Mohon tunggu...
Delfi Yudha Frasetia
Delfi Yudha Frasetia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Editor in Chief di http://katabangdel.com/ Character Education Enthusiast | Business Analyst | Co-Founder MGI Foundation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Juga Harus Bergegas Berubah

25 November 2017   12:19 Diperbarui: 25 November 2017   14:36 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari ThoughtCo

Status kehebatan pendidikan dengan derajat nomor wahid yang disandang Amerika Serikat, dimentahkan begitu telak lewat beberapa kasus yang dijabarkan di film ini. Ketidakmerataan kualitas pendidikan, kualitas guru yang timpang, hingga kebijakan pemerintah pusat yang saling tumpang tindih dengan masing-masing negara bagian, menjadi tantangan pelik Amerika Serikat. Kejayaan pendidikan Amerika Serikat jatuh ke titik nadir setelah memasuki tahun 70-an hingga memasuki awal abad 21.

Sebuah ironi yang harus kita pahami adalah bahwa kemajuan Amerika Serikat bukan sepenuhnya ditopangsumber daya manusia yang lahir dari sistem pendidikan yang optimal. Terutama menjelang krisis dan paska krisis 2007, keberlangsungan ekonomi Amerika Serikat justru dipengaruhi oleh orang-orang dari negara lain (luar Amerika), yang memilih berkarir di Amerika. Kemudian beberapa di antaranya mendapat tawaran menjadi warga negara Amerika Serikat.

Dalam film tersebut, kesulitan ekonomi dialami banyak orang-tua. Tidak hanya itu, orang-tua juga dibayang-bayangi kualitas institusi pendidikan yang bobrok. Terkhusus untuk public school(sekolah negeri).Dari beberapa penyebab yang dijabarkan, masalah tenuremenjadi fokus utama penyebab buruknya pendidikan di Amerika. Tenuremerupakan kontrak yang dimiliki oleh guru. Salah satu poin penting dalam tenuredan menjadi biang masalah adalah siapapun guru yang memiliki sertifikat tenure, akan dibayarkan gaji dan tunjangan sebagai guru meskipun ia tidak menjalankan tugas dengan baik. Bahkan meski ia tidak mengajar di kelas, ia tetap mendapat hak-hak gajinya secara utuh. Lebih "enaknya" pula, mereka tidak dapat dipecat!

Foto diambil dari Reader's Digest
Foto diambil dari Reader's Digest
Dampaknya, etos kerja guru ambrol dan merusak karakter siswa-siswi di sana. Dalam kondisi tersebut akhirnya guru-guru dengan kualitas buruk itu dipindahkan dari satu sekolah ke sekolah lain. Itu dilakukan karena guru-guru itu tidak bisa dipecat. Keberadaan rubber roomyang merupakan wadah pembimbingan bagi para guru bermasalah pun tidak memberikan perubahan. Oh, iya, budaya pemindah-mindahan guru buruk dari satu sekolah ke sekolah lain itu dikenal dengan istilah Dance of the Lemons.

Lalu di tengah kesemerawutan yang hampir tanpa jalan keluar. Muncul nama Michelle Rhee. Perempuan yang pada saat itu berusia 37 tahun dan hanya baru memiliki pengalaman sebagai pengacara, lalu pengalaman 3 tahun menjadi guru. Michelle Rhee kemudian diangkat sebagai Chancellor of D.C. public schoolsatau setingkat Dirjen Kementerian Pendidikan. Kemudian Michelle Rhee mentransformasi sistem pendidikan dengan menawarkan dua buah pilihan yang membuat guru-guru yang tenggelam dalam comfort zoneitu berubah. Ia akan menaikan pendapatan guru-guru sebanyak 6 kali lipat, jika guru tersebut bersedia memutuskan kontrak tenure. Bahkan, jumlah pendapatannya bisa naik lagi jika setiap guru meningkatkan kompetensi dan prestasi mereka. Kebijakan ini mengubah mindsetmayoritas guru dan secara langsung memperbaiki kualitas sistem pendidikan.

Ketegasan seorang Michelle Rhee dalam menciptakan sebuah sistem pendidikan terbaik menjadi bagian paling menarik dalam film ini. Pemecatan kepala sekolah yang tidak becus, menutup sekolah yang tidak mampu melahirkan siswa-siswi yang cerdas dan berkompetensi, hingga memberhentikan begitu banyak guru yang hanya ingin bersantai-santai dan terima gaji

Selain Michelle Rhee, ada nama Geoffrey Canada yang juga mengambil peran penting dalam transformasi sistem pendidikan Amerika. Dalam kondisi krisis tadi, muncul sekolah-sekolah charter schoolyang mempekerjakan guru-guru profesional dan menaruh dedikasi tinggi atas profesi seorang guru. Charter school menjadi institusi swasta yang pendanaanya dibantu oleh masyarakat. Sistem pendidikan (kurikulum) yang diterapkan tidak dipengaruhi oleh kebijakan pusat. Uniknya, seluruh charter school memiliki kuota terbatas dalam penerimaan siswa, dan hanya menggunakan undian (mereka sebut lotere), untuk memilih siswa baru. Tanpa seleksi standar nilai atau ujian masuk apapun.

Geoffrey Canada merupakan sorang guru yang mendirikan charter school:Harlem Children's Zone Project. Sekolah ini mengajarkan nilai-nilai esensial yang relevan dipelajari setiap anak di zamannya. Guru-gur yang mengajar juga pilihan dari orang-orang yang paling ingin berdedikasi untuk mendidik anak-anak. Bukan hanya sekedar mencari pekerjaan semata. Sekolah ini akhirnya mampu tumbuh menjadi harapan di tengah ambrolnya sekolah-sekolah lain di Amerika.

Sama halnya seperti dengan esensi film tersebut.Guru-guru di Indonesia sudah sepatutnya mengajar berdasarkan insting mereka. Tinggalkan hal-hal yang sudah tidak relevan lagi diajarkan di zaman yang sudah berubah seperti sekarang. Anak-anak Indonesia belajar untuk masa depan, bukan masa lalu. Sudah sepantasnya mereka diajari bagaimana merespon dan menyambut perubahan yang ada di masa depan. Jangan lupa pula menyiramkan nilai-nilai kebaikan yang membasahi setiap batin anak didik. Karena ketika nilai itu bersemai, maka para guru juga yang akan menuai kebahagiaan.

Terakhir, semoga guru-guru kebanggaan bangsa Indonesia semakin sejahtera kehidupannya. Kemudian semakin arif mengenali fungsi bakti profesi yang mereka sandang. Karena seorang guru yang bijak tidak akan mengesampingkan kepentingan siswanya daripada kepentingannya sendiri. Selamat hari guru. Terima kasih guru-guruku.

Sumber: https://showwp.com
Sumber: https://showwp.com
Artikel ini menjadi salah satu topik di buku Ruang Renung: 50+ Gugusan Inspirasi Penawar Krisis Karakter, Pendidikan, Ekonomi, Kepemimpinan, dan Kepemudaan di Indonesia yang penulis luncurkan baru-baru ini. Temukan inspirasi lainnya pada buku ini di link order: bit.ly/BeliRuangRenung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun