[caption id="attachment_278661" align="aligncenter" width="633" caption="Ilustrasi/ Kampret (Ira Oemar)"][/caption]
Lebaran sudah di depan mata, sudah tercium aroma wanginya, sudah terasa getarannya. Bahkan aroma libur semakin mengental dan mengkristal, menunggu habisnya masa penantian. Teman-teman yang merayakan, tengah bersibuk ria melakukan beragam persiapan. Teman-teman yang tidak turut merayakan, tetap bergembira menanti dan menyambutnya, karena mereka pun turut libur. Semua senang, semua ceria menanti saat Lebaran, dengan beragam persepsi dan cara.
Sejatinya Hari Raya Idul Fitri, atau yang populer dengan sebutan Hari Lebaran merupakan puncak perayaan di penghujung akhir rangkaian ibadah puasa bagi umat Muslim di Bulan Ramadhan. Saat Lebaran menghampiri, sejatinya umat Muslim saling bersilaturahmi, saling memaafkan, kembali Fitri.
Persiapan menyambut Lebaran pastinya berbeda di setiap tempat, sesuai dengan adat, istiadat, dan akar budayanya masing-masing. Lebaran tidak hanya dipandang sebagai suatu peristiwa besar keagamaan semata, tapi sekaligus sebuah budaya. Tidak salah jika menyimak lebih seksama, memberikan waktu untuk sedikit memperhatikan. Ternyata Jakarta pun menyimpan tradisi Lebaran yang cukup menarik. Sebenarnya beberapa tradisi berikut, tidak istimewa, bahkan terkadang kita tidak menyadarinya. Bahkan mungkin belum layak untuk dikatakan sebagai tradisi. Jakarta yang merupakan miniatur Indonesia dengan beragam latar budaya para penghuninya tentu menyimpan cerita seputar Lebaran. Berikut sebagian di antaranya:
1. Pasar Ketupat Palmerah
Bagi sebagian besar penikmat ketupat, Lebaran tanpa ketupat bagaikan sayur tanpa garam, terasa tawar dan hambar. Tidak memiliki greget. Belum afdol rasanya bila Lebaran tanpa adanya hidangan ketupat. Ketupat sudah menjadi icon, menjadi simbol Lebaran, menjadi sebuah budaya. Menganyam ketupat sendiri tentunya membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, belum lagi masalah daun kelapa yang dibutuhkan sebagai bahan anyaman. Beragam hidangan Lebaran memang membutuhkan sentuhan ketupat. Rendang, opor ayam, lontong sayur, sate, dan olahan makanan khas Lebaran lainnya, sangat berjodoh dengan ketupat.
Tak usah khawatir, di jaman serba praktis dan serba simpel seperti sekarang, tidak perlu repot. Datang saja ke kawasan Palmerah di Jakarta Barat. Pasti tidak akan pusing. Di sana telah menanti ratusan pembuat ketupat yang seolah menjadi pemandangan unik. Pasar Ketupat Palmerah tidak terlalu jauh dari Pasar Bunga Rawabelong. Pasar Bunga Rawabelong juga tidak kalah pamor dari Pasar Palmerah. Pasar Rawabelong diserbu oleh pembeli bunga untuk keperluan Lebaran, karena seperti halnya ketupat, bunga pun dibutuhkan untuk mempercantik rumah maupun bingkisan di hari nan fitri.
2. Pasar Parcel Cikini
Warga yang telah lama tinggal di Jakarta tentunya tidak asing dengan Kawasan Cikini. Selain terkenal sebagai pusat perdagangan emas, Cikini juga dikenal luas sebagai pusat penjualan keranjang parsel. Tidak hanya keranjangnya saja, juga berikut isinya. Pusat penjualan parcel Cikini berada tepat di lantai bawah Stasiun Cikini. Aneka pengrajin keranjang parcel selalu diserbu para pengunjung dan pembeli terutama saat menjelang datangnya Hari Raya. Walaupun KPK telah mewanti-wanti melarang, terutama untuk menghindari gratifikasi, namun tidak akan menghapuskan tradisi parcel sama sekali. KPK toh hanya melarang pemberian dan penerimaan parcel yang mengindikasikan ada udang di balik batunya. Selebihnya, jika itu memang untuk kerabat, teman, saudara, dan bukan untuk tujuan buruk, atau berharap balas, dipersilakan.
Aneka jenis, bentuk, dan ukuran parcel diperjual belikan di bawah Stasiun Cikini. Mulai dari yang bergaya konvensional, berisi tumpukan makanan yang tertata rapi dan terhias indah, hingga parcel yang super mewah berisi perhiasan kristal nan mahal, ada di sana. Mulai dari yang kecil hingga yang sebesar gaban, mulai yang murah hingga yang berharga jutaan rupiah, semua tersedia. Semua tergantung selera dan kocek yang ada. Tidak perlu risau, kemasan parcel di Pasar Parsel Cikini kualitasnya setara dengan yang dijual di mall ternama.
3. Laundry Kiloan
Pembantu mudik? Asisten pulang? Warga Jakarta terbantu dengan menjamurnya kios-kios laundry kiloan.Laundry kiloan tumbuh bak jamur di musim hujan, subur ijo royo-royo. Membantu keluarga yang tengah ditinggal mudik sang asisten rumah tangga, terutama di musim mudik Lebaran. Khusus untuk musim libur Lebaran, kios laundry kiloan justru tengah panen, tengah menangguk untung besar.Mereka jeli melihat peluang keluarga yang tengah ditinggal pergi para pencucinya.Di saatpeak season seperti musim Libur Lebaran ini, laundry kiloan terkadang merasa di atas angin. Mereka bisa mematok harga lebih tinggi dibandingkan biasanya.Juga waktu penyelesaian yang lebih lama. “Baru selesai 10 hari yang akan datang Bu…., karena banyak sekali yang masuk”. Apa mau dikata, konsumen tetap setuju. “Daripada waktu untuk bersama anak-anak menjadi berkurang, lebih baik menggunakan jasa laundry kiloan”.Itu salah satu alasannya.
4. Pembantu Infal
Beragam pilihan yang ditawarkan dan dipilih oleh warga Jakarta untuk mensiasati mudiknya sang asisten rumah tangga. Ada yang hanya perlu untuk menggunakan jasa laundry kiloan saja, namun ada juga yang merasa perlu untuk mendatangkan pasukan darurat di hari-hari menjelang hingga beberapa hari setelah Lebaran. Salah satunya adalah pilihan untuk menggunakan jasa pembantu infal. Pembantu infal yang dimaksud di sini adalah pembantu sementara yang berfungsi menggantikan sementara pembantu permanen. Karena sifatnya sementara, pembantu infal ini hanya bertugas sesuai dengan kebutuhan saja. Biasanya pengguna jasanya harus merogoh kocek lebih dalam karena tarif pembantu infal bisa berkali-kali lipat dari tarif pembantu biasa. Umumnya mereka mematok tarif harian. Terkadang banyak yang justru dimanfaatkan untuk mencari penghasilan tambahan bagi pembantu. “Saya nanti saja pulangnya setelah Lebaran, sekarang saya infal dulu”. Pintar juga.
Mereka pintar, kita pun harus lebih pintar. Untuk menghindari penipuan yang berkedok pembantu infal, kita harus cermat dan lebih pintar. Sebelum menggunakan jasa pembantu infal, pelajari dulu rekam jejak perusahaan penyalurnya. Simpan barang berharga di tempat yang lebih aman, perlu ekstra waspada daripada sesal kemudian.
5. Midnight Sale
Uang Tunjangan Hari Raya (THR) telah di tangan. Beragam kebutuhan spesial turut hadir dalam anggaran. Sah saja, karena ini hari yang spesial, hanya hadir satu tahun sekali. Banyak terdapat permakluman, maklum untuk oleh-oleh orang tua saat mudik, maklum untuk beli baju Lebaran, maklum untuk membahagiakan sanak saudara, pacar, mantan pacar, mertua, dan beragam permakluman lainnya. Tradisi ini ditangkap dengan cerdas oleh pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta. Ditanggapi dengan jeli oleh pemilik mal-mal ternama di Jakarta. Menjelang Hari Raya, bertebaran promo dari mall-mall ternama, bahkan memperpanjang waktu operasionalnya hingga tengah malam. Beragam judul dan tawarannya. Ada yang mengusung Midnight Sale, Late Night Sale, dan seterusnya.
Tidak berhenti di sana, penawaran menggiurkan disertai pula dengan potongan harga, walau tak dapat dipungkiri, mungkin sebagian telah menaikkan harganya terlebih dahulu sebelum potongan harga. Masyarakat tentu tergoda. Dengan THR di tangan, semua terasa terjangkau. Sensasi berbelanja di tengah malam menjadi sebagian gaya hidup warga ibu kota. Sampai terheran-heran, jam 10 malam Jalan Jenderal Sudirman di seputaran Semanggi masih macet. Usut punya usut, ternyata ada midnight sale di pusat perbelanjaan Plaza Senayan dan beberapa mall terkenal lainnya.
6. Penuhnya Food Court
Ini juga bisa dikatakan tradisi ketika hari-hari menjelang Lebaran hingga beberapa hari setelah Lebaran. Food court maupun restoran-restoran di Jakarta penuh sesak. Warga Jakarta yang tengah ditinggal para asisten rumah tangganya tidak mau repot-repot memasak. “Kita makan di luar saja, sambil jalan-jalan”. Itu yang sering jadi alasan. Food court di supermarket maupun mall-mall selalu disesaki oleh pengunjung. “Sekalian wisata kuliner. Buat apa repot-repot memasak dan mencuci peralatan sehabis memasak, mendingan kita cari makan di luar saja”. Mungkin tidak berlaku untuk semua keluarga Jakarta, namun kenyataannya, tengoklah restoran-restoran dan food court-food court di mall-mall, selalu penuh terisi.
7. Menginap di Hotel
Pilihan lain bagi keluarga-keluarga yang tidak ingin direpotkan dan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga. Ada sebagian orang yang memilih untuk mengungsi ke hotel. “Lebih baik tingal di hotel, lebih terjamin, tidak perlu membereskan rumah, tidak perlu mencuci pakaian, kita pun ingin menikmati liburan dengan tenang”. Sah juga, toh ini juga sebuah pilihan. Mungkin tidak berlaku untuk sebagian keluarga, karena banyak pula yang tetap memiliki pandangan “Rumahku adalah Surgaku”. Namun, sebagian keluarga Jakarta memelihara tradisi menginap di hotel ketika masa-masa Libur Lebaran. Banyak alasan yang dikemukakan. Semua tergantung pilihan, juga tergantung selera dan fulus di kantong.
8. Naiknya harga emas
Entah ada kaitannya atau tidak. Setiap menjelang Hari Lebaran, harga emas pasti naik. Mungkin terkait dengan pandangan sebagian warga. Tradisi mudik bagi sebagian warga disikapi pula dengan ajang pertunjukan diri. Ajang untuk membanggakan diri atas kesuksesannya di Jakarta. Salah satu simbolnya adalah dengan beragam perhiasan emas di badan, terutama untuk kaum hawa. Sebagian masih menganggap kerabat di kampung akan lebih memandang mereka jika mereka berhiaskan emas. Turunnya harga emas beberapa waktu yang lalu, berubah haluan menjelang Hari Lebaran. Harga emas terpantau naik secara konstan. Maksudnya, naik terus menjelang Lebaran.
Pasar Emas Cikini, Pasar Emas Melawai, Atrium, dan lokasi-lokasi sentra penjualan emas lainnya di Jakarta ramai diserbu pembeli. Mereka tidak perduli dengan naiknya harga emas. Emas harus terbeli. Namun, sekali lagi ini untuk sebagian orang. Mungkin tidak berlaku untuk yang lainnya. Tapi fakta membuktikan, toko-toko emas diserbu pembeli.
Hal yang sama juga terjadi pada dealer-dealer dan tempat-tempat penjualan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Ini juga menjadi simbol kesuksesan bagi sebagian orang. Dealer-dealer dituju warga Jakarta. Beli kendaraan baru untuk dibawa mudik nanti.
9. Tiket ludes
Kalau tradisi yang satu ini selalu dan tidak pernah lekang oleh waktu. Setiap tahun, menjelang Libur Lebaran, bahkan jauh hari sebelum Lebaran, tiket sudah habis terjual. Harga tiket pesawat, tiket kereta api, tiket bis menjadi dambaan bagi pemudik. Harga mahal menjadi persoalan ke dua. Yang penting dapat tiket mudik, dapat berkumpul bersama sanak keluarga di kampong. Itu yang lebih penting. Tiliklah harga tiket pesawat, bisa naik hingga 2-3 kali lipat. “Ah, itu masih wajar kok”. Itulah, orang Indonesia, penuh dengan permakluman. “Maklum lagi musim Lebaran”.
10. Jasa Tukar Uang
Tradisi memberi uang kecil, maksudnya memberi uang recehan, uang dengan nominal kecil pada ponakan, cucu, tetangga, dan kerabat ternyata menumbuhkan bisnis baru bagi sebagian orang di Jakarta. Para penjual jasa tukar uang mulai berkeliaran beberapa waktu menjelang Hari Lebaran. Tentunya dengan tambahan uang jasanya. Mereka memanfaatkan kebutuhan warga akan uang dengan nominal yang lebih kecil. Biasanya, nominal yang dicari adalah Rp. 5.000,00, Rp. 10.000,00 maupun Rp. 20.000,00. Jakarta memang surga bagi orang-orang yang kreatif, pintar melihat peluang. Warga sebetulnya bisa memanfaatkan jasa penukaran uang secara resmi, baik itu di bank, maupun mobil-mobil yang melayani penukaran uang. Tapi, memang lebih mudah menggunakan jasa mereka.
11. Mudik Bersama
Tradisi mudik bersama atau mudik bareng sudah terpelihara sejak dulu. Jakarta pun demikian, bahkan Jakarta telah menjadi pelopor tradisi mudik bersama. Sebuah perusahaan jamu terkenal sudah memulai dan melanggengkan tradisi mudik bersama sejak hitungan puluhan tahun yang lalu. Tradisi ini juga telah diikuti oleh perusahaan-perusahaan lainnya, bahkan oleh beberapa Kementerian dan Lembaga yang ada di Jakarta, bahkan oleh para pengelola radio swasta sekalipun.
Mereka umumnya membaginya berdasarkan tujuan mudik favorit. Bagus juga, sekaligus untuk mengurangi kemacetan akibat begitu banyaknya mobil pribadi yang bermudik ria. Jika kolektif, tentunya akan lebih efektif.
12. Open house pejabat
Tradisi open house pejabat turut mewarnai Jakarta. Banyak pejabat yang membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk menerima tamu, handai taulan, kerabat, sanak saudara, kolega, dan sebagainya, dan seterusnya. Tidak perlu terlalu berburuk sangka, dapat saja memang tujuannya mulia, untuk menjalin silaturahmi, saling bermaafan, kembali fitri.
13. Jakarta lengang
Horee… Jakarta lengang. Ini yang paling saya suka. Tradisi ini yang jadi favorit. Masa-masa musim Lebaran sekaligus menjadi masa istirahat dan rehat sejenak bagi Jakarta. Waktu yang sempurna bagi Jakarta untuk menarik nafas sejenak, dari kesibukan dan kepenatan rutin yang menerpa. Memberikan kesempatan bagi Jakarta untuk melepaskan bebannya sementara dari kemacetan lalu lintas, dari polusi udara. Memberikan kesempatan bagi warga yang tertinggal di Jakarta untuk menghirup udara yang sedikit lebih baik. Inilah sebenarnya waktu terbaik untuk menikmati Jakarta yang lebih bersih, Jakarta yang lebih baik.
Jadi sebenarnya, Jakarta tidak memerlukan ahli transportasi handal untuk mengurai kemacetan Jakarta. Tidak memerlukan ahli lingkungan mumpuni untuk mengurangi polusi Jakarta. Yang diperlukan adalah Hari Lebaran. Hari Lebaran hadir, kemacetan akan sirna. Udara akan sedikit lebih layak hirup. Hehehe… kalimat di paragraf ini sekedar candaan. Abaikan saja.
Demikianlah 13 tradisi ala Jakarta yang selalu melekat dengan masa-masa seputar Lebaran. Mungkin sebagian besar juga sudah diamini yang lain. Manakah yang menjadi favorit anda? Mana saja yang juga dilakukan? Mungkin ada pula yang terlupakan, yang terlewat. Jika ada yang terlewat dan terlupakan, silakan tambahkan. Mungkin bukan hanya 13 tradisi seputar Lebaran ala Jakarta, mungkin bisa jadi ada 15, 20, 25 ? Silakan… (Del)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H