Bicara emosional, guru juga harus bisa mengajarkan bagaimana mengatur kecemasan, emosional pada siswa---mereka harus mengetahuinya dari guru.
Permaianan ini harus fokus pada emosional sosial. Akademik yang kompeten sebaiknya mampu mengajarkan hal ini pada siswa-siswanya. "We learn together. We learn from each other", siswa pun bisa menjadi contoh bagi murid lainnya, saling belajar.
GBG memang diterapkan untuk guru dan murid di ruang kelas, tapi tidak tertutup dilakukan orang tua di rumah. Tidak saja di ruang kelas, melainkan di ruang perpustakaan atau aktivitas fisik di ruang terbuka, Â selama implementasinya dilakukan sesuai standar GBG.[1]
 GBG mudah digunakan, perlu dilakukan sesering mungkin dan banyak memberikan 'pesan'. Sebelum menjalankan permainan, ada beberapa kriteria untuk mengatur kelas, bertuuan pencegahan yang efektif:
Â
- GBG sebaiknya diterapkan sedini mungkin, lebih cepat lebih baik. Bahkan saat anak masih duduk di taman kanak-kanak.
- Setidaknya butuh 3 bulan untuk membangun perilaku yang positif. Di awal permainan bisa dilakukan selama 10 -- 15 menit, 3 -- 4 kali seminggu. Durasi permainan bisa sampai 2 tahun, tergantung dari kebutuhan.
- Jumlah siswa dalam satu kelas harus dibagi menjadi beberapa kelompok/grup. Sehingga memberikan support pada anak secara langsung.
- Fokus pada emosional sosial
Kriteria lainnya:
- Pendekatan multimodal
- Menyertakan orang tua. Pun, guru perlu memberitahukan kegiatannya ini pada orang lain, grup dukungan guru atau rekan guru
- Dan gunakan sumber sosial lainnya
Â
Yang perlu menjadi fokus buat guru adalah pengalaman anak. Sebab, pengalamannya menentukan berhasil atai tidaknya perubahan perilaku. Kunci keberhasilan GBG adalah "kesuksesan", misalkan anak berhasil sabar menerima reward-nya, atau tak lagi meninggalkan ruang kelas saat jam pelajaran. Berarti ia sudah bisa mengatur emosinya. Dan ia telah berhasil menjalakan proses serta meraih kesuksesannya!
 Konsisten guru dan respon postif juga merupakan hal penting. Namun, guru tidak boleh terjebak dengan murid secara individual, tetap fokus pada grup. Bagaimana jika ada satu  anak yang tidak bisa diatur dan menganggu jalannya permainan ini? Guru tidak bisa mengeluarkanya dari grup saat permainan berjalan, melainkan setelah selesai. Lalu melakukan pendekatan secara individu. Itulah sebabnya, guru harus mencari tahu apa masalah yang terjadi pada anak---perilaku resiko, sebelum grup dibentuk dan selama permainan.Â
Dalam pemberian rewards, guru tidak perlu mengeluarkan biaya besar. Guru bisa memberikan rewards dengan mengajak siswa nonton film di ruang kelas. Sebagai a leader, guru dapat menentukan rewards yang memberikan win-win solution. Â