individualistik dan kesukuan tersebut. Karena orang sekarang mesti berkumpul bersama dalam satu waktu dengan tidak membedakan asal-usul mereka darimana. Agama baru yang dibawa Nabi Muhammad itu sudah memecah kesukuan dan sifat individualistik orang Arab

Berkaitan dengan hubungan antar umat beragama, Hitti relatif mempunyai pandangan sama dengan pandangan para sarjana Muslim lainnya. Bahwa Islam dan Kristen juga Yahudi pada dasarnya mempunyai ajaran yg relatif berdekatan dibanding Agama yg lain. Saking berdekatannya, di Abad pertengahan orang Eropa memandang penganut ajaran Nabi Muhammad juga sebagai orang Kristen. Tapi Kristen sekte sesat. 

Karenanya dalam master piece Dante, pujangga dan penyair Italia terbesar yg hidup di penghujung Abad pertengahan, yg paling terkenal : "Divine Comedy" atau Komedi Ketuhanan, Nabi Muhammad ditempatkan di neraka paling bawah bersama-sama dengan mereka yang menyebarkan benih-benih kemelut dan perpecahan. Pembaca novel Dan Brown mesti familiar dengan Dante dan karyanya ini.

Beralih ke masa penaklukan atau ekspansi orang Arab pasca Nabi Muhammad meninggal, menurut Hitti apa yang dilakukan oleh Khalid Bin Walid, Mushab bin Umair maupun Amr bin Ash pada dasarnya setara dengan apa yg dilakukan oleh Alexander The Great atau Napoleon Bonaparte. Disana ada kecerdikan, kejeniusan dari seorang Khalid ketika memimpin penaklukan.

Menurut Hitti ekspansi orang Arab ke Afrika Utara, Asia Tengah, Asia Barat, juga Eropa, pada dasarnya tidak dibarengi oleh senjata perang yang canggih. Perisai perang pasukan Byzantium tetap lebih kuat daripada perisai perang orang Arab. Kelebihan orang Arab terletak pada strategi perang dan motivasinya, bukan pada perangkat perang nya. Formasi barisan pasukan, cara mengendalikan pasukan unta juga pasukan berkuda orang Arab, berbeda dengan kerajaan dunia yang sudah mapan pada saat itu. Teknologi perang orang Arab pada masa itu disebut tidaklah terlalu unggul.

Untuk menggambarkan betapa udik nya orang Arab pada masa ekspansionis, Hitti menggambarkan apa yang terjadi ketika orang Arab menaklukan Mesir dan memasuki negeri Alexandria. Konon pasukan dari Arab kaget melihat bangunan yang tinggi dengan arsitektur nya yang cantik-cantik. 

Kekagetan orang Arab pada negeri Alexandria, menurut Hitti tidak jauh berbeda dengan orang kampung masa sekarang yang terkejut melihat bangunan tinggi di New York. Setelah penaklukan ini, muncul istilah bahwa penakluk sudah tertawan oleh yang ditaklukan. Karena pasca penaklukan, orang Arab justru belajar banyak hal kepada orang Alexandria yang dianggap lebih maju.

Ujung dari proses belajar itu sendiri sudah diketahui ketika orang Arab Islam itu menguasai dunia. Ketika pelajar Oxford masih menganggap mandi sebagai kebiasaan berbahaya yang mesti dihindari, orang Arab sudah memiliki perpustakaan besar di Kordoba dengan 400.000 jilid buku, mempelajari pemikiran Aristoteles dan gemar mandi di tempat pemandian yang Indah. Sampai sekarang, Turkish Bath adalah sebuah istilah yang menunjukan cara mandi yang benar dan efektif.

Berkaitan dengan Alexandria ini, Hitti membantah tudingan banyak kalangan bahwa pada saat penaklukan itu orang Arab membakar perpustakaan Alexandria yang besar dan megah. Menurut Hitti, yang membakar perpustakaan Alexandria adalah Julius Caesar dari Roma.

Mengenai motif penaklukan, Hitti tidak setuju dengan karikatural yang menggambarkan orang Arab memegang Quran di tangan kanan dan Pedang berlumuran darah di tangan kiri. Sebuah karikatur yang ingin menggambarkan bahwa Islam disebarkan melalui pedang. Menurut Hitti, ketimbang motif penyebaran Agama, motif ekonomi untuk mendapatkan harta rampasan perang adalah pendorong paling kuat orang Arab melakukan penaklukan dunia dibanding motif penyebaran Agama. Bahwa penduduk di wilayah penaklukan banyak yang mengkonversi Agamanya, itu lebih karena faktor privillege mempunyai Agama sama dengan penguasa. Karena ketika Islam berkuasa, tidak ada istilah inkuisisi

Orang Arab sendiri relatif dimudahkan menguasai wilayah baru, karena penyambutan warga. Di samping karena banyak nya pembelot di daerah taklukan, masyarakat di daerah baru merasa lebih nyaman berada dibawah kekuasaan orang Arab. Selain karena lebih dekat secara ras, orang Arab juga memberlakukan pajak rendah ke wilayah baru. Karenanya bahasanya pun sampai sekarang adalah "Penaklukan" bukan "Penguasaan" atau "Penjajahan"

Ada banyak hal yang menarik untuk diceritakan kembali dari buku jni. Saya sendiri belum tuntas membacanya. Apa yang disampaikan diatas baru sekelumit dari 1/4 isi buku yang judul awalnya "A Short History..." Seperti biasa, terinterupsi oleh urusan dapur heuheuheu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun