Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rapat MKD yang Tertutup dan Pak Presiden yang Marah

23 Desember 2015   18:51 Diperbarui: 23 Desember 2015   20:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rapat MKD Yang Tertutup Dan Pak Presiden Yang Marah

Setidaknya ada beberapa hal sepele yang kita lupakan dalam melihat Freeport dan Setya Novantp Cs ini.

Pertama, rekaman yang dibuka adalah percakapan pertemuan ketiga di Bulan Juni 2015. Tetapi baru diserahkan bulan kemarin. Karenanya yang menjadi pertanyaan besar, bila memang arahnya serius memberantas mafia, kenapa baru dibuka sekarang-sekarang?Lalu bagaimana dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya?

Kedua, pelanggaran etika seorang Ketua DPR hanya berimplikasi etik. Kalau tidak mundur jadi Ketua, maksimal dipecat dari anggota. Tetapi pelanggaran pidana seorang Ketua DPR tidak hanya berimplikasi etik, tetapi juga hukum. Dia tidak hanya mesti turun dari DPR, tapi juga dipenjara. Lalu kenapa mendahulukan laporan ke MKD ketimbang ke Kejaksaan?Bukankah kejaksaan itu dibawah kendali Presiden dan Jaksa Agung itu kader partai pendukung pemerintah?Kenapa perhatian besarnya nya ke MKD bukan ke kejaksaan?

Ketiga, Freeport itu bukan perusahaan abal-abal. Dia perusahaan asing terbesar di Indonesia dan mengelola tambang emas terbesar di dunia. Dirut Freeport bukan hanya ditunjuk Bos Freeport McMoran di Amerika sana, tetapi juga mesti diketahui dan mendapat restu pemerintah Indonesia sini.

Sedikit kita buka lembaran Pilpres setahun lalu. Bila rival Pak Presiden kita sekarang dibantu Jendral militer bidang tempur, maka Pak Presiden kita ini dibantu sepenuh hati oleh Jendral-Jendral TNI bidang intelijen dan penguasaan territorial. Kalau Dirut Freeport yang baru ditunjuk itu adalah seorang militer mantan Wakil Ketua BIN, apa itu mau dianggap sebuah kebetulan?Ingat lho, MS itu Dirut baru yang ditunjuk setelah Presiden kita dilantik.

Keempat, tidak seperti disangkakan orang yang menganggap Setya Novanto tidak akan datang ke sidang MKD. Ketua DPR ternyata datang, tetapi berbeda dengan SS dan MS ketika menjalani sidang MKD. Setya Novanto meminta sidang tertutup dan itu dituruti oleh anggota MKD.

Selain itu Setya Novanto juga datang dengan didampingi pengacara. Untuk apa pengacara dalam sebuah sidang etik?Kenapa SS dan MS tidak ditemani pengacara?Masak sih karena mereka berdua tidak mampu bayar pengacara

SN juga menjelaskan bahwa alasan sidang ditutup karena ada hal-hal private yang tidak boleh diketahui publik. Lalu kita setuju dengan alasan ini?Hanya karena pengamat dan orang yang mengidentifikasi diri sebagai tokoh nasional, padahal partisan, juga mengecam itu?Apa kita betul-betul percaya bahwa dalam sidang MKD terhadap Setnov betul-betul ada sesuatu yang disembunyikan?

Mesti diingat, SN itu Ketua DPR. Dia politisi kawakan bukan politisi bau kencur. Karirnya jadi politisi dimulai menjadi supir seorang politisi. Perilaku orang senayan itu sudah dia hafal betul. Kalau pertemuan private dengan MS dan MRC saja bisa direkam dan bocor ke publik, masak sih dia memakai alasan serupa untuk menjadikan sidang MKD tertutup. Selain Setnov menyebarkan keterangan tertulis ke publik ucapan dia dihadapan sidang MKD, bahkan ada anggota MKD yang menyatakan bahwa didalam sidang itu tidak ada sesuatu yang mesti ditutupi.

Kelima, Pak Presiden marah malamnya setelah sidang MKD terhadap SN selesai sore hari. Karena merasa namanya dicatut. Lalu kenapa marah di depan publiknya itu baru sekarang?Bukankah dia sudah tahu rekaman itu sebelum-sebelumnya?Kenapa marah usai sidang MKD terhadap Setnov?Kenapa tidak marah usai sidang MKD terhadap SS dan MS?

Karenanya penting bagi kita untuk kembali ke awal. Demi melihat "Big Picture" dari kisruh Freeport ini.

Awal kisruh Freeport adalah Kontrak Karya Freeport yang akan berakhir dan Freeport ingin memperpanjangnya. Meski pemerintah sudah memberikan singnal perpanjangan kontrak, tapi ada regulasi yang menghadang. Baik itu UU Minerba maupun PP No 77/2014. UU Minerba tidak menyebutkan adanya Kontrak Karya pertambangan. UU hanya mengatur tentang Izin Usaha Pertambangan. Kontrak Karya disebutkan dalam Bab Ketentuan Peralihan. Artinya semua Kontrak Karya harus dialihkan menjadi Izin Usaha Pertambangan.

Perbedaan signifikan antar keduanya adalah, bila Kontrak Karya pemerintah dan Freeport sejajar, dalam Izin Usaha Pertambangan pemerintah berada diatas. Sebagaimana layaknya pemberi izin. Bukankah kalau kita mengajukan SIM harus mengikuti kemauan pemerintah, bukan pemerintah mengikuti kemauan kita apa.

PP juga menyatakan bahwa Izin baru bisa diberikan 2 tahun sebelum kontrak yang lama usai. Bila kerjasama dengan Freeport baru berakhir 2021, maka baru tahun 2019 lah izin itu bisa dikeluarkan. Bukan sekarang seperti yang diharapkan Freeport dan Pemerintah

Inilah hambatan regulasi yang menjadi domain DPR. Selain itu kita juga tahu bahwa manajemen rumah tangga pemerintah sekarang itu amburadul. Antar mentri bisa bertengkar di depan publik. Mereka bermain sendiri-sendiri dan memiliki induk yang berbeda-beda. Apalagi kalau menyimak ucapan RR tentang perang antar genk

Karena itu bisa difahami kenapa rekamannya dibuka sekarang dan fokus diarahkan pada MKD bukan kejaksaan. Apa kita yakin Kejaksaan bisa menjerat Setnov dengan hanya bermodalkan rekaman saja?Dari sini kita juga bisa faham, kenapa SN didampingi pengacara dan memaparkan argumen hukum dalam sebuah sidang etik.

Kalau Setnov politisi kacangan, mungkin dia bilangnya seperti ini "Ayo kalau berani, lawan gua pakai hukum. Orang-orang MKD yang kemarin mendukung lo, sudah gua kendaliin nih. Mereka mau sidang tertutup seperti yang gua minta. Jangan banci pakai etik-etik yang buktinya hasil jebakan dan rekayasa begitu. Emangnya di sekeliling lo' itu gak ada yang bermain kayak gua apa?" Setelah itu di sebrang sana orang yang biasa kalem, tenang, senyum tidak bisa lagi menahan amarahnya.

SN, MR memang tamak. Tidak layak seorang SN memimpin DPR. Tetapi menganggap masalah Freeport berhenti di SN dan MR, maka kita semua yang akan rugi. Bila kita lengah, setelah SN dan MR dibully rame-rame, UU Minerba dan PP tidak terkawal. Setelah itu Freeport melenggang dengan manisnya mengeruk emas kita untuk kesekian kalinya. Tidak berbeda dengan kasus Anggodo beberapa tahun silam. Rekamannya dibuka di MK, orangnya dibully rame-rame, dia dipenjara tapi mafia hukumnya jalan terus sampai sekarang

 

Nb ; Dari dinding facebook. Ditulis ketika masih ramai membicarakan sidang MKD yang mengadili Ketua DPR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun