Dalam rancangan, petani kecil harus didorong berinovasi dalam berorganisasi dan koperasi. Jika itu semua sudah didata, maka petani sawit dan Indonesia dapat melakukan apa pun, untuk menjawab tantangan-tantangan global. Sekali lagi Mansuetus berbicara dengan penekanan, “Ini strategi kami, bukan pemerintah!”
SPKS dipercaya membuat perangkat pendekatan High Carbon Value (HCV), salah satu toolkit global yang bisa menyatakan low risk commodity on deforestation. Dan sudah diimplementasikan di Kalimantan Barat. Mereka pun mendirikan Yayasan Petani Pelindung Hutan pada tanggal 1 Agustus 2023, untuk menjawab kekhawatiran mengenai deforestasi. Bahwa petani bisa melindungi hutan dengan perangkat tadi.
Intinya, petani di bawah naungan SPKS siap menghadapi EUDR, namun bagaimana dengan teman-teman petani lainnya? Mereka pun siap membantu teman-teman. Mansuetus mengatakan bahwa jika apa yang mereka kerjakan efektif membantu dalam menjawab tantangan global terhadap rantai ekosistem sawit, maka program SPKS perlu diperluas dan mendapatkan dukungan dengan adanya kebijakan pemerintah.
Penelitian pun sebaiknya tidak hanya dilakukan periset Indonesia, tapi juga mengajak peneliti Uni Eropa untuk bersama melakukan riset. Selain itu, pihak swasta perlu dilibatkan untuk bermitra dengan konsep kemitraan yang adil dan tanpa konflik dengan masyarakat ataupun petani.
Mansuetus tak ketinggalan menyampaikan bahwa SPKS telah mempunyai data yang terkumpul sebanyak 21.000 poligon dari 148.000 hektar lahan sawit. Di luar SPKS, Mansuetus melihat data yang terkumpul sejumlah 170.000 poligon dan butuh dikonsolidasikan pemerintah. Namun, pendataan itu butuh pendanaan. Perusahaan sawit saja turut gelisah mengenai pendanaan untuk pendataan. Apakah BPDPKS akan menambah sektor pendanaan untuk pendataan, kelembagaan, sertifikasi ISPO, dan lainnya, tak hanya replanting dan biodiesel?
Bagi teman-teman di SPKS, menolak EUDR, berarti melakukan pengakuan terbuka bahwa kita bersalah. Dan masih ingin melanjutkan praktik-praktik lama yang merugikan dan tidak memberikan harga yang adil kepada petani. Butuh gerakan progresif yang tidak hanya kata-kata!
Tanggapan BPDPKS
Ahmad Mauli Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS, merespons pembahasan narasumber sebelumnya, Mansuetus Darto. Biodiesel Manajeme memang program BPDPKS, makanya harus tetap ada. Sebab tanpa itu, tidak akan ada keseimbangan supply dan demand dari produksi petani dan harga tandan buah segar yang terjaga. Masukan dari SPKS akan ditindaklanjuti.
Kemudian, Ahmad mengangkat kembali 3 pokok hulu dan hilir terbentuknya BPDPKS yang didirikan tahun 2015, yaitu: bagaimana perbaikan kesejahteraan petani; bagaimana menstabilkan harga CPO; dan memperkuat industri hilir. BPDPKS pun memiliki program riset di hulu dan saat ini mengadakan lomba riset untuk melakukan penelitian langsung. Tiga pokok terbentuknya BPDPKS memiliki hubungan dengan EUDR. Apa yang menjadi di-syaratkan, akan menjadi program pendanaan BPDPKS.
Ahmad bercerita bahwa mereka dan Airlangga Hartanto, Menteri Perekonomian RI, di hadapan anggota dewan parlemen EU di Brussel, menyampaikan hal yang sama dengan SPKS. “Berarti, pandangan kita sudah sama,” ujar Ahmad menengok Mansuetus.