Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Televisi Pengaruh Kehadiran dan Isi Siaran

7 Mei 2019   08:54 Diperbarui: 7 Mei 2019   08:59 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Televisi

Pada masa kedua orang tua saya kecil dan beranjak remaja, mungkin Televisi itu lebih dominan berfungsi sebagai simbol sosial dan status ekonomi ketimbang sebagai media hiburan atau penyebar informasi. Karena selain terbatasnya waktu siaran dan jumlah statsiun, televisi adalah media yang hanya bisa dimiliki orang berstatus sosial dan ekonomi menengah keatas. Selain dari mereka, Televisi hanya ada di Kantor Desa supaya ditonton bersama-sama oleh penduduk.

Tidak aneh, pada masa orang tua dulu tidak memiliki permasalahan keterbatasan lahan pribadi sehingga bisa membuat rumah yang besar dimana didalamnya ada sekat yang jelas antara ruang keluarga dan ruang tamu, televisi diletakan di ruang tamu yang berada di depan bukan di ruang keluarga yang relatif ada di sebelah dalam. 

Dengan diletakan di ruang tamu, bukan hanya tamu yang tahu bahwa keluarga si anu sudah punya TV, tapi masyarakat yang lewat rumah pun bisa tahu bahwa keluarga si anu sudah punya TV dengan melirik melalui pintu tamu yang sedang dibuka.  

Dengan segala keterbatasan ini, bukan berarti Televisi tidak memiliki efek pada kehidupan sosial masyarakat. Konon pada masa itu di sebuah Desa di Sulawesi, kehadiran Televisi berimbas pada turunnya produktivitas masyarakat. 

Karena masyarakat yang sudah terbiasa tidur lebih dini dan bangun lebih pagi untuk pergi ke sawah, jadwal hidupnya berubah. Mereka jadi tidur lebih larut karena  menonton siaran Televisi terlebih dahulu, dan bangun lebih siang sehingga terlambat pergi ke sawah.

Pada masa itu juga Televisi disinyalir menjadi pemicu munculnya fenomena nikah muda dan hamil diluar nikah di Desa. karena di masa ketika Televisi hanya ada di Kantor Desa dan memulai siaran menjelang Isya, masyarakat bersama-sama pergi ke kantor Desa selepas Isya untuk menonton siaran Televisi bersama-sama dan pulang rumah larut malam. 

Dalam aktivitas malam-malam inilah kemudian anak-anak muda di desa melakukan hubungan yang mereka inginkan, tetapi tidak diperbolehkan masyarakat.

Sekarang tentunya hal diatas sudah berubah. Televisi sudah tidak menjadi simbol status sosial dan ekonomi. Hampir semua orang mempunyai televisi. Kecuali yang memang sudah berniat tidak membeli atau memang betul-betul sangat miskin sehingga tidak mampu membeli.

Pada masa anak pertama saya masuk TK, dia bisa menikmati siaran Televisi tanpa batas. Berwarna, bersih, 24 Jam sehari, 7 hari dalam seminggu, multi channel, multi tayangan dan dari berbagai statsiun. Lalu ketika adiknya mau keluar TK, dia sudah mempunyai pengalaman nonton TV lebih dari itu. 

Bila kakak nya mesti mengingat jadwal dan statsiun televisi yang menyiarkan program kesukaannya, maka adiknya tidak seperti itu. Dia cukup duduk depan televisi kapan dia mau, lalu mengetik tontonan apa yang ingin dia lihat dan YoutTube di televisi pun sudah menunjukan pilihan tayangan yang sesuai dia inginkan. Dia sudah tidak perlu mengikuti tayangan yang ditawarkan statsiun TV, tetapi bisa menentukan sendiri tayangan apa yang ingin dia lihat.

Dalam jangka panjang, saya masih meraba-raba imbas pola menonton seperti ini. Apakah pola ini akan berimbas pada kepribadian. Karena anak jadi terbiasa mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dan tidak belajar bershabar menunggu datangnya jadwal siaran TV, saya tidak tahu. Hanya yang jelas, konsumerisme sepertinya tetap muncul meski yang ditonton bukanlah iklan. 

Anak bisa dengan leluasa mem pause sebuah tayangan di tv lalu memanggil saya da Ibu nya. Menunjukan kalau mini figure yang ditunjukan di TV social media adalah mainan yang mesti kami belikan bila puasanya tamat sampai akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun